
Ini Trading Arm Baru Pertamina di Singapura, Mirip Petral?
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
09 October 2019 15:45

Jakarta, CNBC Indonesia- PT Pertamina (Persero) diketahui baru saja membuka trading arm atau kantor pemasaran baru di Singapura. Pembukaan trading arm ini kemudian menjadi polemik karena dinilai sejumlah pakar akan menjadi cikal bakal Petral Jilid II.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan kantor pemasaran ini baru dibuka bulan lalu, dan membantah keras bahwa anak usahanya ini mirip seperti Petral yang dibubarkan 2015 lalu.
Trading arm Pertamina yang ada di Singapura kini bernama Pertamina International Marketing & Distribution Pte Ltd (PIMD). "PIMD merupakan trading arm Pertamina dalam ekspor produk Pertamina dan jual produk pihak ke-3 ke pasar internasional," ujar Fajriyah saat dihubungi, Selasa (8/10/2019).
PIMD, kata dia, difokuskan untuk menangkap peluang terutama di bisnis bunkering terutama di Singapura. Caranya adalah dengan memanfaatkan fasilitas blending MFO 380 dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina di Sambu, serta masuk ke pasar regional dengan membangun bisnis retail untuk memperkenalkan brand Pertamina secara global.
Lebih lanjut dirinya mengatakan PIMD ini digagas dan di bawah direksi Marketing. "Dia justru ekspor jual produk pertamina justru," imbuhnya.
Apa Alasan Pertamina membuka unit pemasaran ini?
Mengutip laporan Reuters, Managing Director PIMD Agus Witjaksono mengatakan unit pemasaran ini terbentuk 5 Agustus lalu. Meski berkantor di tempat yang sama dengan Petral, ia juga membantah unitnya ini memiliki peran yang sama seperti pendahulunya.
"Petral urusan dengan pengadaan dan pembelian minyak mentah untuk kebutuhan domestik, tapi kami fokus untuk menjual komoditas dari pihak ketiga sekaligus juga Pertamina dengan basis komersial," jelasnya.
Unit ini berencana untuk menjajakan tangki bahan bakar, dan masuk ke market ritel bahan bakar di Filipina, Thailand, Myanmar, dan juga pasar LPG di regional. "Kami ingin ada di peringkat 100 di Fortune 500," jelasnya. Saat ini, Pertamina ada di peringkat 175 di Fortune 500.
Untuk ke posisi tersebut, Pertamina harus bisa menggenjot pendapatan mereka hingga US$ 10 miliar dengan kembangkan bisnis di luar negeri.
Sumber CNBC Indonesia yang merupakan mantan petinggi Pertamina mengatakan gagasan pendirian dan pengembangan bisnis ini sebenarnya sudah lama hadir di tubuh Pertamina. "Mereka melihat beberapa opportunity untuk pengembangan bisnis di ASEAN dan akhirnya dirancanglah ide pembuatan perusahaan Pertamina International Downstream," jelasnya.
Penekanannya dengan unit ini adalah bisnis dengan pihak ketiga. Namun, sumber lainnya mengatakan bahwa dalam gagasan awal tidak dimasukkan untuk bisnis LPG. Mengingat LPG adalah produk yang kini justru lebih banyak diimpor di Indonesia, sehingga berpotensi akan menjadi seperti impor BBM.
Kekhawatiran soal unit pemasaran baru ini bakal menjadi Petral jilid II juga dilontarkan oleh anggota tim reformasi tata kelola migas, Fahmy Radhi. "Kalau hanya mau menjual gas, Pertamina mestinya tidak perlu buka trading arm di Singapura. Penjualan gas itu bisa dilakukan secara bilateral, seperti yang dilakukan selama ini," jelasnya.
Ia menduga trading arm ini nantinya bakal lebih ke impor pengadaan LPG untuk pasokan kebutuhan dalam negeri, yang masih sangat besar. "Kalau benar, maka pemburuan rente melalui praktek markup akan terulang kembali. Pendirian trading arm setelah pembubaran Petral mengindikasikan bahwa Pertamina tidak mengindahkan perintah Presiden Jokowi," katanya.
(gus/dob) Next Article Psst..Pertamina Disebut Lahirkan Petral Jilid II, Ada Apa?
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan kantor pemasaran ini baru dibuka bulan lalu, dan membantah keras bahwa anak usahanya ini mirip seperti Petral yang dibubarkan 2015 lalu.
PIMD, kata dia, difokuskan untuk menangkap peluang terutama di bisnis bunkering terutama di Singapura. Caranya adalah dengan memanfaatkan fasilitas blending MFO 380 dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina di Sambu, serta masuk ke pasar regional dengan membangun bisnis retail untuk memperkenalkan brand Pertamina secara global.
Lebih lanjut dirinya mengatakan PIMD ini digagas dan di bawah direksi Marketing. "Dia justru ekspor jual produk pertamina justru," imbuhnya.
Apa Alasan Pertamina membuka unit pemasaran ini?
Mengutip laporan Reuters, Managing Director PIMD Agus Witjaksono mengatakan unit pemasaran ini terbentuk 5 Agustus lalu. Meski berkantor di tempat yang sama dengan Petral, ia juga membantah unitnya ini memiliki peran yang sama seperti pendahulunya.
"Petral urusan dengan pengadaan dan pembelian minyak mentah untuk kebutuhan domestik, tapi kami fokus untuk menjual komoditas dari pihak ketiga sekaligus juga Pertamina dengan basis komersial," jelasnya.
Unit ini berencana untuk menjajakan tangki bahan bakar, dan masuk ke market ritel bahan bakar di Filipina, Thailand, Myanmar, dan juga pasar LPG di regional. "Kami ingin ada di peringkat 100 di Fortune 500," jelasnya. Saat ini, Pertamina ada di peringkat 175 di Fortune 500.
Untuk ke posisi tersebut, Pertamina harus bisa menggenjot pendapatan mereka hingga US$ 10 miliar dengan kembangkan bisnis di luar negeri.
Sumber CNBC Indonesia yang merupakan mantan petinggi Pertamina mengatakan gagasan pendirian dan pengembangan bisnis ini sebenarnya sudah lama hadir di tubuh Pertamina. "Mereka melihat beberapa opportunity untuk pengembangan bisnis di ASEAN dan akhirnya dirancanglah ide pembuatan perusahaan Pertamina International Downstream," jelasnya.
Penekanannya dengan unit ini adalah bisnis dengan pihak ketiga. Namun, sumber lainnya mengatakan bahwa dalam gagasan awal tidak dimasukkan untuk bisnis LPG. Mengingat LPG adalah produk yang kini justru lebih banyak diimpor di Indonesia, sehingga berpotensi akan menjadi seperti impor BBM.
Kekhawatiran soal unit pemasaran baru ini bakal menjadi Petral jilid II juga dilontarkan oleh anggota tim reformasi tata kelola migas, Fahmy Radhi. "Kalau hanya mau menjual gas, Pertamina mestinya tidak perlu buka trading arm di Singapura. Penjualan gas itu bisa dilakukan secara bilateral, seperti yang dilakukan selama ini," jelasnya.
Ia menduga trading arm ini nantinya bakal lebih ke impor pengadaan LPG untuk pasokan kebutuhan dalam negeri, yang masih sangat besar. "Kalau benar, maka pemburuan rente melalui praktek markup akan terulang kembali. Pendirian trading arm setelah pembubaran Petral mengindikasikan bahwa Pertamina tidak mengindahkan perintah Presiden Jokowi," katanya.
(gus/dob) Next Article Psst..Pertamina Disebut Lahirkan Petral Jilid II, Ada Apa?
Most Popular