
Bisnis Nyungsep 3 Tahun, Industri Rokok Dihajar Cukai 23%
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
18 September 2019 19:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri rokok semakin bakal merana setelah pemerintah memutuskan akan menaikkan cukai hingga 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35% pada awal 2020. Pasalnya dalam tiga tahun terakhir industri rokok tumbuh negatif.
Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan mengatakan berdasarkan catatan asosiasi industri hasil tembakau (IHT) trennya negatif dalam rentang 1-3% dalam tiga tahun terakhir. Bahkan berdasarkan riset Nielsen, pada semester I-2019 IHT negatif 8,6%.
"Concern kami apakah industri ini mau dimatikan? Apakah industri ini dan benar rokok dalam negeri nggak boleh beroperasi lagi karena masalah kesehatan, dan polusi yang ada," kata Henry, Rabu (18/09/2019).
Selama ini kenaikan cukai hanya berkisar 10% per tahun. Namun, besaran cukai yang ditetapkan 23% pada 2020 menurut dia di luar ekspektasi industri, dan bisa mematikan industri turunannya.
Saat ini GAPPRI beranggotakan 454 pabrik golongan 1 hingga 3, dengan pangsa pasar 70%. Akibatnya penyerapan tembakau dan cengkeh pun bisa turun 30%, dan jumlah produksi rokok menurun 15%.
"Kami kecewa kenaikan yang sangat tinggi ini tidak pernah dikomunikasikan kepada kami sebagai stakeholder," kata Henry.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kenaikan cukai tersebut sudah mempertimbangkan berbagai aspek. Salah satu yang menjadi faktor adalah peningkatan jumlah konsumsi.
"Kita sebetulnya dari tahun 2018 kan tidak melakukan perubahan dari Cukai, kalau dilihat selama ini kenaikan meningkat tentu memperhatikan berbagai aspek," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Senin (16/9/2019).
Menurutnya kenaikan cukai rokok ini guna mencari keseimbangan termasuk dari sisi elemen petani. Petani tembakau, sambung Sri Mulyani juga terkena dampak maraknya impor.
"Sementara di satu sisi bagian kesehatan, concern-nya juga meningkat. Di sisi lain harus perhatikan para petani, dan buruh rokok terutama yang pakai tangan," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Tarif Cukai Rokok Dirapel Jadi 23%, Industri: Itu Tak Lucu
Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan mengatakan berdasarkan catatan asosiasi industri hasil tembakau (IHT) trennya negatif dalam rentang 1-3% dalam tiga tahun terakhir. Bahkan berdasarkan riset Nielsen, pada semester I-2019 IHT negatif 8,6%.
"Concern kami apakah industri ini mau dimatikan? Apakah industri ini dan benar rokok dalam negeri nggak boleh beroperasi lagi karena masalah kesehatan, dan polusi yang ada," kata Henry, Rabu (18/09/2019).
Selama ini kenaikan cukai hanya berkisar 10% per tahun. Namun, besaran cukai yang ditetapkan 23% pada 2020 menurut dia di luar ekspektasi industri, dan bisa mematikan industri turunannya.
Saat ini GAPPRI beranggotakan 454 pabrik golongan 1 hingga 3, dengan pangsa pasar 70%. Akibatnya penyerapan tembakau dan cengkeh pun bisa turun 30%, dan jumlah produksi rokok menurun 15%.
"Kami kecewa kenaikan yang sangat tinggi ini tidak pernah dikomunikasikan kepada kami sebagai stakeholder," kata Henry.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kenaikan cukai tersebut sudah mempertimbangkan berbagai aspek. Salah satu yang menjadi faktor adalah peningkatan jumlah konsumsi.
"Kita sebetulnya dari tahun 2018 kan tidak melakukan perubahan dari Cukai, kalau dilihat selama ini kenaikan meningkat tentu memperhatikan berbagai aspek," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Senin (16/9/2019).
Menurutnya kenaikan cukai rokok ini guna mencari keseimbangan termasuk dari sisi elemen petani. Petani tembakau, sambung Sri Mulyani juga terkena dampak maraknya impor.
"Sementara di satu sisi bagian kesehatan, concern-nya juga meningkat. Di sisi lain harus perhatikan para petani, dan buruh rokok terutama yang pakai tangan," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Tarif Cukai Rokok Dirapel Jadi 23%, Industri: Itu Tak Lucu
Most Popular