Proyek Pariwisata Super Prioritas Jokowi Bisa Caplok Hutan?

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
10 July 2019 16:05
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf, yang hadir dalam rapat tersebut mengaku, persoalan yang dihadapi lebih ke aspek birokratis.
Foto: Candi Borobudur (Dok.borobudurpark.com)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menggelar rapat koordinasi terkait progres empat destinasi pariwisata super prioritas yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam rapat itu diulas berbagai kendala yang dihadapi.

Empat destinasi tersebut yakni Borobudur, Labuan Bajo, Mandalika, dan Danau Toba. Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf, yang hadir dalam rapat tersebut mengaku, persoalan yang dihadapi lebih ke aspek birokratis. Karena itu, pemerintah ingin ada percepatan.

"Di masing-masing super prioritas, ini harus berjalan dengan baik. Tadi banyak persoalan persoalan yang sifatnya birokratis yang harus dibereskan. Supaya jangan mundur-mundur," ungkapnya, Rabu (10/7/2019).

Dia memberi contoh, persoalan birokratis yang dimaksud misalnya melibatkan antar kementerian/lembaga. Terkait lahan yang dibutuhkan, misalnya, mayoritas masih di bawah wewenang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Kalau mau digunakan harus ada penggantinya kan. Nah itu kan ada anggaran. Nah kalau anggarannya belum dianggarkan tahun ini misalnya, gimana, kan nggak bisa," urai ayahanda Sherina Munaf itu.

Foto: Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) Triawan Munaf saat ditemui di kantornya, beberapa waktu lalu (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)


Dikatakan, tidak menutup kemungkinan adanya alih fungsi lahan hutan untuk dimanfaatkan sebagai pengembang kawasan wisata. Pengembangan itu bisa sampai pada pembangunan hotel yang dilakukan investor.

"Nah itu mungkin enggak? Ada diskresi bahwa lahan hutan yang diambil. Ada diskresi dari menteri, diubah penggunaannya sehingga tidak perlu ada penggantian. Tapi itu masih dibicarakan terus," imbuh Triawan.

Kebutuhan lahan yang berpotensi menggusur kawasan hutan itu hampir merata di empat destinasi. Selain itu, masalah lain yang masih dibahas adalah finalisasi master plan (rencana induk).

"Karena investor itu akan masuk kalau master plan-nya sudah ada, dan juga kalau status tanahnya sudah beres," tambahnya.

Dia menegaskan, proyek ini tidak cukup digenjot hanya dengan mengandalkan promosi. Triawan memberikan analogi, ibarat mau menjual baju, proyek ini tidak bisa sebatas mengiklankan baju tersebut tetapi tukang jahitnya belum ada.

"Nanti akan berkumpul lagi, tapi secepatnya akan dibicarakan antar menteri. Tapi menteri ini baru bisa memutuskan apakah itu ada diskresi, atau apa, kalau sudah ada include dari bawah, dirjen-dirjen," pungkasnya.

[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Manufaktur tak Bisa Diharapkan, Mesin Ekonomi Cuma Konsumsi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular