
Internasional
Kerusuhan Tewaskan 18 Orang, Ribuan Massa Protes di Chili
Sefti Oktarianisa, CNBC Indonesia
24 October 2019 16:15

Jakarta, CNBC Indonesia- Ribuan orang protes di pusat ibu kota Chili, Santiago, dan sejumlah kota besar lainnya di negara itu, hari ini. Mereka turun ke jalan setelah kerusuhan pecah dalam demonstrasi yang berlangsung sehari sebelumnya dan menewaskan 18 orang.
Bukan hanya para pekerja, unjuk rasa juga diikuti para pekerja profesional bahkan pelajar. Mereka mengabaikan arahan Presiden Chili Sebastian Pinera untuk berhenti berdemo guna meredakan kekerasan.
"Protes kini sudah dimulai! Kita dengan keras dan jelas menyuarakan ini. Sudah cukup kenaikan-kenaikan dan penyelewengan," kata Gabungan Pekerja Chili yang mengkoordinasi aksi tersebut seperti yang ditulis AFP, Kamis (24/10/2019).
Para pengunjuk rasa juga membawa spanduk-spanduk kecaman pada pemerintah. "Chili telah bangkit," tulis poster yang dibawa para pengunjuk rasa. Untuk menekan massa, polisi bersiaga dengan membawa water cannon.
Chili merupakan negara yang relatif stabil dibanding wilayah Amerika Latin lain. Namun, semua itu berubah seiring meningkatnya kekerasan dalam demonstrasi yang dimulai sejak Jumat pekan lalu.
Militer bahkan mengumumkan diberlakukannya jam malam. Aturan ini sudah lima hari berlaku walau hanya enam jam saja.
Sebelumnya, seorang lelaki dan anak berusia empat tahun tewas saat seorang supir yang mabuk menabrakkan kendaraannya ke para demonstran. Tiga orang lain juga tewas karena dipukul oleh aparat kepolisian.
Kekerasan yang meningkat pada demonstrasi di Chili juga menyebabkan 269 orang terluka. Dari data Institusi HAM Nasional, 1900 orang ditangkap.
Sementara itu, Pinera meminta maaf pada situasi yang tengah terjadi. "Saya menyadari kekurangan ini," katanya.
Unjuk rasa sudah terjadi sejak 6 Oktober 2019. Demonstrasi terjadi setelah pemerintah mengumumkan kenaikan tarif transportasi sebesar US$ 1,17 untuk satu kali perjalanan.
Kenaikan harga BBM dan melemahnya peso menjadi penyebab. Meski termasuk negara kaya di Amerika Latin, kesenjangan antara si miskin dan si kaya di Chili sangat tinggi.
(sef/sef) Next Article Kala Karantina Corona Jadi Dilema di Latin Amerika
Bukan hanya para pekerja, unjuk rasa juga diikuti para pekerja profesional bahkan pelajar. Mereka mengabaikan arahan Presiden Chili Sebastian Pinera untuk berhenti berdemo guna meredakan kekerasan.
"Protes kini sudah dimulai! Kita dengan keras dan jelas menyuarakan ini. Sudah cukup kenaikan-kenaikan dan penyelewengan," kata Gabungan Pekerja Chili yang mengkoordinasi aksi tersebut seperti yang ditulis AFP, Kamis (24/10/2019).
![]() |
Chili merupakan negara yang relatif stabil dibanding wilayah Amerika Latin lain. Namun, semua itu berubah seiring meningkatnya kekerasan dalam demonstrasi yang dimulai sejak Jumat pekan lalu.
Militer bahkan mengumumkan diberlakukannya jam malam. Aturan ini sudah lima hari berlaku walau hanya enam jam saja.
Sebelumnya, seorang lelaki dan anak berusia empat tahun tewas saat seorang supir yang mabuk menabrakkan kendaraannya ke para demonstran. Tiga orang lain juga tewas karena dipukul oleh aparat kepolisian.
Kekerasan yang meningkat pada demonstrasi di Chili juga menyebabkan 269 orang terluka. Dari data Institusi HAM Nasional, 1900 orang ditangkap.
Sementara itu, Pinera meminta maaf pada situasi yang tengah terjadi. "Saya menyadari kekurangan ini," katanya.
Unjuk rasa sudah terjadi sejak 6 Oktober 2019. Demonstrasi terjadi setelah pemerintah mengumumkan kenaikan tarif transportasi sebesar US$ 1,17 untuk satu kali perjalanan.
Kenaikan harga BBM dan melemahnya peso menjadi penyebab. Meski termasuk negara kaya di Amerika Latin, kesenjangan antara si miskin dan si kaya di Chili sangat tinggi.
(sef/sef) Next Article Kala Karantina Corona Jadi Dilema di Latin Amerika
Most Popular