
Jurus SNI Belum Ampuh Redam Serbuan Banjir Impor Baja
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
10 October 2019 16:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri dalam negeri seperti baja dan tekstil dan produk tekstil (TPT) tengah tertekan akibat serbuan barang impor. Langkah ini dapat diatasi dengan mendorong pemerintah menerapkan Non-Tariff Measures (NTM) dengan efektif.
NTM sendiri merupakan instrumen di luar pengenaan tarif yang tujuannya untuk menjaga kinerja industri dengan mengendalikan impor, ,misalnya melalui kebijakan SNI. Namun, persoalan standard ini juga belum efektif untuk menahan serbuan barang impor, perlu langkah tegas di lapangan.
Namun Ketua Umum The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim menilai implementasi SNI belum efektif. Ia menganggap kemudahan mendapatkan SPPT-SNI oleh produsen baja luar negeri menyebabkan membanjirnya importasi baja.
"Kita dibanding negara lain dalam menerapkan kebijakan seperti bea masuk anti dumping relatif paling kecil, di banding luar negeri, ditambah lagi kita punya SNI," kata Silmy yang juga Dirut PT Krakatau Steel.
"SNI seharusnya bukan malah digunakan untuk membuka diri, melainkan untuk melindungi industri dan juga menjaga perlindungan konsumennya," kata Silmy dalam diskusi Non-Tariff Measures di menara Kadin, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Dalam paparan Silmy mengutip data BPS, pada 2018, impor baja lapis yang masuk ke Indonesia sebesar 1,54 juta ton, mengalami peningkatan 12% dari 1,37 juta ton pada tahun 2017.
Selain mendorong optimalisasi SNI, kebijakan TKDN yang konsisten juga dinilai dapat mengurangi ketergantungan pada produk impor dan mendorong investasi.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Johnny Darmawan menilai penerapan NTM menjadi penting dijalankan mengingat Indonesia tengah gencar juga melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain. NTM menjadi instrumen untuk meredam deras barang impor demi menjaga persaingan dalam negeri tetap sehat.
"Perlu komitmen semua pihak untuk terus menjaga kinerja industri dengan upaya mengendalikan impor. Di tengah semakin kecilnya tarif bea masuk akibat kesepakatan FTA, maka NTM akan menjadi andalan sebagai instrumen yang dinilai efektif dalam memproteksi industri dalam negeri," kata Johnny.
(hoi/hoi) Next Article Virus Corona Mengganas, Apa Kabar Perdagangan di Tanah Abang?
NTM sendiri merupakan instrumen di luar pengenaan tarif yang tujuannya untuk menjaga kinerja industri dengan mengendalikan impor, ,misalnya melalui kebijakan SNI. Namun, persoalan standard ini juga belum efektif untuk menahan serbuan barang impor, perlu langkah tegas di lapangan.
Namun Ketua Umum The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim menilai implementasi SNI belum efektif. Ia menganggap kemudahan mendapatkan SPPT-SNI oleh produsen baja luar negeri menyebabkan membanjirnya importasi baja.
"SNI seharusnya bukan malah digunakan untuk membuka diri, melainkan untuk melindungi industri dan juga menjaga perlindungan konsumennya," kata Silmy dalam diskusi Non-Tariff Measures di menara Kadin, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Dalam paparan Silmy mengutip data BPS, pada 2018, impor baja lapis yang masuk ke Indonesia sebesar 1,54 juta ton, mengalami peningkatan 12% dari 1,37 juta ton pada tahun 2017.
Selain mendorong optimalisasi SNI, kebijakan TKDN yang konsisten juga dinilai dapat mengurangi ketergantungan pada produk impor dan mendorong investasi.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Johnny Darmawan menilai penerapan NTM menjadi penting dijalankan mengingat Indonesia tengah gencar juga melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain. NTM menjadi instrumen untuk meredam deras barang impor demi menjaga persaingan dalam negeri tetap sehat.
"Perlu komitmen semua pihak untuk terus menjaga kinerja industri dengan upaya mengendalikan impor. Di tengah semakin kecilnya tarif bea masuk akibat kesepakatan FTA, maka NTM akan menjadi andalan sebagai instrumen yang dinilai efektif dalam memproteksi industri dalam negeri," kata Johnny.
(hoi/hoi) Next Article Virus Corona Mengganas, Apa Kabar Perdagangan di Tanah Abang?
Most Popular