
Catat! Pembahasan RUU Pertanahan akan Dilanjutkan di 2020
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
25 September 2019 13:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan DPR RI sepakat menunda pengesahan RUU Pertanahan, kemarin. Pembahasan lebih lanjut akan dilakukan tahun depan.
Namun, Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil, mengemukakan alasan perlunya kehadiran UU Pertanahan. Saat ini UU yang berlaku adalah UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, usianya sudah hampir enam dekade.
"Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960, (usianya) sekarang sudah 59 tahun. UU tidak berubah, masyarakat berubah, ekonomi berubah cepat, teknologi berubah cepat, kondisi masyarakat berubah," kata Sofyan menyampaikan sambutan di Indonesia International Property Expo 2019, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Menurutnya, UU 5/1960 diterbitkan ketika ekonomi Indonesia dahulu masih berbasis agraria sehingga pertanahan identik dengan agraria. Namun, seiringnya waktu, kontribusi industri, manufaktur, properti terhadap PDB meningkat, berbanding terbalik dengan agraria.
"Itu tren biasa dalam dunia modern. Oleh sebab itu kita membuat RUU Pertanahan. Cuma barangkali kemarin, komunikasi kurang intensif sehingga orang salah sangka, salah paham sehingga banyak menolak," kata Sofyan.
Ia mengatakan, dengan kemajuan teknologi informasi, kesalahpahaman itu semestinya bisa terhindarkan. Apalagi ia mencurigai orang yang menolak itu belum sepenuhnya mendalami isi RUU Pertanahan.
"Saya suka menyitir pepatah Melayu, salah sangka salah raba disangka istri padahal mertua. Tapi era digital, keterbukaan, maka salah sangka itu harus kita kurangi," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Sofyan Djalil: Pemerintah & DPR Sepakat Tunda RUU Pertanahan
Namun, Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil, mengemukakan alasan perlunya kehadiran UU Pertanahan. Saat ini UU yang berlaku adalah UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, usianya sudah hampir enam dekade.
Menurutnya, UU 5/1960 diterbitkan ketika ekonomi Indonesia dahulu masih berbasis agraria sehingga pertanahan identik dengan agraria. Namun, seiringnya waktu, kontribusi industri, manufaktur, properti terhadap PDB meningkat, berbanding terbalik dengan agraria.
"Itu tren biasa dalam dunia modern. Oleh sebab itu kita membuat RUU Pertanahan. Cuma barangkali kemarin, komunikasi kurang intensif sehingga orang salah sangka, salah paham sehingga banyak menolak," kata Sofyan.
Ia mengatakan, dengan kemajuan teknologi informasi, kesalahpahaman itu semestinya bisa terhindarkan. Apalagi ia mencurigai orang yang menolak itu belum sepenuhnya mendalami isi RUU Pertanahan.
"Saya suka menyitir pepatah Melayu, salah sangka salah raba disangka istri padahal mertua. Tapi era digital, keterbukaan, maka salah sangka itu harus kita kurangi," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Sofyan Djalil: Pemerintah & DPR Sepakat Tunda RUU Pertanahan
Most Popular