
Jurus Tanpa Ampun Sri Mulyani Sikat Para Importir Nakal

Presiden Jokowi pun langsung merespons, ia memerintahkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk mengecek ke lapangan soal kondisi terkini dugaan banjir impor tekstil terutama dari pintu pemasukan seperti Pusat Logistik Berikat (PLB).
Pada 4 Oktober 2019, Sri Mulyani blusukan ke PLB, Sunter, Jakarta Utara. Ia mengatakan, kedatanganya ke PLB tersebut atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memastikan kebenaran soal informasi apakah klaim banjir impor tekstil dan produk tekstil (TPT) melalui PLB yang dikeluhkan pengusaha tekstil.
Hasilnya, soal dugaan banjir impor tekstil karena adanya PLB, berdasarkan hasil temuan di lapangan, jauh dari dugaan. Pasalnya, dari jumlah impor barang TPT melalui PLB kontribusinya sangat kecil yakni hanya 4,1% dari total impor nasional pada tahun 2019 yang termasuk impor umum, impor kawasan berikat, dan impor dari PLB.
Namun, berselang 10 hari setelah blusukan di PLB, Sri Mulyani pada 14 Oktober mengumumkan tindakan pemblokiran dan pencabutan izin para importir nakal, termasuk sebagian kecil yang beroperasi di PLB. Tindakan itu juga berlaku pada pencabutan perusahaan pengelola PLB yang dianggap melanggar ketentuan, mulai dari perpajakan, kepabeanan, hingga ketentuan perdagangan.
Sehari setelahnya, pada 15 Oktober 2019, Sri Mulyani bertemu dengan Jokowi di Istana. Ia juga menggelar rapat dengan Mensesneg Pratikno, salah satu agendanya soal aksinya memberangus para importir nakal antara lain dari pelaku usaha tekstil.
"Mau bahas tekstil kemarin," jelas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Berikut langkah Sri Mulyani dalam penertiban importir dan pengelola PLB nakal terkait industri tekstil:
Beberapa keputusan tegas diambil Sri Mulyani antara lain:
1. Pemblokiran terhadap 17 importir PLB (4 Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan 13 non-TPT) dan 92 importir non-PLB (TPT) dikarenakan tidak patuh menyampaikan SPT (SPT masa PPN dan SPT PPh tahunan).
2. Pemblokiran terhadap 27 importir PLB (9 TPT, 2 besi baja, dan 16 lainnya) dan 186 importir non-PLB (TPT) dikarenakan pelanggaran eksistensi, responsibility, nature of business, auditability, atau tidak aktif.
3. Pencabutan dan pembekuan izin PLB terhadap 8 PLB dan 5 importir PLB (TPT) dikarenakan pelanggaran eksistensi, responsibility, nature of business, auditability, atau tidak aktif.
4. Pemblokiran terhadap 1 importir PLB API-P khusus TPT dikarenakan menjual bahan baku tanpa diproduksi terlebih dahulu.
5. Pemblokiran terhadap 3 IKM fiktif di PLB.
6. Pemblokiran terhadap 2 importir PLB API-U dikarenakan barang tidak sampai di tujuan dan akan dilakukan investigasi lebih lanjut.
"Kami cabut izin ada 5 PLB, dibekukan ada 3," kata Sri Mulyani di Kantor Ditjen Pajak, Senin (14/10)
Pencabutan dab pembekuan izin PLB-PLB tersebut karena sudah dianggap melakukan pelanggaran berat. Kemenkeu telah mengidentifikasi bahwa pelanggaran-pelanggaran terkait kegiatan di PLB termasuk oleh para importir PLB mencakup pelanggaran di kepabeanan, perpajakan, hingga tata niaga perdagangan.
"Ada 8 PLB yang kita cabut atau bekukan. 8 PLB ini 1 untuk TPT (tekstil dan produk tekstil) dan 7 non TPT," katanya. Sri Mulyani mengeluarkan perintah kepada seluruh jajaran untuk melakukan pengawasan dan penindakan dalam rangka penertiban TPT dan PLB.
Yaitu antara lain pertama, peningkatan kegiatan intelijen, kedua peningkatan kegiatan pemeriksaan lapangan, ketiga, penerapan risk management, dan keempat, peningkatan sinergi dalam investigasi/joint analysis antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Juga dilakukan penyempurnaan kebijakan terkait PLB juga akan dilakukan melalui revisi Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Pusat Logistik Berikat, antara lain:
1. Dilakukan pemeriksaan fisik dan dokumen atas importasi melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) berdasarkan Manajemen Risiko;
2. Penerapan Risk Engine Pemeriksaan Fisik;
3. Persyaratan Profil Risiko tertentu;
4. Kewajiban cek eksistensi;
5. Pemberian akses IT Inventory dan CCTV kepada DJP; dan
6. Penyampaian hasil audit kepabeanan kepada DJP.
Juga dilakukan penyempurnaan kebijakan akan terus dilakukan dengan substansi usulan revisi Peraturan Menteri terkait, antara lain:
1. TPT Hulu dan Antara
a. Penggabungan komoditi kelompok A dan kelompok B menjadi satu kelompok dan persyaratan tata niaganya hanya berupa Persetujuan Impor (PI) dan kuota saja; dan
b. Penghapusan persyaratan laporan surveyor dan diusulkan diganti oleh pemeriksaan petugas bea cukai secara manajemen risiko.
2. TPT Hilir
a. Importasi TPT Hilir diperketat dengan persyaratan PI dan kuota sama seperti sektor hulu dan antara dengan tujuan kesetaraan atau harmonisasi tata niaga hulu – hilir;
b. Importasi TPT Hilir hanya boleh melalui pelabuhan tertentu saja;
c. Importasi TPT Hilir tidak memerlukan persyaratan LS dan diusulkan diganti oleh pemeriksaan petugas BC secara manajemen risiko; dan
d. Pengurangan batasan barang kiriman garment semula 10 pcs menjadi 5 pcs untuk mengurangi ekses penertiban impor borongan yang berpindah ke barang kiriman.
(hoi/hoi) Next Article Siap-Siap! Bea Cukai Sebar Intel Buat Bidik Importir Nakal