
Mau Wujudkan Cita-cita Jokowi? RI Harus Tumbuh 9%!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 October 2019 17:46

Menurut Bank Dunia, setidaknya ada empat faktor yang akan menentukan nasib Indonesia yaitu kebijakan demografi, tren urbanisasi, harga komoditas, dan perkembangan di China. Jika keempatnya mendukung, maka Indonesia akan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi sehingga terhindari dari jebakan kelas menengah.
Untuk faktor yang pertama, Indonesia boleh dibilang beruntung karena punya angkatan kerja yang melimpah. "Dalam kurun 2013-2020, populasi angkatan kerja Indonesia akan mencapai 189 juta. Ini bisa menjadi aset yang sangat berharga apabila mereka terdidik dengan baik dan cakap dalam penguasaan teknologi informasi. Dengan kebijakan yang tepat untuk memanfaatkan potensi ini, Indonesia akan menikmati bonus demografi," tulis laporan Bank Dunia.
Kedua adalah urbanisasi. Bank Dunia mencatat laju urbanisasi Indonesia adalah salah satu yang tercepat di dunia, mencapai 4% per tahun. Pada 2025, 68% populasi Indonesia diperkirakan tinggal di perkotaan.
"Kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah bagaimana menghubungkan kota-kota ini dan menghubungkan kota dengan desa agar menciptakan pusat-pusat ekonomi baru yang menarik investasi. Dengan demikian, lapangan kerja dan kemakmuran dapat tercapai. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur menjadi sangat penting," papar laporan Bank Dunia.
Ketiga adalah harga komoditas. Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam, dan itu bisa menjadi modal untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Harga komoditas yang tinggi akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut terangkat, seperti yang terjadi pada 2010-2011. Namun ketika harga komoditas jatuh, pertumbuhan ekonomi nasional ikut melambat seperti yang terjadi saat ini.
Oleh karena itu, Bank Dunia menggarisbawahi bahwa Indonesia perlu mengembangkan industri manufaktur yang mengolah sumber daya alam untuk menciptakan nilai tambah. Bahan bakunya sudah ada, tinggal membangun industri untuk mengolahnya.
"Apabila ada upaya reformasi untuk menghilangkan berbagai hambatan di sektor manufaktur, maka Indonesia tidak akan lagi terlalu bergantung kepada komoditas," tegas laporan Bank Dunia.
Kemudian faktor keempat adalah perkembangan di China. Suka tidak suka, mau tidak mau, China adalah negara penting bagi Indonesia. Negeri Tirai Bambu adalah mitra dagang utama Indonesia.
Pada 2018, PDB per kapita di China adalah US$ 9.770,8/tahun. China sudah menjadi negara berpendapatan menengah-atas, sehingga era upah murah sudah berakhir.
"Upah nominal di China tumbuh rata-rata 15%/tahun sejak 2001, yang membuat Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam hal industri padat karya. Ini bisa membuat investor melirik Indonesia untuk investasi di sektor manufaktur," sebut laporan Bank Dunia.
Well, pekerjaan rumah untuk menghindari jebakan kelas menengah ternyata tidak mudah. Mimpi Jokowi bukannya mustahil, tetapi bukan juga tugas gampang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru)
Untuk faktor yang pertama, Indonesia boleh dibilang beruntung karena punya angkatan kerja yang melimpah. "Dalam kurun 2013-2020, populasi angkatan kerja Indonesia akan mencapai 189 juta. Ini bisa menjadi aset yang sangat berharga apabila mereka terdidik dengan baik dan cakap dalam penguasaan teknologi informasi. Dengan kebijakan yang tepat untuk memanfaatkan potensi ini, Indonesia akan menikmati bonus demografi," tulis laporan Bank Dunia.
Kedua adalah urbanisasi. Bank Dunia mencatat laju urbanisasi Indonesia adalah salah satu yang tercepat di dunia, mencapai 4% per tahun. Pada 2025, 68% populasi Indonesia diperkirakan tinggal di perkotaan.
Ketiga adalah harga komoditas. Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam, dan itu bisa menjadi modal untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Harga komoditas yang tinggi akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut terangkat, seperti yang terjadi pada 2010-2011. Namun ketika harga komoditas jatuh, pertumbuhan ekonomi nasional ikut melambat seperti yang terjadi saat ini.
![]() |
Oleh karena itu, Bank Dunia menggarisbawahi bahwa Indonesia perlu mengembangkan industri manufaktur yang mengolah sumber daya alam untuk menciptakan nilai tambah. Bahan bakunya sudah ada, tinggal membangun industri untuk mengolahnya.
"Apabila ada upaya reformasi untuk menghilangkan berbagai hambatan di sektor manufaktur, maka Indonesia tidak akan lagi terlalu bergantung kepada komoditas," tegas laporan Bank Dunia.
Kemudian faktor keempat adalah perkembangan di China. Suka tidak suka, mau tidak mau, China adalah negara penting bagi Indonesia. Negeri Tirai Bambu adalah mitra dagang utama Indonesia.
Pada 2018, PDB per kapita di China adalah US$ 9.770,8/tahun. China sudah menjadi negara berpendapatan menengah-atas, sehingga era upah murah sudah berakhir.
"Upah nominal di China tumbuh rata-rata 15%/tahun sejak 2001, yang membuat Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam hal industri padat karya. Ini bisa membuat investor melirik Indonesia untuk investasi di sektor manufaktur," sebut laporan Bank Dunia.
Well, pekerjaan rumah untuk menghindari jebakan kelas menengah ternyata tidak mudah. Mimpi Jokowi bukannya mustahil, tetapi bukan juga tugas gampang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular