
Duh! Harga Komoditas RI Makin Suram, CPO-Batu Bara Parah
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
28 October 2019 10:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar komoditas global masih negatif. Hal ini membuat indeks harga komoditas ekspor RI suram.
Laporan Bank Indonesia (BI) yang dikutip Senin (28/10/2019) mengungkapkan ketegangan hubungan dagang AS dan China yang masih berlangsung menurunkan volume perdagangan dunia serta menekan harga komoditas.
Rilis data terbaru menunjukkan World Trade Volume (WTV) mengalami kontraksi yang lebih dalam yakni sebesar -0,6% (yoy) dibandingkan dengan rilis sebelumnya sebesar -0,4% (yoy).
Penurunan volume perdagangan terutama bersumber dari kinerja perdagangan emerging market Asia.
"Seiring dengan penurunan volume perdagangan, kegiatan produksi di berbagai negara juga menunjukkan penurunan. Prospek perdagangan global yang terus memburuk menyebabkan IMF kembali mengoreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan WTV (goods and services) tahun 2019 dan 2020," demikian tulis Laporan BI.
Indonesia sendiri mengalaminya. Sebagian besar komoditas ekspor Indonesia mengalami penurunan harga.
"Penurunan harga batu bara berpotensi lebih dalam akibat penurunan permintaan khususnya dari India dan Tiongkok, di tengah tingginya inventory dari produksi Tiongkok."
Penurunan permintaan India terjadi seiring dengan perlambatan ekonomi dan rencana penurunan impor India atas batu bara low calorie karena isu lingkungan.
Harga CPO juga berpotensi turun lebih dalam karena perbaikan permintaan yang tidak setinggi perkiraan meski pasokan menurun seiring dengan kekeringan sejumlah wilayah karena El Nino. Harga logam, kecuali nikel juga berpotensi menurun lebih dalam karena pelemahan permintaan.
"Sebaliknya, harga nikel diprakirakan meningkat karena pelarangan ekspor biji nikel Indonesia pada Januari 2020."
Sementara, harga minyak masih cenderung menurun. Permintaan minyak lebih rendah dari perkiraan semula seiring dengan pelemahan ekonomi global. Hal tersebut juga menyebabkan rendahnya permintaan investor untuk membeli minyak sebagai investasi.
Faktor sentimen dan perilaku risk off pelaku pasar turut menurunkan permintaan minyak sebagai aset. Potensi konflik yang terjadi di Selat Hormuz diprakirakan mampu menahan penurunan harga minyak lebih lanjut.
(dru) Next Article Tak Wangi Lagi! Baru Bara Anjlok 48,91%, Temen-temennya Juga
Laporan Bank Indonesia (BI) yang dikutip Senin (28/10/2019) mengungkapkan ketegangan hubungan dagang AS dan China yang masih berlangsung menurunkan volume perdagangan dunia serta menekan harga komoditas.
Rilis data terbaru menunjukkan World Trade Volume (WTV) mengalami kontraksi yang lebih dalam yakni sebesar -0,6% (yoy) dibandingkan dengan rilis sebelumnya sebesar -0,4% (yoy).
![]() |
Penurunan volume perdagangan terutama bersumber dari kinerja perdagangan emerging market Asia.
"Seiring dengan penurunan volume perdagangan, kegiatan produksi di berbagai negara juga menunjukkan penurunan. Prospek perdagangan global yang terus memburuk menyebabkan IMF kembali mengoreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan WTV (goods and services) tahun 2019 dan 2020," demikian tulis Laporan BI.
Indonesia sendiri mengalaminya. Sebagian besar komoditas ekspor Indonesia mengalami penurunan harga.
"Penurunan harga batu bara berpotensi lebih dalam akibat penurunan permintaan khususnya dari India dan Tiongkok, di tengah tingginya inventory dari produksi Tiongkok."
![]() |
Penurunan permintaan India terjadi seiring dengan perlambatan ekonomi dan rencana penurunan impor India atas batu bara low calorie karena isu lingkungan.
Harga CPO juga berpotensi turun lebih dalam karena perbaikan permintaan yang tidak setinggi perkiraan meski pasokan menurun seiring dengan kekeringan sejumlah wilayah karena El Nino. Harga logam, kecuali nikel juga berpotensi menurun lebih dalam karena pelemahan permintaan.
"Sebaliknya, harga nikel diprakirakan meningkat karena pelarangan ekspor biji nikel Indonesia pada Januari 2020."
Sementara, harga minyak masih cenderung menurun. Permintaan minyak lebih rendah dari perkiraan semula seiring dengan pelemahan ekonomi global. Hal tersebut juga menyebabkan rendahnya permintaan investor untuk membeli minyak sebagai investasi.
Faktor sentimen dan perilaku risk off pelaku pasar turut menurunkan permintaan minyak sebagai aset. Potensi konflik yang terjadi di Selat Hormuz diprakirakan mampu menahan penurunan harga minyak lebih lanjut.
(dru) Next Article Tak Wangi Lagi! Baru Bara Anjlok 48,91%, Temen-temennya Juga
Most Popular