
Imbas Perang Dagang China-AS Kian Terasa, Kuatkah RI?
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
23 September 2019 17:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah ketidakpastian global dan masih memanasnya perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS), mampukah Indonesia selamat keluar dari zona tersebut?
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN) BKF Hidayat Amir mengatakan, di tengah memanasnya tensi perang dagang China dan AS menyebabkan volume perdagangan juga menyusut.
"Tensi dagang AS-China akan berdampak ke second effect yang terjadi pada perang dagang. Terkini, tantangan terberat dalam perdagangan, baik ekspor dan impor terkontraksi. Secara kumulatif Januari-Agustus [Neraca Perdagangan] masih defisit US$1,8 miliar. Pemerintah sadar kondisi ini harus didorong dengan ekspor," papar Hidayat dalam acara Indonesia Economic Outlook 2020 di Kementerian Keuangan, Senin (23/9/2019).
Selain itu, kata Hidayat, perdagangan hubungan eratnya dengan investasi. Hal itu terindikasi, dari pelemahan dari angka Penanaman Modal Asing (PMA) pada 2018 yang minus 8,8% secara year on year.
Kendati demikian, Hidayat mengklaim bahwa dilihat secara indikator, fundamental domestik dinilai sehat. Produk Domestik Bruto (PDB) stabil, bahkan relatif bagus dalam rentang 5,5% dalam 9 tahun terakhir.
"Pada Triwulan II-2019, 5,05%. Mudah-mudahan bisa menutup tahun ini dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif baik," ujarnya.
Fokus pemerintah saat ini, kata Hidayat yakni meningkatkan daya saing dan produktivitas yang harus dipacu dengan mendorong investasi, kebijakan fiskal dan non fiskal. "Dengan memacu investasi perizinan dan deregulasi dan pemangkasan birokrasi melalui Online Single Submission [OSS]," tuturnya.
(dru) Next Article Searah Nih Ye... AS-China Telponan Bahas Tarif Perang Dagang
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN) BKF Hidayat Amir mengatakan, di tengah memanasnya tensi perang dagang China dan AS menyebabkan volume perdagangan juga menyusut.
"Tensi dagang AS-China akan berdampak ke second effect yang terjadi pada perang dagang. Terkini, tantangan terberat dalam perdagangan, baik ekspor dan impor terkontraksi. Secara kumulatif Januari-Agustus [Neraca Perdagangan] masih defisit US$1,8 miliar. Pemerintah sadar kondisi ini harus didorong dengan ekspor," papar Hidayat dalam acara Indonesia Economic Outlook 2020 di Kementerian Keuangan, Senin (23/9/2019).
Kendati demikian, Hidayat mengklaim bahwa dilihat secara indikator, fundamental domestik dinilai sehat. Produk Domestik Bruto (PDB) stabil, bahkan relatif bagus dalam rentang 5,5% dalam 9 tahun terakhir.
"Pada Triwulan II-2019, 5,05%. Mudah-mudahan bisa menutup tahun ini dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif baik," ujarnya.
Fokus pemerintah saat ini, kata Hidayat yakni meningkatkan daya saing dan produktivitas yang harus dipacu dengan mendorong investasi, kebijakan fiskal dan non fiskal. "Dengan memacu investasi perizinan dan deregulasi dan pemangkasan birokrasi melalui Online Single Submission [OSS]," tuturnya.
(dru) Next Article Searah Nih Ye... AS-China Telponan Bahas Tarif Perang Dagang
Most Popular