
Internasional
Kayak BPJS, PBB Juga Mau Bangkrut Karena Banyak Tunggakan
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
10 October 2019 07:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah menghadapi krisis keuangan. Sebabnya hampir sepertiga dari negara-negara anggotanya belum membayar iuran tahunan mereka.
Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Antonio Guterres. Berbicara di depan Komite Kelima yang menetapkan anggaran PBB, Guterres mengatakan bahwa situasinya kini sangat menyedihkan.
"Organisasi ini menghadapi krisis keuangan yang parah," kata Guterres, sebagaimana dilansir dari CNBC Internasional, Rabu (09/10/2019). "Untuk lebih spesifik, krisis likuiditas yang parah.. tanpa uang tunai, anggaran tidak dapat diimplementasikan dengan benar,".
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan pada akhir September, negara-negara anggota hanya membayar 70% dari total penilaian untuk anggaran reguler. Sebelumnya di 2018, angkanya sekitar 78%.
Sekitar 129 negara anggota telah membayar iuran mereka untuk anggaran organisasi tahun 2019. Namun 64 lainnya masih menunggak dengan nominal mencapai US$ 1,3 miliar (Rp 18 triliun).
BERLANJUT KE HAL 2 >>> Guterres mengatakan, PBB sangat kekurangan uang. Sehingga terpaksa meminjam cadangan yang disisihkan untuk Operasi Pemeliharaan Perdamaian PBB.
Menurutnya, uang yang ada hanya bisa memenuhi operasional hingga akhir Oktober. Bahkan di November lembaga itu, terancam tak bisa membayar gaji para staff.
Berdasarkan Reuters, AS, yang merupakan kontributor terbesar untuk PBB dengan porsi 22% bahkan US$ 674 juta (Rp 9,5 triliun) untuk anggaran reguler 2019. Ini belum termasuk utang US$ 381 juta (Rp 5,3 triliun) untuk anggaran reguler di 2018.
Presiden Donald Trump sebelumnya mengatakan, ekonomi terbesar di dunia itu kini tengah memikul terlalu banyak beban menyangkut biaya badan dunia. Presiden AS juga menyerukan reformasi di tubuh PBB.
Beberapa negara lain yang dilaporkan menunggak iuran tahunan mereka kepada PBB. Yakni Brasil, Iran, Israel, Meksiko, Arab Saudi, Korea Selatan, dan Uruguay.
Guterres sebenarnya sudah melakukan sejumlah labgkah penghematan antara lain dengan penangguhan perjalanan dinas dan sejumlah pertemuan. Krisis keuangan ini tidak hanya akan berdampak pada operasi di pusat utama PBB di New York, Geneva, Vienna dan Nairobi tetapi juga komisi regional.
BERLANJUT KE HAL 3 >>>
Semua anggota PBB diharuskan melakukan pembayaran tahunan untuk membantu mendanai anggaran rutin blok tersebut. Jumlah yang dibayarkan masing-masing anggota ditentukan dengan formula rumit yang memperhitungkan faktor pendapatan dan populasi nasional bruto.
PBB mengatakan, kekurangan uang tunai semakin banyak terjadi di awal tahun, memaksanya untuk masuk ke dalam rekening dan dana lain. Anggaran reguler tidak lagi didorong oleh perencanaan program, tetapi oleh ketersediaan keuangan, kata Guterres.
"Pengelola telah diperintahkan untuk menyesuaikan pengeluaran mereka dan pengeluaran non-pos karena kendala likuiditas," kata Guterres.
"Ini merusak pengiriman mandat dan bertentangan dengan upaya kami untuk kurang fokus pada input dan lebih pada hasil."
Negara-negara penyumbang terbesar pada anggaran rutin PBB 2019 adalah China US $ 497,3 juta (Rp 7 triliun), Jepang US $ 354,8 juta (Rp 5 triliun), Jerman US $ 252,3 juta (Rp 3 triliun), Inggris US $ 189,2 juta (Rp 2 triliun) dan Prancis US$ 183, 0,4 juta (Rp 2 triliun).
(sef/sef) Next Article PBB Terancam Bangkrut, Gara-gara Keuangan Tekor Rp 3,2 T
Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Antonio Guterres. Berbicara di depan Komite Kelima yang menetapkan anggaran PBB, Guterres mengatakan bahwa situasinya kini sangat menyedihkan.
"Organisasi ini menghadapi krisis keuangan yang parah," kata Guterres, sebagaimana dilansir dari CNBC Internasional, Rabu (09/10/2019). "Untuk lebih spesifik, krisis likuiditas yang parah.. tanpa uang tunai, anggaran tidak dapat diimplementasikan dengan benar,".
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan pada akhir September, negara-negara anggota hanya membayar 70% dari total penilaian untuk anggaran reguler. Sebelumnya di 2018, angkanya sekitar 78%.
Sekitar 129 negara anggota telah membayar iuran mereka untuk anggaran organisasi tahun 2019. Namun 64 lainnya masih menunggak dengan nominal mencapai US$ 1,3 miliar (Rp 18 triliun).
BERLANJUT KE HAL 2 >>> Guterres mengatakan, PBB sangat kekurangan uang. Sehingga terpaksa meminjam cadangan yang disisihkan untuk Operasi Pemeliharaan Perdamaian PBB.
Menurutnya, uang yang ada hanya bisa memenuhi operasional hingga akhir Oktober. Bahkan di November lembaga itu, terancam tak bisa membayar gaji para staff.
Berdasarkan Reuters, AS, yang merupakan kontributor terbesar untuk PBB dengan porsi 22% bahkan US$ 674 juta (Rp 9,5 triliun) untuk anggaran reguler 2019. Ini belum termasuk utang US$ 381 juta (Rp 5,3 triliun) untuk anggaran reguler di 2018.
Presiden Donald Trump sebelumnya mengatakan, ekonomi terbesar di dunia itu kini tengah memikul terlalu banyak beban menyangkut biaya badan dunia. Presiden AS juga menyerukan reformasi di tubuh PBB.
Beberapa negara lain yang dilaporkan menunggak iuran tahunan mereka kepada PBB. Yakni Brasil, Iran, Israel, Meksiko, Arab Saudi, Korea Selatan, dan Uruguay.
Guterres sebenarnya sudah melakukan sejumlah labgkah penghematan antara lain dengan penangguhan perjalanan dinas dan sejumlah pertemuan. Krisis keuangan ini tidak hanya akan berdampak pada operasi di pusat utama PBB di New York, Geneva, Vienna dan Nairobi tetapi juga komisi regional.
BERLANJUT KE HAL 3 >>>
Semua anggota PBB diharuskan melakukan pembayaran tahunan untuk membantu mendanai anggaran rutin blok tersebut. Jumlah yang dibayarkan masing-masing anggota ditentukan dengan formula rumit yang memperhitungkan faktor pendapatan dan populasi nasional bruto.
PBB mengatakan, kekurangan uang tunai semakin banyak terjadi di awal tahun, memaksanya untuk masuk ke dalam rekening dan dana lain. Anggaran reguler tidak lagi didorong oleh perencanaan program, tetapi oleh ketersediaan keuangan, kata Guterres.
"Pengelola telah diperintahkan untuk menyesuaikan pengeluaran mereka dan pengeluaran non-pos karena kendala likuiditas," kata Guterres.
"Ini merusak pengiriman mandat dan bertentangan dengan upaya kami untuk kurang fokus pada input dan lebih pada hasil."
Negara-negara penyumbang terbesar pada anggaran rutin PBB 2019 adalah China US $ 497,3 juta (Rp 7 triliun), Jepang US $ 354,8 juta (Rp 5 triliun), Jerman US $ 252,3 juta (Rp 3 triliun), Inggris US $ 189,2 juta (Rp 2 triliun) dan Prancis US$ 183, 0,4 juta (Rp 2 triliun).
(sef/sef) Next Article PBB Terancam Bangkrut, Gara-gara Keuangan Tekor Rp 3,2 T
Most Popular