Ada Isu Duo Mentan-Mendag Dicopot, Seperti Apa Rapornya?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 April 2021 13:46
[DALAM] Reshuffle Menteri Jokowi-Maruf
Foto: CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar bahwa Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bakal melakukan kocok ulang (reshuffle) anggota kabinetnya semakin santer terdengar. Banyak yang mulai menebak-nebak nama-nama yang akan dicopot Jokowi dari kursi menterinya. 

Isu reshuffle semakin mencuat setelah DPR menyetujui penggabungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Selain itu DPR juga menyetujui pembentukan kementerian baru yaitu Kementerian Investasi. 

Di jajaran kursi menteri Bambang Brodjonegoro yang saat ini menjadi menristek disebut akan pamit. Sementara untuk kementerian investasi, kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi yang dijagokan untuk menduduki kursi menteri investasi. 

Akhir tahun lalu tepatnya setelah resmi menjabat satu tahun Jokowi memutuskan untuk melakukan reshuffle. Enam menteri dicopot dan digantikan dengan wajah baru. Baru satu kuartal berselang, isu perombakan kabinet terdengar lagi. 

Lantas siapakah sebenarnya yang bakal dipensiunkan oleh RI-1?

Pandemi Covid-19 dan resesi membuat ekonomi menjadi sorotan banyak pihak. Semua mata kini tertuju pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan kementerian terkait. 

Melansir CNN Indonesia, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menyebut nama tiga menteri yang berpotensi dicopot yakni Ida Fauziyah sebagai Menteri Tenaga Kerja karena dianggap tak berpihak pada buruh saat pembuatan UU Cipta Kerja. 

Dua nama lainnya adalah Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi karena terkait dengan polemik rencana impor beras. Nama Muhammad Lutfi juga disebut oleh ekonom Piter Abdullah selaku direktur Center of Reform on Economics (CORE). 

Alasan Piter menyebut Muhammad Lutfi adalah karena kinerjanya yang biasa-biasa saja dan tak menonjol. Sebenarnya kalau dihitung-hitung Mendag Lutfi belum lama menjabat karena baru menggantikan Agus Suparmanto akhir tahun lalu. Ia sendiri merupakan bagian dari reshuffle Jokowi pada termin pertama. 

Selain Menteri Perdagangan, nama Agus Gumiwang Kartasasmita juga dinilai tak memiliki terobosan yang berarti sehingga berpotensi dicopot. Sebenarnya kalau dilihat-lihat, nama-nama menteri yang disebut dua ekonom tadi kinerjanya juga cenderung biasa-biasa saja.

Berdasarkan survei yang dilakukan LSI, Mentan Syahrul Yasin Limpo berada di peringkat ke-12 dengan total kepuasan mencapai 54%. Selanjutnya ada nama Mendag Muhammad Lutfi di peringkat ke-27 dengan tingkat kepuasan total sebesar 49%. 

Barulah disusul oleh Menaker Ida Fauziyah di peringkat ke-31 dan Menperin Agus Gumiwang dengan kepuasan total masing-masing sebesar 46%.

Cek Survei Kepuasan Terhadap Kinerja Menteri di Bawah ini dan bersambung ke Halaman Selanjutnya

Melihat nama-nama tersebut sering diisukan menjadi yang bakal dicopot, sebenarnya seperti apakah sepak terjangnya?

Dalam mengevaluasi kinerja para menteri tentu haruslah mengacu pada banyak hal terutama dilihat dari kacamata tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Selain itu ketercapaian dari target yang disasar hingga efisiensi penggunaan anggaran harus dipertimbangkan. 

Namun mari tengok saja dari yang konkret. Mendag dan Mentan adalah dua posisi menteri yang seharusnya mesra. Keduanya mengemban tugas yang saling berkaitan terutama terkait dengan menjaga stabilitas harga, kebijakan ekspor dan impor hingga kemandirian pangan. 

Jelas bukan tugas yang remeh-temeh. Mantan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo di awal-awal pelantikannya sebagai Mentan pernah berjanji akan memberantas mafia pertanian yang sering bermain-main dibalik kuota impor. 

Setahun lebih menjabat sebagai Mentan memang ekspor melonjak tajam sampai ke Rp 451 triliun atau tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Namun di saat yang sama RI juga masih kebanjiran impor berbagai komoditas pangan. 

Sebagai contoh adalah jagung, kedelai dan gandum yang diimpor sebanyak 14,6 juta ton sepanjang Januari-September 2020. Belum lagi baru-baru ini ada wacana bahwa pemerintah akan membuka keran impor untuk beras. 

Biasanya bulan Februari-April ditandai dengan adanya panen raya. Namun kondisi hujan lebat dan cuaca ekstrem yang memicu banjir di mana-mana menjadi ancaman terutama terkait gagal panen. 

Hanya saja ketergantungan pada kebijakan impor juga tidak menyelesaikan masalah. Seringkali petani menjadi korban dari derasnya banjir impor yang membuat harga anjlok. Ini adalah penyakit kronis yang sukar disembuhkan selama bertahun-tahun. 

Di sisi lain koordinasi antara Kementerian terutama pertanian dan perdagangan pun belum 'nendang'. Bahkan sejak duet Syahrul-Agus Suparmanto juga kurang greget. Beberapa kali konsumen dihadapkan dengan tingginya harga bawang merah akibat banjir tahun lalu.

Namun respons kebijakan yang cenderung lambat membuat harga terbang tinggi dan bertahan lama. Hal yang sama juga terjadi pada kasus gula. Harga gula bahkan sampai tembus Rp 18.000/kg. Padahal di tingkat eceran pemerintah hanya memperbolehkan harga jual eceran tertingginya di Rp 12.500/kg.

Kini pasangan sudah berganti, kasus serupa juga masih terulang. Saat musim hujan menghadang harga cabai beterbangan. Parahnya harga cabai rawit yang dalam kondisi normal bisa diperoleh dengan Rp 20.000/kg kemarin sempat naik ke Rp 100.000/kg. 

Kondisi cuaca ekstrem hingga pandemi Covid-19 yang belum berakhir sebenarnya sudah diperingatkan oleh banyak ekonom akan ancaman krisis pangan. Terbatasnya pasokan akibat kondisi yang tak mendukung hingga aktivitas pertanian yang terganggu akan membuat harga melambung. 

Di saat yang sama resesi ekonomi yang membuat daya beli tergerus membuat kondisi semakin buruk. Bagi masyarakat dengan penghasilan rendah tentu saja ini menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup mereka. 

Seharusnya ancaman ini disikapi dengan kebijakan dan terobosan baru yang tidak melulu berorientasi impor yang bersifat jangka pendek. Kurangnya terobosan hingga chemistry di antara kedua kementerian ini pada akhirnya membuat publik menilai keduanya bakal dicopot oleh RI-1.

Siapapun itu yang akan dicopot dan dari kementerian manapun jika isu itu benar, semua berharap penggantinya adalah orang yang kompeten dan bisa bekerja sama demi tujuan yang sama dengan baik pula. 

Memang hak prerogatif ada di tangan Jokowi. Namun jangan lupa memilih 'tangan kanan' juga harus mempertimbangkan kredibilitas serta kapabilitasnya. 

TIM RISET CNBC INDONESIA  

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular