AS Keluar dari Paris Agreement, Apa Konsekuensinya?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
06 November 2019 15:42
AS Keluar dari Paris Agreement, Apa Konsekuensinya?
Foto: Pendukung Donald Trump (REUTERS/Randall Hill)
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan dalam pidatonya bahwa Paman Sam akan menarik diri dari Perjanjian Paris. Keputusan tersebut tentu memiliki konsekuensi ditinjau dari aspek lingkungan maupun aspek politik.

Presiden AS Donald Trump memang sudah merencanakan untuk keluar dari Perjanjian Paris sejak 2017. Alasannya Perjanjian Paris hanya merugikan ekonomi AS dan menguntungkan negara-negara lain.

Trump menyoroti hilangnya lapangan pekerjaan, rendahnya upah hingga turunnya produksi industri merupakan bagian dari kerugian yang diterima AS. Saat ini AS sedang mempersiapkan proposal pengunduran dirinya dari Perjanjian Paris.

Pemanasan global atau perubahan iklim akibat emisi karbon industri dan agrikultur menjadi isu yang sangat disorot oleh umat manusia abad ini. Tak main-main, dampak yang ditimbulkan memang sangat mengerikan. Kepunahan masal spesies yang hidup di bumi termasuk manusia jadi pertaruhannya.

Untuk mencegah pemanasan global menjadi semakin parah, berbagai negara di dunia ini membuat kesepakatan bersama salah satunya adalah Paris Agreement atau Perjanjian Paris. Perjanjian Paris merupakan bentuk kesepakatan yang mengikat 188 negara dengan tujuan utama untuk mengurangi emisi karbon. 
AS Keluar dari Paris Agreement, Apa Konsekuensinya?
Perjanjian Paris melahirkan empat kesepakatan utama yang mengikat 188 negara termasuk AS seperti berikut :

• Menjaga temperatur tetap berada < 2C di atas era pre-Industri
• Membatasi emisi gas rumah kaca akibat aktivitas antropogenik pada batas yang masih dapat diserap oleh tumbuhan, tanah dan laut dalam keadaan normal
• Melakukan peninjuan terhadap kontribusi masing-masing negara dalam menurunkan emisi setiap lima tahun sekali
• Mendorong negara-negara maju untuk menyediakan suplai keuangan bagi negara berkembang untuk beralih ke energi terbarukan Penarikan diri AS dari Perjanjian Paris tentu menimbulkan konsekuensi terhadap lingkungan. Saat ini, Amerika menyumbang 16% emisi karbon global dan merupakan negara penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah China. 
AS Keluar dari Paris Agreement, Apa Konsekuensinya?Sumber : UCUSA
Menurut studi yang dilakukan oleh The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebesar 65% emisi gas rumah kaca diakibatkan oleh konsumsi bahan bakar fosil dan aktivitas industri. 
AS Keluar dari Paris Agreement, Apa Konsekuensinya?Sumber : EPA, IPCC
Terkait konsumsi bahan bakar fosil, Amerika merupakan negara dengan konsumsi bahan bakar fosil terbesar kedua di dunia setelah China hingga 2018.

Laporan BP Statistical Review of World Energi 2019 menyatakan konsumsi bahan bakar fosil AS 2018 mencapai 1,9 miliar ton ekuivalen minyak atau 16,5% dari total konsumsi bahan bakar fosil dunia. Lebih lanjut, konsumsi bahan bakar fosil Paman Sam naik 3,78% dari tahun 2017 ke 2018.

BP juga mencatat bahwa konsumsi minyak bumi dan gas alam AS naik masing-masing 1,96% dan 10,51% sementara itu konsumsi batu bara turun 4,32% pada periode 2017-2018.



Penarikan diri AS dari Paris Agreement menimbulkan kekhawatiran bahwa penggunaan bahan bakar fosil akan terus meningkat begitu juga dengan emisi gas rumah kaca. Jika hal ini terus menerus terjadi maka dampak pemanasan global akan semakin terasa.

Pemanasan global telah menyebabkan naiknya tinggi muka air laut akibat melelehnya es di kutub planet bumi. Setiap tahunnya muka air laut naik hingga 3,2 cm. Jika ini terus dibiarkan dampaknya bisa sangat serius.

Mengutip studi yang dilakukan oleh National Geographic, kenaikan permukaan air laut dapat mengakibatkan erosi, banji, kontaminasi garam pada tanah pertanian. Tentu ini akan mengakibatkan hilangnya habitat sebagian besar spesies laut dan darat seperti ikan, unggas dan tanaman. Ujung-ujungnya produktivitas pertanian dan perikanan akan turun dan menyebabkan kelangkaan pangan.

Bahkan dalam pertemuan G7 di mana AS berperan sebagai tuan rumah, isu tentang perubahan iklim juga tidak akan jadi pokok diskusi. Hal ini semakin mengindikasikan bahwa Trump memang kurang fokus terhadap isu-isu lingkungan.

Trump lebih fokus terhadap pertumbuhan ekonomi. Trump selalu menekankan target pertumbuhan ekonomi 3%. Dalam tiga kuartal terakhir ini pertumbuhan ekonomi AS bisa dibilang mengecewakan akibat perang dagang yang terjadi dengan China.

Pada kuartal I-2019 ekonomi AS tumbuh di angka 3% kemudian menurun menjadi 2% pada kuartal II dan turun lagi menjadi 1,9% pada kuartal III.

Selain berpotensi memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, keluarnya AS dari Perjanjian Paris juga berpotensi menggerakkan pasar energi terutama untuk komoditas minyak mentah dan batu bara yang terus tertekan dalam satu tahun ini. sebagai contoh harga batu bara sejak awal tahun telah terkoreksi hingga 32%.

Penarikan diri AS juga memiliki konsekuensi politik. Ketika pemimpin-pemimpin negara lain sangat fokus dengan isu perubahan iklim Trump malah memilih keluar. Hal ini berpotensi memicu adanya friksi dan tensi geopolitik yang memanas.

Perancis, Jerman dan Itali merupakan negara yang paling vokal menyuarakan isu perubahan iklim meminta semua aliansinya mempercepat aksi melawan perubahan iklim. Pihaknya mengaku siap untuk membantu negara-negara berkembang mencapai tujuan tersebut.

Jadi memang banyak konsekuensi jangka panjang memang akibat keluarnya AS dari Paris Agreement.



TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Bukan Gertak Sambal, AS Serius Keluar dari Paris Agreement

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular