Mau Wujudkan Cita-cita Jokowi? RI Harus Tumbuh 9%!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 October 2019 17:46
Mau Wujudkan Cita-cita Jokowi? RI Harus Tumbuh 9%!
Presiden Joko Widodo (CNBC Indonesia/Aristya Rahadian Krisabella)
Jakarta, CNBC Indonesia - Joko Widodo (Jokowi) sudah resmi menjadi Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024. Dalam pidato pelantikan, Jokowi menegaskan bahwa Indonesia masih berada di jalan yang benar untuk mencapai cita-cita 2045.

"Mimpi kita, cita-cita kita di tahun 2045 pada satu abad Indonesia merdeka mestinya, Insya Allah, Indonesia telah keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah. Indonesia telah menjadi negara maju dengan pendapatan menurut hitung-hitungan Rp 320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan. Itulah target kita.

"Mimpi kita di tahun 2045, Produk Domestik Bruto Indonesia mencapai US$ 7 triliun. Indonesia sudah masuk 5 besar ekonomi dunia dengan kemiskinan mendekati nol persen. Kita harus menuju ke sana. Kita sudah hitung, sudah kalkulasi, target tersebut sangat masuk akal dan sangat memungkinkan untuk kita capai," papar Jokowi.



Menarik untuk disimak adalah keyakinan Jokowi bahwa Indonesia mampu keluar dari jebakan kelas menengah. Jebakan kelas menengah artinya suatu negara tidak mampu atau sangat sulit naik kelas dari negara berpendapatan menengah menjadi negara berpendapatan tinggi.

Bank Dunia pada Juli 2019 memperbarui klasifikasi negara berdasarkan pendapatan yaitu:



Menurut catatan Bank Dunia, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pada 2018 adalah US$ 3.932/tahun. Angka ini menandakan Indonesia masih berada di kelompok negara berpendapatan menengah-bawah.

Berdasarkan studi Bank Pembangunan Asia pada 2007, ada 19 negara yang terjebak dalam perangkap kelas menengah yaitu Botswana, Bulgaria. Kosta Rika, El Salvador, Guatemala, Honduras, Iran, Irak, Yordania, Lebanon, Meksiko, Peru, Panama, Rumania, Afrika Selatan, Suriah, Thailand, Tunisia, dan Turki. Negara-negara ini dinilai sulit untuk naik kelas melihat jejak rekam pendapatan mereka.

Apakah Indonesia akan bernasib sama dengan 19 negara tersebut? Apakah mimpi Jokowi mampu terwujud dalam perayaan 100 tahun kemerdekaan Indonesia?

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Bank Dunia dalam riset berjudul Indonesia: Avoiding the Trap terbitan 2014 menyebutkan bahwa Indonesia berpeluang untuk menghindari jebakan kelas menengah. Ini adalah target yang ambisius, tetapi bukan sesuatu yang mustahil. Untuk mewujudkannya, Indonesia mesti mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penciptaan lapangan kerja, dan menekan kesenjangan.

"Indonesia punya potensi untuk naik kelas dan menjadi negara makmur. Namun risiko terjebak di tengah juga sesuatu yang nyata," sebut laporan itu.

Bank Dunia menegaskan bahwa Indonesia butuh pertumbuhan ekonomi lebih dari 5% agar bisa naik kelas tidak lagi menjadi negara berpendapatan menengah. Untuk mencapai negara berpendapatan tinggi, misalnya US$ 12.000/tahun, Indonesia harus mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 9% per tahun sampai 2030.

"Laju pertumbuhan tersebut memang eksepsional kalau melihat tren pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5-6% saat ini. Untungnya, Indonesia bisa melakukan itu dengan berbagai upaya reformasi," tulis laporan Bank Dunia.




(BERLANJUT KE HALAMAN 3)



Menurut Bank Dunia, setidaknya ada empat faktor yang akan menentukan nasib Indonesia yaitu kebijakan demografi, tren urbanisasi, harga komoditas, dan perkembangan di China. Jika keempatnya mendukung, maka Indonesia akan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi sehingga terhindari dari jebakan kelas menengah.

Untuk faktor yang pertama, Indonesia boleh dibilang beruntung karena punya angkatan kerja yang melimpah. "Dalam kurun 2013-2020, populasi angkatan kerja Indonesia akan mencapai 189 juta. Ini bisa menjadi aset yang sangat berharga apabila mereka terdidik dengan baik dan cakap dalam penguasaan teknologi informasi. Dengan kebijakan yang tepat untuk memanfaatkan potensi ini, Indonesia akan menikmati bonus demografi," tulis laporan Bank Dunia.

Kedua adalah urbanisasi. Bank Dunia mencatat laju urbanisasi Indonesia adalah salah satu yang tercepat di dunia, mencapai 4% per tahun. Pada 2025, 68% populasi Indonesia diperkirakan tinggal di perkotaan.

"Kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah bagaimana menghubungkan kota-kota ini dan menghubungkan kota dengan desa agar menciptakan pusat-pusat ekonomi baru yang menarik investasi. Dengan demikian, lapangan kerja dan kemakmuran dapat tercapai. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur menjadi sangat penting," papar laporan Bank Dunia.

Ketiga adalah harga komoditas. Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam, dan itu bisa menjadi modal untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Harga komoditas yang tinggi akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut terangkat, seperti yang terjadi pada 2010-2011. Namun ketika harga komoditas jatuh, pertumbuhan ekonomi nasional ikut melambat seperti yang terjadi saat ini.

Harga Batu Bara dan CPO (Refinitiv)

Oleh karena itu, Bank Dunia menggarisbawahi bahwa Indonesia perlu mengembangkan industri manufaktur yang mengolah sumber daya alam untuk menciptakan nilai tambah. Bahan bakunya sudah ada, tinggal membangun industri untuk mengolahnya.

"Apabila ada upaya reformasi untuk menghilangkan berbagai hambatan di sektor manufaktur, maka Indonesia tidak akan lagi terlalu bergantung kepada komoditas," tegas laporan Bank Dunia.

Kemudian faktor keempat adalah perkembangan di China. Suka tidak suka, mau tidak mau, China adalah negara penting bagi Indonesia. Negeri Tirai Bambu adalah mitra dagang utama Indonesia.



Pada 2018, PDB per kapita di China adalah US$ 9.770,8/tahun. China sudah menjadi negara berpendapatan menengah-atas, sehingga era upah murah sudah berakhir.

"Upah nominal di China tumbuh rata-rata 15%/tahun sejak 2001, yang membuat Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam hal industri padat karya. Ini bisa membuat investor melirik Indonesia untuk investasi di sektor manufaktur," sebut laporan Bank Dunia.

Well, pekerjaan rumah untuk menghindari jebakan kelas menengah ternyata tidak mudah. Mimpi Jokowi bukannya mustahil, tetapi bukan juga tugas gampang.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular