
MRT Genjot Cuan dari Kawasan TOD di Setiap Stasiun
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
30 October 2019 16:12

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Mass Rapid Transit Jakarta atau MRT Jakarta mengklaim telah berhasil memperoleh pendapatan yang memuaskan sepanjang tahun 2019. Pendapatan MRT antara lain dari penjualan tiket maupun non tiket seperti iklan. Pengembangan pendapatan berikutnya dengan konsep pemanfaatan kawasan transit oriented development (TOD)
Menurut Direktur Pengembangan Bisnis MRT Jakarta Ghamal Peris, pendapatan penjualan tiket bisa melampaui target dikarenakan jumlah penumpang MRT saat ini sudah menyentuh angka 90 ribu penumpang per hari. Lebih tinggi dari target yang sekitar 60 ribu orang per hari.
"Pendapatan pertama kan tadi karena target penumpang melampaui, tentunya pendapatan tiket juga melampaui target," katanya dalam acara Profit CNBC Indonesia, Rabu (30/10/2019).
"Tapi, pendapatan non tiket yang sekarang ini kita estimasi akan nanti mendekati angka 300% dari target kita," katanya.
Namun Ghamal mengatakan bahwa MRT berminat untuk memperoleh lebih banyak pendapatan di luar dari pendapatan tiket, termasuk untuk mengembangkan konsep untuk penataan kawasan berorientasi transportasi atau transit oriented development (TOD).
Bahkan, Ghamal mengatakan TOD akan menjadi fokus utama MRT mengingat tingginya pendapatan yang bisa diperoleh dari sini konsep bisnis. TOD merupakan konsep pengembangan yang berorientasi pada kawasan komersial hingga hunian yang menempel atau dekat dengan stasiun transportasi massal.
"Kalau di bisnis fokusnya sangat simple, we follow the money. Jadi, yang paling besar TOD. Maka kita akan meluangkan banyak energi di TOD tentunya. Lagi pula pendapatan advertising segala macam sudah stabil karena pada saat kita berkontrak dengan partner itu kan kontrak 5 tahun ke depan. Jadi sudah secure lah," katanya.
Ia menjelaskan bahwa konsep TOD ini berarti MRT akan memegang kendali atas area dengan radius 700 meter dari stasiun MRT. Artinya, setiap pengembang (developer) yang ingin mengelola lahan dan bangunan di area ini harus membayar kompensasi kepada pihak MRT.
"Nah, sebagai contoh begini, sebelum MRT lewat, ada gedung yang maksimum hanya boleh naik 10 lantai. Dia tidak boleh lebih, karena daya dukung kawasannya tidak memadai. Dengan adanya MRT dia boleh bertambah 15 lantai.
"Nah dengan penambah 15 lantai jadi 25 lantai, itu kan ada value creation yang sangat signifikan. Nah kita minta dari para developer tersebut Anda boleh menaikkan hingga 15 lantai. Anda bisa jual Rp100 juta per meter persegi. Tapi, bayar kompensasi ke MRT hanya 5 juta saja misalnya. Itu dari satu gedung kita bisa mendapatkan Rp 500 miliar," terangnya.
Di awal masa pengembangan, MRT berencana untuk mengelola 5 kawasan TOD, yaitu di stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Istora Senayan, Blok M-ASEAN dan Dukuh Atas. Namun begitu, Ghamal mengatakan bahwa pengembangan TOD ini belum dimulai dan baru akan dimulai pada tahun 2020.
"TOD belum mulai. TOD baru akan mulai di 2020 nanti," jelasnya.
(hoi/hoi) Next Article Ada Jalur Baru MRT 'Belah' Jakarta, Ini Rute-Rutenya
Menurut Direktur Pengembangan Bisnis MRT Jakarta Ghamal Peris, pendapatan penjualan tiket bisa melampaui target dikarenakan jumlah penumpang MRT saat ini sudah menyentuh angka 90 ribu penumpang per hari. Lebih tinggi dari target yang sekitar 60 ribu orang per hari.
"Pendapatan pertama kan tadi karena target penumpang melampaui, tentunya pendapatan tiket juga melampaui target," katanya dalam acara Profit CNBC Indonesia, Rabu (30/10/2019).
"Tapi, pendapatan non tiket yang sekarang ini kita estimasi akan nanti mendekati angka 300% dari target kita," katanya.
Namun Ghamal mengatakan bahwa MRT berminat untuk memperoleh lebih banyak pendapatan di luar dari pendapatan tiket, termasuk untuk mengembangkan konsep untuk penataan kawasan berorientasi transportasi atau transit oriented development (TOD).
Bahkan, Ghamal mengatakan TOD akan menjadi fokus utama MRT mengingat tingginya pendapatan yang bisa diperoleh dari sini konsep bisnis. TOD merupakan konsep pengembangan yang berorientasi pada kawasan komersial hingga hunian yang menempel atau dekat dengan stasiun transportasi massal.
"Kalau di bisnis fokusnya sangat simple, we follow the money. Jadi, yang paling besar TOD. Maka kita akan meluangkan banyak energi di TOD tentunya. Lagi pula pendapatan advertising segala macam sudah stabil karena pada saat kita berkontrak dengan partner itu kan kontrak 5 tahun ke depan. Jadi sudah secure lah," katanya.
Ia menjelaskan bahwa konsep TOD ini berarti MRT akan memegang kendali atas area dengan radius 700 meter dari stasiun MRT. Artinya, setiap pengembang (developer) yang ingin mengelola lahan dan bangunan di area ini harus membayar kompensasi kepada pihak MRT.
"Nah, sebagai contoh begini, sebelum MRT lewat, ada gedung yang maksimum hanya boleh naik 10 lantai. Dia tidak boleh lebih, karena daya dukung kawasannya tidak memadai. Dengan adanya MRT dia boleh bertambah 15 lantai.
"Nah dengan penambah 15 lantai jadi 25 lantai, itu kan ada value creation yang sangat signifikan. Nah kita minta dari para developer tersebut Anda boleh menaikkan hingga 15 lantai. Anda bisa jual Rp100 juta per meter persegi. Tapi, bayar kompensasi ke MRT hanya 5 juta saja misalnya. Itu dari satu gedung kita bisa mendapatkan Rp 500 miliar," terangnya.
Di awal masa pengembangan, MRT berencana untuk mengelola 5 kawasan TOD, yaitu di stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Istora Senayan, Blok M-ASEAN dan Dukuh Atas. Namun begitu, Ghamal mengatakan bahwa pengembangan TOD ini belum dimulai dan baru akan dimulai pada tahun 2020.
"TOD belum mulai. TOD baru akan mulai di 2020 nanti," jelasnya.
(hoi/hoi) Next Article Ada Jalur Baru MRT 'Belah' Jakarta, Ini Rute-Rutenya
Most Popular