
Tanam Mangrove Buat Lindungi Pesisir Pantai Bisa Kena Kasus?
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
09 October 2019 15:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Joko Widodo selama kurun waktu lima tahun terakhir terus berupaya melestarikan pesisir pantai dan ekosistem laut. Namun, dalam pelaksanaan di lapangan, banyak detail yang harus diperhatikan secara seksama.
Salah satunya berkaitan dengan akuntabilitas keuangan. Tak jarang, proses yang sudah dilakukan dengan berbagai prosedur yang tepat pun dapat berujung ke dalam kasus hukum.
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Pemberdayaan Perindustrian Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Andreas A. Hutahaean. Menurut dia, kerap terjadi perbedaan data antara penanaman awal hingga nanti dicek oleh lembaga akuntabiitas keuangan. Apalagi mangrove maupun tanaman lain penunjang pelestarian pesisir ditanam di dalam laut.
"Di sini ditanam 1.000, lalu tumbuhnya separuhnya, dan itu sering terjadi. Semuanya di manapun, misal kaya tembakau, kan gak 100% tumbuh. Pasti ada yang matilah," kata Andreas dalam acara Ocean Multi Donor Trust Fund di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (9/10/2019).
"Kadang-kadang terjadi, karena memang yang namanya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atau BPKP (Badan Pengawasan dan Keuangan dan Pembangunan). Kalau mereka bisa nyelam sih gak masalah. Jadi ada yang namanya cek secara fisik, itu melihat," lanjutnya.
Dalam mengantisipasi terjadinya kasus di kemudian hari, aparat Kemenko Kemaritiman atau lembaga lain yang melakukan penanaman wajib mendokumentasikan secara berkala.
"Misal kondisi awal seperti apa. Jebret. Setelah satu semester seperti apa. Jebret. Seperti ini jebret. Makanya kalau kurang, ini bener tanam segini. Memang karena gelombang, karena apa," kata Andreas.
Pencegahan ini sangat penting karena berisiko terbelit kasus di kemudian hari nantinya jika tidak dilakukan. Oleh karena itu, sangat mungkin ada yang terseret kasus.
"Pasti adalah, makanya bukti (evidence) itu harus ada. Gitu aja pencegahannya dan bukti kita melakukan benar," katanya.
Kepala Subdit Restorasi Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sapta Putra Ginting menyebut, selain bukti dalam bentuk dokumentasi, ada juga hal lain yang diperlukan.
"Dan saksi-saksi siapa yang ikut nanam. Kita selalu melibatkan penduduk lokal. Kan diaudit itu setelah satu tahun berikutnya. Bukan habis tanam lalu diaudit," ujarnya.
(miq/miq) Next Article Proyek Pariwisata Super Prioritas Jokowi Bisa Caplok Hutan?
Salah satunya berkaitan dengan akuntabilitas keuangan. Tak jarang, proses yang sudah dilakukan dengan berbagai prosedur yang tepat pun dapat berujung ke dalam kasus hukum.
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Pemberdayaan Perindustrian Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Andreas A. Hutahaean. Menurut dia, kerap terjadi perbedaan data antara penanaman awal hingga nanti dicek oleh lembaga akuntabiitas keuangan. Apalagi mangrove maupun tanaman lain penunjang pelestarian pesisir ditanam di dalam laut.
"Kadang-kadang terjadi, karena memang yang namanya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atau BPKP (Badan Pengawasan dan Keuangan dan Pembangunan). Kalau mereka bisa nyelam sih gak masalah. Jadi ada yang namanya cek secara fisik, itu melihat," lanjutnya.
Dalam mengantisipasi terjadinya kasus di kemudian hari, aparat Kemenko Kemaritiman atau lembaga lain yang melakukan penanaman wajib mendokumentasikan secara berkala.
"Misal kondisi awal seperti apa. Jebret. Setelah satu semester seperti apa. Jebret. Seperti ini jebret. Makanya kalau kurang, ini bener tanam segini. Memang karena gelombang, karena apa," kata Andreas.
Pencegahan ini sangat penting karena berisiko terbelit kasus di kemudian hari nantinya jika tidak dilakukan. Oleh karena itu, sangat mungkin ada yang terseret kasus.
"Pasti adalah, makanya bukti (evidence) itu harus ada. Gitu aja pencegahannya dan bukti kita melakukan benar," katanya.
Kepala Subdit Restorasi Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sapta Putra Ginting menyebut, selain bukti dalam bentuk dokumentasi, ada juga hal lain yang diperlukan.
"Dan saksi-saksi siapa yang ikut nanam. Kita selalu melibatkan penduduk lokal. Kan diaudit itu setelah satu tahun berikutnya. Bukan habis tanam lalu diaudit," ujarnya.
(miq/miq) Next Article Proyek Pariwisata Super Prioritas Jokowi Bisa Caplok Hutan?
Most Popular