9 Pabrik Tutup, Menperin Akui Tekstil Lagi Ada Masalah

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
12 September 2019 19:14
Menperin mengakui industri tekstil sedang ada masalah karena tak harmonis antara hulu dan hilir.
Foto: Seorang wanita bekerja di bengkel produsen tekstil di Binzhou, provinsi Shandong, China 11 Februari 2019. (China Daily via REUTERS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto, mengakui industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sedang banyak dililit masalah. Selain masalah impor karena tak harmonisnya antara sektor hulu dan hilir, juga ada masalah aturan soal impor TPT sebagai pemicunya.

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat 9 pabrik tutup akibat kalah bersaing dengan produk impor dalam kurun waktu 2018-2019.

"Memang kita mau harmonisasi dari hulu dan hilir tekstil terkait bea masuk. Karena selama ini, produk di tengahnya, produk antaranya itu, banyak impor, karena ada izin usaha untuk pedagang umum," katanya di DPR, Kamis (12/9).



Pihak akan segera merapatkan masalah industri TPT untuk harmonisasi kebijakan di internal pemerintah.

Jauh sebelumnya, pelaku industri TPT hulu sudah berteriak bahwa ada masalah soal Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.

Aturan itu mengatur soal TPT hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang memiliki API-P (produsen) dan perusahaan yang memiliki API-U (pedagang). Selain itu, perusahaan pemilik API-U dapat diperdagangkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain.

Konsekuesinya industri TPT sektor tengah antara hulu dan hilir memilih bahan baku kain untuk bahan baku industrinya, efeknya sektor hulu tak terserap pasarnya. Kondisi ini diperparah para para importir pedagang boleh mengimpor tekstil.

Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, industri hulu yang memproduksi serat dan benang tengah digempur impor kain akibat kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64 Tahun 2017.



Kondisi ini menyebabkan produk dari industri hulu, khususnya di sektor pembuatan kain kalah bersaing dengan kain impor dan kurang terserap oleh industri garmen di hilir. Redma menyebut saat ini utilisasi produksi di sektor pertenunan, perajutan dan pencelupan kain hanya berada di kisaran 40%.

"Subsektor industri antara ini memang tidak sehat dalam 5 tahun terakhir karena banjirnya serbuan barang impor. Kehadiran Permendag 64/2017 yang memberikan izin impor tanpa pengendalian kepada importir pedagang (API-U) membuat kondisi semakin kritis," kata Redma dalam paparan kinerja di Hotel Sahid, Rabu (10/7/2019).
(hoi/hoi) Next Article Industri Tekstil RI: Kalah dari Vietnam hingga Gelombang PHK

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular