
Ekspor Disetop Sementara, Ini Kata Pengusaha Nikel
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
30 October 2019 15:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memutuskan untuk mengevaluasi ekspor nikel dengan menyetop sementara waktu. Evaluasi ini dilakukan karena ekspor melonjak gila-gilaan sejak September. Benarkah?
Salah satu produsen nikel PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) mengatakan akan mematuhi aturan pemerintah soal pelarangan sementara ekspor bijih nikel. Corporate Secretary Central Omega Resources Johanes Supriadi mengatakan secara prinsip perusahaan akan selalu mematuhi ketentuan yang dibuat pemerintah.
"Smelter perusahaan kami sudah selesai 100% dan sudah produksi," ungkapnya Rabu, (30/10/2019).
Lebih lanjut dirinya mengatakan kuota ekspor bijih nikel perusahaannya sudah hampir rampung. Sayang dirinya tidak merinci berapa sisa kuota ekspor yang belum digunakan. "Meskipun belum semua (kuota ekspor digunakan), kalau nggak bisa diekspor akan kami proses sendiri di smelter perusahaan," imbuhnya.
Direktur keuangan PT Jagad Rayatama Dexter Sjarif Putra mengatakan pelarangan ekspor sementara ini tidak berdampak, karena perusahaannya tidak melakukan ekspor, hanya penjualan lokal saja.
"Kami merasa tidak tertuduh si, karena selama ini kami melakukan penjualan secara lokal saja, dimana kami juga belum memiliki kuota ekspor," katanya.
Saat ini perusahaannya belum membangun smelter, namun sudah ada rencana awalnya. Menurutnya ada perubahan tekhnologi pada awal rencana membangun.
Sebelumnya, pemerintah mengambil langkah tegas menghentikan sementara ekspor bijih nikel 1 - 2 minggu ke depan. Langkah ini diambil karena banyak pelanggaran terkait ekspor bijih nikel menjelang pelarangan 1 Januari 2020 mendatang.
Para penambang menguras habis sumber nikelnya dan melakukan ekspor besar-besaran.Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan saat ini ekrpor bijih nikel per bulan mencapai 100-130 kapal. Biasanya hanya 30 kapal per bulan. Kondisi ini dikhawatirkan bakal merusak lingkungan.
"Penyetopannya tetap 1 Januari 2020, tidak berubah. Tapi ini karena tiba-tiba ada lonjakan luar biasa sampai 3 kali target," ungkap luhut di Kantornya, Selasa, (29/7/2019).
Penghentian sementara ini sekaligus memberi waktu pemerintah unntuk mengevaluasi kebijakan. Selama ini aturannya ekspor diperbolehkan untuk produsen tambang yang memiliki smelter dan memproduksi nikel dengan kadar 1,7%. Namun, pada kenyataannya pun mereka yang tidak punya smelter bisa sembarangan ekspor bijih nikel.
(gus) Next Article Pilih Ekspor, Penambang Nikel 'Gerah' dengan Smelter China?
Salah satu produsen nikel PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) mengatakan akan mematuhi aturan pemerintah soal pelarangan sementara ekspor bijih nikel. Corporate Secretary Central Omega Resources Johanes Supriadi mengatakan secara prinsip perusahaan akan selalu mematuhi ketentuan yang dibuat pemerintah.
"Smelter perusahaan kami sudah selesai 100% dan sudah produksi," ungkapnya Rabu, (30/10/2019).
Direktur keuangan PT Jagad Rayatama Dexter Sjarif Putra mengatakan pelarangan ekspor sementara ini tidak berdampak, karena perusahaannya tidak melakukan ekspor, hanya penjualan lokal saja.
"Kami merasa tidak tertuduh si, karena selama ini kami melakukan penjualan secara lokal saja, dimana kami juga belum memiliki kuota ekspor," katanya.
Saat ini perusahaannya belum membangun smelter, namun sudah ada rencana awalnya. Menurutnya ada perubahan tekhnologi pada awal rencana membangun.
Sebelumnya, pemerintah mengambil langkah tegas menghentikan sementara ekspor bijih nikel 1 - 2 minggu ke depan. Langkah ini diambil karena banyak pelanggaran terkait ekspor bijih nikel menjelang pelarangan 1 Januari 2020 mendatang.
Para penambang menguras habis sumber nikelnya dan melakukan ekspor besar-besaran.Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan saat ini ekrpor bijih nikel per bulan mencapai 100-130 kapal. Biasanya hanya 30 kapal per bulan. Kondisi ini dikhawatirkan bakal merusak lingkungan.
"Penyetopannya tetap 1 Januari 2020, tidak berubah. Tapi ini karena tiba-tiba ada lonjakan luar biasa sampai 3 kali target," ungkap luhut di Kantornya, Selasa, (29/7/2019).
Penghentian sementara ini sekaligus memberi waktu pemerintah unntuk mengevaluasi kebijakan. Selama ini aturannya ekspor diperbolehkan untuk produsen tambang yang memiliki smelter dan memproduksi nikel dengan kadar 1,7%. Namun, pada kenyataannya pun mereka yang tidak punya smelter bisa sembarangan ekspor bijih nikel.
(gus) Next Article Pilih Ekspor, Penambang Nikel 'Gerah' dengan Smelter China?
Most Popular