
Dear Menteri ESDM Baru, Ini Tiga Kunci Perbaikan Energi RI

Produksi minyak mau tidak mau harus ditingkatkan karena bauran energi saat ini masih cukup bergantung dengan produksi minyak. Meski penggunaan batu bara sudah meningkat, tetapi lebih pada penyediaan energi listrik dan bukan energi untuk transportasi.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan sektor transportasi menjadi pengguna utama bahan bakar minyak (BBM) yaitu sekitar 82,9% (2017), menyumbang kenaikan konsumsi BBM sebesar 5% per tahun atau setara dengan pertumbuhan ekonomi.
Namun sayangnya, jika bicara kenaikan produksi minyak, temuan sumur-sumur minyak sangat terbatas, karena aktivitas eksplorasi yang melesu di tengah pelemahan harga minyak mentah dunia yang kini di kisaran US$ 60 per barel (anjlok dari posisi 2013 di level US$100 per barel).
Jika melihat potensi yang ada, investasi migas di Indonesia sebenarnya masih menarik dengan 70 basin atau cekungan minyak yang belum dieksplorasi. Hanya saja, kebanyakan dari itu berlokasi di laut dalam (Indonesia deepwater development/IDD).
Mengutip Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Nanang Abdul Manaf, basin tersebut perlu dieksplorasi dengan teknologi baru. Investor asing bakal tertarik jika secara komersial layak dikembangkan.
“Potensi geologis yang sangat besar ini tidak dapat dipisahkan dari sisi komersial dan kebijakan fiskal yang ada, sehingga dapat menarik minat investor untuk melakukan eksplorasi,” ujarnya dalam pernyataan resmi, baru-baru ini.
Menurut IPA, proyeksi kebutuhan minyak pada 2025 sesuai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) mencapai 2 juta bph. Untuk mencapai target itu, perlu penemuan cadangan migas baru sebanyak 10 kali Lapangan Cepu atau investasi sebesar US$ 12 miliar.Meski eksplorasi dijalankan hari ini atau masuk program jangka pendek, hasilnya baru bisa dinikmati 5 hingga 10 tahun ke depan, karena prosesnya yang memang lama dan berbelit. Karenanya, harus dimulai dari sekarang.
NEXT
(ags/ags)