
Sri Mulyani Sikat Tanpa Ampun Importir Nakal, Ini Ceritanya

Para pengusaha tekstil ini akhirnya diundang ke Istana pada 16 September 2019 lalu, mengadu ke Presiden Jokowi soal nasib industri tekstil yang sedang tak menentu karena banjir kain impor.
Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk mengecek ke lapangan soal kondisi terkini dugaan banjir impor tekstil terutama dari pintu pemasukan seperti Pusat Logistik Berikat (PLB).
Hasilnya, soal dugaan banjir impor tekstil karena adanya PLB, berdasarkan hasil temuan di lapangan, jauh dari dugaan. Pasalnya, dari jumlah impor barang TPT melalui PLB kontribusinya sangat kecil yakni hanya 4,1% dari total impor nasional pada tahun 2019 yang termasuk impor umum, impor kawasan berikat, dan impor dari PLB.
Berselang 10 hari setelah blusukan di PLB, Sri Mulyani pada 14 Oktober mengumumkan tindakan pemblokiran dan pencabutan izin para importir nakal, termasuk sebagian kecil yang beroperasi di PLB. Tindakan itu juga berlaku pada pencabutan perusahaan pengelola PLB yang dianggap melanggar ketentuan, mulai dari perpajakan, kepabeanan, hingga ketentuan perdagangan.
Sehari setelahnya, pada 15 Oktober 2019, Sri Mulyani bertemu dengan Jokowi di Istana. Ia juga menggelar rapat dengan Mensesneg Pratikno, salah satu agendanya soal aksinya memberangus para importir nakal antara lain dari pelaku usaha tekstil. Kini para pengusaha tekstil sedikit bernapas lega.
Sri Mulyani menindak tegas para imprtir nakal termasuk pengelola PLB, antara lain:
1. Pemblokiran terhadap 17 importir PLB (4 Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan 13 non-TPT) dan 92 importir non-PLB (TPT) dikarenakan tidak patuh menyampaikan SPT (SPT masa PPN dan SPT PPh tahunan).
2. Pemblokiran terhadap 27 importir PLB (9 TPT, 2 besi baja, dan 16 lainnya) dan 186 importir non-PLB (TPT) dikarenakan pelanggaran eksistensi, responsibility, nature of business, auditability, atau tidak aktif.
3. Pencabutan dan pembekuan izin PLB terhadap 8 PLB dan 5 importir PLB (TPT) dikarenakan pelanggaran eksistensi, responsibility, nature of business, auditability, atau tidak aktif.
PLB termasuk kawasan Pabean yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea clan Cukai. Masing-masing PLB punya pengelola atau penyelenggara, yang dapat dapat kemudahan pelayanan kepabeanan mulai dari izin hingga pelayanan bea cukai.
"Kami cabut izin ada 5 PLB, dibekukan ada 3," kata Sri Mulyani di Kantor Ditjen Pajak, Senin (14/10)
Pencabutan dab pembekuan izin PLB-PLB tersebut karena sudah dianggap melakukan pelanggaran berat. Kemenkeu telah mengidentifikasi bahwa pelanggaran-pelanggaran terkait kegiatan di PLB termasuk oleh para importir PLB mencakup pelanggaran di kepabeanan, perpajakan, hingga tata niaga perdagangan.
4. Pemblokiran terhadap 1 importir PLB API-P khusus TPT dikarenakan menjual bahan baku tanpa diproduksi terlebih dahulu.
5. Pemblokiran terhadap 3 IKM fiktif di PLB.
6. Pemblokiran terhadap 2 importir PLB API-U dikarenakan barang tidak sampai di tujuan dan akan dilakukan investigasi lebih lanjut.
Sri Mulyani mengeluarkan perintah kepada seluruh jajaran untuk melakukan pengawasan dan penindakan dalam rangka penertiban TPT dan PLB.
Yaitu antara lain pertama, peningkatan kegiatan intelijen, kedua peningkatan kegiatan pemeriksaan lapangan, ketiga, penerapan risk management, dan keempat, peningkatan sinergi dalam investigasi/joint analysis antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).Juga dilakukan penyempurnaan kebijakan terkait PLB juga akan dilakukan melalui revisi Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Pusat Logistik Berikat, antara lain:
1. Dilakukan pemeriksaan fisik dan dokumen atas importasi melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) berdasarkan Manajemen Risiko;
2. Penerapan Risk Engine Pemeriksaan Fisik;
3. Persyaratan Profil Risiko tertentu;
4. Kewajiban cek eksistensi;
5. Pemberian akses IT Inventory dan CCTV kepada DJP; dan
6. Penyampaian hasil audit kepabeanan kepada DJP.
Juga dilakukan penyempurnaan kebijakan akan terus dilakukan dengan substansi usulan revisi Peraturan Menteri terkait, antara lain:
1. TPT Hulu dan Antara
a. Penggabungan komoditi kelompok A dan kelompok B menjadi satu kelompok dan persyaratan tata niaganya hanya berupa Persetujuan Impor (PI) dan kuota saja; dan
b. Penghapusan persyaratan laporan surveyor dan diusulkan diganti oleh pemeriksaan petugas bea cukai secara manajemen risiko.
2. TPT Hilir
a. Importasi TPT Hilir diperketat dengan persyaratan PI dan kuota sama seperti sektor hulu dan antara dengan tujuan kesetaraan atau harmonisasi tata niaga hulu – hilir;
b. Importasi TPT Hilir hanya boleh melalui pelabuhan tertentu saja;
c. Importasi TPT Hilir tidak memerlukan persyaratan LS dan diusulkan diganti oleh pemeriksaan petugas BC secara manajemen risiko; dan
d. Pengurangan batasan barang kiriman garment semula 10 pcs menjadi 5 pcs untuk mengurangi ekses penertiban impor borongan yang berpindah ke barang kiriman.
(hoi/hoi) Next Article Siap-Siap! Bea Cukai Sebar Intel Buat Bidik Importir Nakal