Kisah China: Dulu Kumuh Kini Jadi Raksasa Ekonomi Baru

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
13 November 2019 15:18
Kisah China: Dulu Kumuh Kini Jadi Raksasa Ekonomi Baru
Foto: Parade Militer Memperingati Hari Kemerdekaan 70 Tahun Republik Rakyat China (RRC) di Beijing pada Selasa, 1 Oktober 2019 (REUTERS/Jason Lee)
Jakarta, CNBC Indonesia - China kini menjelma menjadi raksasa ekonomi dunia baru penantang hegemoni Paman Sam yang susah ditiru dan bahkan ditandingi. Reformasi ekonomi yang dijalankan sejak 1978 telah membuat China jadi negara adidaya seperti sekarang ini.

Pada 2010, China mengambil alih posisi Jepang sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Posisi tersebut berhasil dipertahankan sampai sekarang. Beberapa ekonom bahkan memprediksi ekonomi China akan melesat melampaui rivalnya AS pada 2030. 



Kisah China : Dulu Kumuh Kini Jadi Raksasa Ekonomi BaruSumber : World Bank
Kesuksesan ini mengantarkan China menjadi kekuatan ekonomi dunia baru dan katanya susah untuk ditiru atau ditandingi. Menurut laporan Bloomberg Economics, tidak ada satu negara pun yang dapat meniru China dalam mentransformasi ekonominya.

Kesuksesan China menjadi semakin sulit ditiru oleh negara Asia lain. Ketika negara Asia lain masih berkutat dengan masalah struktural seperti infrastruktur yang tidak memadai hingga ketidakstabilan politik, China sudah melangkah jauh ke depan.

China memiliki jaringan pabrik, pemasok, layanan logistik, dan infrastruktur transportasi yang rumit, yang didukung oleh uang dan teknologi dari Jepang, Taiwan, dan Hong Kong. Negara itu juga memiliki tenaga kerja yang banyak, murah, cerdas dan mendapatkan akses hampir tanpa batas ke pasar global selama tiga dekade ini.

Kesuksesan China ini berawal diawali dengan serangkaian reformasi ekonomi di era Deng Xiaoping (1978-1989). Reformasi telah membawa perekonomian China yang dulu terisolasi menjadi lebih terbuka. Semenjak saat itu ekonomi China tumbuh 10% rata-rata per tahun. 

Kisah China : Dulu Kumuh Kini Jadi Raksasa Ekonomi Baru

Dalam sebuah newsletter yang dipublikasikan oleh perusahaan pengelola dana Bridgewater Associates, Ray Dalio sebagai pendiri merasa kagum dengan transformasi China seperti sekarang ini.

"Ketika saya pertama kali menginjakkan kaki ke China pada 1984, saya memberikan pemimpin perusahaan China kalkulator seharga US$ 10 dan mereka merasa takjub. Saat itu orang-orang Beijing dan Shang Hai masih tinggal di kawasan yang bisa dibilang kumuh tanpa air panas, dan perabot rumah tangga standard seperti mesin cuci dan TV. Namun sekarang China jadi lebih maju dari pada Amerika dalam beberapa hal dan terus mengalami kemajuan yang pesat" kata Ray Dalio dalam newsletter Bridgwater Associates.

Artinya dalam waktu tiga dekade China telah berhasil mempercantik diri di bawah kepemimpinan empat presiden, Deng Xiaoping hingga XI Jinping. Kebangkitan ekonomi China juga didorong oleh jaringan pabrik yang memproduksi berbagai macam hal mulai dari mainan hingga telepon genggam untuk konsumen di seluruh dunia yang membuat China dijuluki pabriknya dunia.

Baca: Ramai Negara Berebut Jadi 'Mini China', Indonesia Juga!

[Gambas:Video CNBC]

Masuknya China ke organisasi perdagangan dunia (WTO) pada 2001 semakin mengukuhkan posisi China sebagai bagian dari pusat manufaktur dan perdagangan dunia. Menurut studi yang dilakukan oleh lembaga konsultan manajemen global McKinsey yang menganalisis 186 negara, China menjadi destinasi ekspor terbesar 33 negara dan sumber impor terbesar bagi 65 negara. 

Kisah China : Dulu Kumuh Kini Jadi Raksasa Ekonomi Baru

Kendaraan lain yang membuat China semakin kuat posisinya adalah investasi. China terus tumbuh dan menjadi salah satu pemain global dalam aliran investasi. Dalam periode 2015-2017, China telah menjadi sumber investasi terbesar kedua di dunia dan menjadi penerima aliran investasi terbesar kedua di dunia, menurut McKinsey.

Kisah China : Dulu Kumuh Kini Jadi Raksasa Ekonomi Baru

Di tengah kondisi global yang berubah karena perkembangan teknologi, China juga semakin memantapkan posisinya dengan ambil andil sebagai pemain di sektor tersebut. Raksasa-raksasa teknologi China telah berperan dalam mengubah kehidupan umat manusia.

Sebut saja Xiaomi sebagai disruptors di pasar ponsel pintar. Keunggulan Xiaomi yang menawarkan ponsel pintar dengan teknologi canggih dan harga miring membuatnya menjadi dilirik dan mampu berkompetisi dengan pemain lain seperti Samsung dan Apple.

Kini perusahaan ponsel dengan kapitalisasi pasar mencapai lebih dari HK$ 200 miliar tersebut memiliki pangsa pasar global sebesar 9% di bawah Apple, Huawei dan Samsung.

Tak hanya Xiaomi, China juga punya raksasa teknologi lain seperti perusahaan social networking bernama Tencent dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai HK$ 3,11 triliun, perusahaan e-commerce bentukan Jack Ma, Alibaba yang mencatatkan rekor IPO terbesar sepanjang sebesar dengan meraup dana US$ 25 miliar.

Kuku China memang tajam dan kuat. Kini China mulai melebarkan sayapnya untuk semakin mengokohkan posisinya melalui proyek ambisius bernama One Belt One Road Inisiatives (OBOR).

OBOR adalah suatu strategi pembangunan yang diusulkan oleh pemimpin tertinggi China Xi Jinping yang berfokus pada konektivitas dan kerja sama antara negara-negara Eurasia. Strategi tersebut menegaskan tekad China untuk mengambil peran lebih besar dalam urusan global dengan sebuah jaringan perdagangan yang berpusat di China.

Sejarah mencatat, ketika muncul poros kekuatan dunia baru yang menantang hegemoni lama, friksi atau konflik tak dapat dihindarkan. Kemunculan China sebagai kekuatan dunia baru membuat posisi Amerika sebagai negara adikuasa terancam.

Presiden AS Donald Trump menilai China telah melakukan praktik dagang yang tidak adil dan menuding China sebagai manipulator mata uang. Trump kemudian mengambil langkah untuk mengganjar perilaku China dengan pengenaan bea masuk pada produk impor AS dari China.

Konsekuensi perang dagang yang berlangsung dalam kurang lebih 16 bulan terakhir telah mengorbankan ekonomi kedua negara dan bahkan perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi AS terus melambat di sepanjang tahun 2019, mulai dari 3% di kuartal I-2019, turun jadi 2% di kuartal II dan 1,9% di kuartal III.

Sementara itu pertumbuhan ekonomi China juga tertekan hanya tumbuh 6% di bawah rata-rata 10% dalam tiga puluh tahun terakhir.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular