Jokowi Betul, Risiko Resesi Memang Semakin Tinggi...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 September 2019 10:12
Jokowi Betul, Risiko Resesi Memang Semakin Tinggi...
Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperingatkan bahwa risiko resesi ekonomi global adalah sesuatu yang nyata. Bahkan mungkin bisa terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama.

"Perang dagang masih terus berjalan menghantui kita. Tekanan eksternal baik berupa kemungkinan potensi resesi pada 1 tahun hingga 1,5 tahun yang akan datang mulai dihitung-hitung para pakar. Beberapa negara bahkan masuk dalam proses resesi ekonomi." kata Jokowi.

Baca: Jokowi Ramal 1-1,5 Tahun ke Depan Terjadi Resesi, Benarkah?

Well, Jokowi tidak salah. Risiko resesi memang meninggi, setidaknya di Amerika Serikat (AS).

Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed New York memperkirakan peluang resesi bakal terjadi pada Agustus 2020, kurang dari setahun lagi, adalah 37,93%. Ini adalah angka tertinggi sejak Maret 2008.



Masalahnya, AS adalah perekonomian terbesar di dunia. Kalau AS resesi, maka pengaruhnya akan dirasakan oleh seluruh negara seperti kala krisis keuangan 2008-2009.

Indonesia pun ikut merasakannya. Pertumbuhan ekonomi Tanah Air melambat sampai ke kisaran 4%.

Jadi kalau AS sampai resesi tahun depan, maka dapat dipastikan ekonomi Indonesia melambat. Mungkin tidak sampai terkontraksi atau negative growth, tetapi perlambatan ekonomi sepertinya adalah sebuah keniscayaan.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sinyal-sinyal perlambatan ekonomi domestik sudah terasa. Berbagai data ekonomi mengkonfirmasi hal tersebut.

Pertama, pertumbuhan penjualan mobil masih dalam tren menurun. Pada Agustus, penjualan mobil turun 11,5% year-on-year (YoY).

Sejak awal tahun, hanya sekali penjualan mobil tumbuh positif yaitu pada Juni. Itu pun tipis saja di 1,2%. Sisanya terkontraksi.




Tidak hanya penjualan mobil, penjualan ritel juga dalam tren melambat. Pada Juli, penjualan ritel tumbuh 2,4% YoY. Lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang terkontraksi 1,8% tetapi melambat ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya yang mampu tumbuh 2,9%.

Ditambah lagi perkiraan pertumbuhan penjualan ritel pada Agustus adalah 3,7% YoY. Memang membaik dibandingkan Juli, tetapi lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 6,1%.

Itu dari sisi konsumen, bagaimana dengan dunia usaha? Rasanya sama saja, ada hawa optimisme yang terus tergerus yang terlihat dari data Purchasing Managers' Index (PMI).

PMI menggambarkan 'suasana kebatinan' dunia usaha. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal. Jika skor di atas 50 artinya dunia usaha sedang optimistis dan melakukan ekspansi. Sebaliknya apabila di bawah 50 maka industriawan kurang yakin dengan kondisi ekonomi dan memilih tidak berekspansi.

Pada Juli dan Agustus, PMI manufaktur Indonesia tercatat masing-masing 49,6 dan 49. Angka Agustus menjadi yang terendah sejak Juli 2017. Angkanya di bawah 50, berarti dunia usaha sudah menahan diri.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Kalau AS sampai jatuh ke jurang resesi, dan diikuti oleh negara-negara maju lainnya, maka data-data tersebut bisa semakin parah. Jadi, Indonesia harus bersiap terhadap kemungkinan terburuk.

Saat faktor eksternal sulit diandalkan untuk menjaga kinerja pertumbuhan ekonomi karena awan mendung di perekonomian global, maka Indonesia harus menjaga betul permintaan domestik. Di sini lah otoritas fiskal dan moneter harus mencurahkan segala daya dan upaya.

Pemerintah dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang nilainya sudah lebih dari Rp 2.000 triliun harus memastikan sumber daya tersebut tersalurkan tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat jumlah. Belanja pegawai, barang, modal, subsidi, bantuan sosial dan sebagainya harus mampu menjadi penyangga daya beli dan konsumsi masyarakat.

Sementara otoritas moneter bisa menjadi pendorong laju investasi dengan kebijakan moneter bias longgar. Penurunan suku bunga acuan diharapkan mampu memacu penyaluran kredit sehingga pertumbuhan investasi terjaga.



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Masih Resesi, Ekonomi RI Q1 Diramal Tumbuh -1% Hingga -0,1%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular