Berbagi Jatah? Kabinet Kerja Jilid II Bakal Ramai Politisi

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
14 October 2019 09:45
Berbagi Jatah? Kabinet Kerja Jilid II Bakal Ramai Politisi
Foto: Sidang Kabinet Paripurna tentang Rancangan Undang-undang Beserta Nota Keuangan RAPBN Tahun 2020 di Istana Negara (CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tinggal hitungan hari, Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden RI periode 2019 - 2024 setelah memenangkan pemilihan umum (Pemilu) 2019.

Wajah menteri kabinet Jokowi - Ma'ruf pun menjadi salah satu topik yang panas diperbincangkan khalayak dalam beberapa bulan terakhir. Sudah dapat dipastikan, akan ada perubahan secara besar-besaran di tubuh kabinet pemerintahan.

Mulai dari kemungkinan adanya pembentukan nomneklatur baru, penambahan posisi wakil menteri di sejumlah kementerian untuk 'mengakomodir' nama dari partai pendukung, hingga hadirnya sejumlah nama baru.

CNBC Indonesia pun merangkum warna baru dari tubuh kabinet Jokowi - Ma'ruf, berdasarkan sumber, pernyataan pejabat, maupun politisi dalam beberapa minggu terakhir. Berikut cerita lengkapnya :

Gemuknya 'Jatah Politisi'
Wacana penambahan posisi wakil menteri di sejumlah kementerian bukanlah isapan jempol semata. Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto pernah melontarkan rencana ini ke publik.

"Bukan dalam konteks bagi-bagi portofolio," kata Hasto, kala itu yang sekaligus menekankan bahwa wacana ini bukan isyarat bagi-bagi kue.

Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojuddin Abbas berpendapat Jokowi dan PDIP bakal memperbanyak jumlah posisi wakil menteri, lantaran pos wakil menteri bisa mengakomodir kebutuhan politik.

"Apalagi, PDIP sedang berupaya betul menjalankan politik gotong royong. Terjemahan 'gotong royong' dalam politik adalah akomodasi dan bagi-bagi kekuasaan," kata Sirojuddin, dikutip CNN Indonesia.

Pasangan Jokowi - Ma'ruf sendiri disokong sejumlah partai politik pada Pilpres 2019 lalu. Di antaranya, PDIP, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) PPP, NasDem, Hanura, Perindo, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan PKPI.

Namun, jumlah partai yang mendukung Jokowi di pemerintahan bisa bertambah jika melihat dinamika yang berkembang. Salah satunya Gerindra dan Demokrat yang mengaku sudah berbincang dengan internal partai pengusaha.

Isyarat kedua partai tersebut bergabung ke koalisi pemerintahan pun semakin kuat, saat Jokowi melakukan pertemuan internal dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Istana Merdeka pekan lalu.

"Karena di Indonesia gak ada oposisi. Bisa dikatakan. Baik, mesra," jelas Prabowo

Dari Gerindra, sejauh ini terdapat tiga nama yang mencuat menjadi calon menteri, yaitu Sandiaga dan dua wakil ketua umum partai, yakni Fadli Zon dan Edhy Prabowo. Sementara dari Demokrat, mencuat nama Agus Harimurthi Yudhoyono (AHY).

Jokowi sendiri mengaku telah merampungkan susunan kabinet di periode kedua pemerintahannya. Namun, struktur kabinet ditegaskan masih bisa berubah seiring dinamika yang terjadi.
Sejumlah kementerian baru dikabarkan akan dibentuk seiring sejumlah tantangan di sektor investasi, perdagangan dan digitalisasi.

Salah satu kementerian yang akan diubah adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Menurut sumber CNBC Indonesia, nomenklatur kementerian itu akan diubah.

"Kemenko Kemaritiman akan menjadi Kemenko Kemaritiman dan Investasi. Nantinya seluruh investasi akan terpusat di bawah kendali Menko Maritim dan Investasi," ungkapnya, pekan lalu.

Kemudian, salah satu direktorat jenderal di Kementerian Perdagangan akan dilebur ke dalam Kementerian Luar Negeri. Sementara itu, akan ada pula Kementerian Ekonomi Digital.

Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Sri Adiningsih mengatakan saat ini perkembangan digital tergolong pesat di Indonesia. Sedangkan negara lain sudah terlebih dahulu memiliki kementerian yang bertugas mengembangkan digitalisasi.

"Saat ini perizinan digital terpisah-pisah. Kementerian digital diharapkan bisa mengakomodir semua perkembangan digital dari proses awal hingga regulasi," kata dia, beberapa waktu lalu.

Jokowi bahkan pernah berulang kali memunculkan sinyal untuk merombak nomenklatur kementerian. Kepala negara mengaku kecewa dengan kinerja sejumlah kementerian dalam menghadapi dinamika yang terjadi di global. Jokowi sendiribmemastikan susunan anggota kabinet di periode kedua pemerintahannya bersama Ma'ruf Amin akan diisi oleh orang Papua. Salah satu nama yang mencuat, adalah Bahlil Lahaladia.

Hal tersebut dikemukakan Jokowi usai menerima perwakilan siswa sekolah dasar Jayapura dan Asmat, Provinsi Papua di Istana Merdeka, kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.

"Saya pastikan ada. Saya pastikan ada," kata Jokowi, Jumat (11/10/2019).

Meski demikian, Jokowi masih menutup rapat-rapat orang Papua yang akan mengisi jajaran kabinet. Ketika disinggung mengenai jumlah, Jokowi menegaskan masih mengkalkulasi.

Jokowi pun memastikan bahwa susunan kabinet sudah final. Meski demikian, masih terbuka kemungkinan adanya perubahan formasi kabinet jelang detik-detik akhir sebelum pengumuman.

"Mungkin ada pertimbangan, masih bisa," kata Jokowi

Jokowi pun tak memungkiri, pertimbangan perubahan susunan kabinet muncul pasca melakukan pertemuan dengan Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jokowi mengamini pertanyaan awak media perihal hal ini.

Sebagai informasi, bekas Ketua Umum Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahaladia pernah disinggung oleh Jokowi beberapa waktu lalu. Pengusaha asal Papua itu dianggap cocok jadi menteri.

"Saya melihat adinda Bahlil ini kelihatannya cocok jadi menteri. Saya lihat dari samping, saya lihat dari bawah ke atas, cocok ini kelihatannya. Pinter membawa suasana dan juga ya sangat cerdas. Jadi nanti kalau beliau ini terpilih, enggak usah kaget," kata Jokowi

Bahlil Lahaladia hanyalah satu di antara sekian nama yang dipertimbangkan. Bukan tidak mungkin, akan ada calon menteri atau wakil menteri yang berasal dari kalangan oposisi yang selama ini bersebrangan dengan pemerintah.

Dari Gerindra, sejauh ini terdapat tiga nama yang mencuat menjadi calon menteri, yaitu Sandiaga dan dua wakil ketua umum partai, yakni Fadli Zon dan Edhy Prabowo. Sementara dari Demokrat, mencuat nama Agus Harimurthi Yudhoyono (AHY).

Segemuk Apa Kabinet Jokowi Nanti?

Omong-omong, segemuk apa kabinet kita saat ini dan nantinya jika ada tambahan kursi wamen? Tim Riset CNBC Indonesia mengulasnya dengan mengacu pada data terkini jumlah menteri (dan wakil menteri) di negara-negara Asia Tenggara.

Berdasarkan data yang dikompilasi dari sumber pemberitaan dan sumber resmi pemerintahan tiap negara di Asia Tenggara, Indonesia saat ini menjadi negara dengan jumlah menteri yang terbanyak, yakni 34 menteri. Malaysia berada di posisi kedua dengan jumlah 27 orang menteri.

Penghitungan menteri tersebut juga memasukkan jabatan perdana menteri. Demikian juga dengan menteri koordinator yang juga dimiliki beberapa negara, termasuk di Indonesia (empat menko).

Untuk memudahkan pembandingan-mengingat keberadaan sistem presidensial dan parlementer diterapkan di antara negara-negara di Asia Tenggara, kami hanya memasukkan jumlah menteri dan tak memasukkan pejabat setingkat menteri.

Meski jumlah menterinya lebih sedikit dari Indonesia, Malaysia memiliki jumlah wamen lebih banyak, yakni 25 orang. Total ada 52 menteri dan wamen di Malaysia. Dengan kata lain, hampir semua departemen atau kementerian di Malaysia memiliki wamen (Deputy Minister).

Saat ini, Indonesia hanya memiliki total 37 menteri dan wamen. Dengan demikian, jika Jokowi menambah jumlah wamen hingga menjadi menjadi 18 orang, dia menjadikan jumlah personel Kabinet Kerja periode II bakal segembrot di Malaysia sekarang.

Namun, jikapun jumlah personel di kabinet Jokowi nantinya mencapai 52 orang (34 menteri dan 18 wamen), kondisi ini masih lebih baik dari India. Negeri Bollywood tersebut saat ini memiliki 58 orang menteri (termasuk menteri muda dan wamen), menjadi yang terbanyak di dunia.

Sebaliknya, Swiss menjadi negara dengan jumlah kementerian paling sedikit, dengan hanya ada tujuh departemen yang dipimpin tujuh orang. Namun, produk domestik bruto (PDB) Swiss saat ini mencapai US$ 80.189,7 per kapita (2017), jauh meninggalkan Indonesia yang hanya US$3.846,9 pada periode sama.

Artinya, kabinet gembrot (apalagi jika merupakan hasil politik dagang sapi) tak berkorelasi positif terhadap kinerja ekonomi. Korelasi positif yang terjadi hanyalah berupa pembengkakan anggaran negara untuk membiayai pejabat baru.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular