
Pak Jokowi, Jika KPK Hebat Maka Ekonomi Kuat Lho...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 September 2019 09:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Setidaknya ada dua isu yang sedang muncul di permukaan yaitu seleksi para calon pimpinan dan revisi Undang-undang (UU) KPK.
Saat ini proses seleksi calon pimpinan KPK adalah uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR. Ada 10 calon yang menjalani ujian di Senayan.
Namun proses seleksi ini tidak berjalan mulus. Sejumlah nama yang lolos ke tahap uji kepatutan dan kelayakan disebut-sebut bermasalah dengan integritas.
Lalu ada revisi UU KPK, yang oleh banyak kalangan dinilai sebagai upaya pelemahan. Revisi UU ini adalah inisiatif DPR, tetapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengutus pembantunya untuk membahas bersama parlemen.
"Surpes (Surat Presiden) RUU KPK sudah diteken dan dikirim ke DPR," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
KPK berpendapat revisi UU dapat melemahkan kewenangan mereka dalam pemberantasan rasuah. Ada sejumlah hal yang mendukung pendapat tersebut yaitu:
KPK boleh mengurusi pemberantasan korupsi, tetapi bukan berarti tidak berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi. Berkat KPK, kualitas pelayanan publik membaik sehingga Indonesia bisa merangkul lebih banyak investor.
"KPK memainkan peran yang tidak terlihat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik dan iklim investasi. Kami percaya bahwa langkah agresif dari KPK untuk memberantas korupsi telah menciptakan efek jera di sektor pemerintahan, mendorong transparansi, dan membuat ekonomi lebih efisien," sebut Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas Indonesia, dalam risetnya.
Jika KPK kuat, maka ekonomi akan sehat. Jargon yang mirip-mirip men sana in corpore sano itu ternyata bukan omong kosong.
Hong Kong sudah membuktikannya, lembaga semacam KPK di wilayah eks koloni Inggris itu berhasil mentransformasi budaya masyarakat menjadi lebih bersih dan taat hukum. Hasilnya, Hong Kong kini menjadi salah satu pusat keuangan dunia yang kaya raya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Di Hong Kong, peran KPK dijalankan oleh Independent Commission Against Corruption (ICAC). Lembaga ini dibentuk pada 1974 untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya.
Sebelum ada ICAC, korupsi adalah budaya sehari-hari masyarakat Hong Kong. Bahkan sampai pemadam kebakaran saja tidak mau memadamkan api kalau belum ada 'uang teh'. Mo chin, mo sui. Tidak ada uang, tidak ada air.
Namun kasus mega korupsi yang mendorong kelahiran ICAC adalah yang melibatkan Peter Godber, Kepala Kepolisian Hong Kong. Sebelum pensiun pada 1973, Gedber memiliki uang HKD 4,4 juta (Rp 7,9 miliar dengan kurs saat ini) yang disebar ke berbagai rekening di Kanada, Australia Singapura, Amerika Serikat (AS), sampai Inggris.
Saat itu, suap di lingkungan kepolisian Hong Kong adalah sesuatu yang normal. Bahkan di setiap kantor polisi ada ruangan dan petugas khusus untuk menerima suap dari berbagai pihak, mayoritas pelaku kejahatan.
"Dulu orang menjadi polisi dan pegawai pemerintah karena memang ingin korupsi," kenang Neil Maloney, pensiunan anggota kepolisian Hong Kong yang kemudian menjadi penyidik di ICAC, seperti dikutip dari South China Morning Post.
Akan tetapi kasus Gedber betul-betul membuat gerah masyarakat Hong Kong. Belajar dari Anti-Corruption Agency (ACA) di Singapura, Hong Kong kemudian membentuk ICAC.
Pada masa-masa awal, ICAC fokus di kasus korupsi oleh kepolisian. Langkah ini bukannya tanpa hambatan, sikap permusuhan dari kepolisian ditunjukkan secara terang-terangan.
Para anggota polisi yang tidak terima 'diacak-acak' menyerbu kantor ICAC, bahkan sempat terjadi baku tembak. Friksi yang memuncak ini kemudian menghasilkan jalan tengah, kasus yang terjadi sebelum 1977 akan diputihkan (kecuali kasus besar).
"Ini menjadi langkah yang sangat brilian. Polisi kemudian sadar dan terus melakukan perbaikan, karena mereka diberikan kesempatan kedua," kata Maloney.
ICAC menjalankan tugasnya dengan baik, dan hasilnya korupsi di Hong Kong berhasil ditekan serendah-rendahnya. Hong Kong adalah negara dengan indeks persepsi korupsi terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari Singapura.
"Sekarang anak-anak muda di pemerintahan hidup dalam lingkungan bebas korupsi. Generasi sekarang melihatnya sebagai sesuatu yang taken for granted, tetapi puluhan tahun lalu pemerintahan dijalankan seperti di Bangkok atau Manila," tegas Maloney.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Berbagai pihak menilai apa yang dicapai Hong Kong saat ini, yaitu salah satu pusat keuangan dunia, tidak lepas dari peran ICAC. Kalau tidak yakin tidak ada korupsi, mana mau investor asing menanamkan modal sampai HK$ 15,19 triliun hingga 2017?
"Dengan mandat ICAC yang begitu kuat, Hong Kong menjadi salah satu negara paling bebas korupsi di dunia. Tidak hanya membuat Hong Kong ramah bagi investor, penerimaan pajak pun semakin meningkat," sebut Bryane Michael dalam riset berjudul Can Hong Kong ICAC Help Reduce Corruption on the Mainland yang diterbitkan oleh University of Hong Kong.
Dalam temuan Michael, kenaikan anggaran ICAC sebesar 10% akan meningkatkan penerimaan pajak sebesar HK$ 18 juta. Jadi masyarakat Hong Kong mendapat manfaat balik ketika anggaran ICAC naik. Tidak hanya ICAC menjadi lebih kuat dalam memerangi korupsi, tetapi penerimaan pajak akan naik sehingga pelayanan publik terus membaik.
"Pengalaman Hong Kong bisa dijadikan contoh bagi negara yang menghadapi masalah korupsi yang serius. Dengan niat politik yang kuat, lembaga anti-korupsi yang berdedikasi, dan strategi yang tepat, bahkan tempat yang paling koruptif seperti Hong Kong saja bisa berubah," sebut Tony Kwok Man Wai, mantan Deputi Komisioner ICAC dalam makalah berjudul Effective Measures to Combat Corruption in Hong Kong.
Niat politik yang kuat ya... Jadi bagaimana, Pak Jokowi...?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Puluhan Karyawan Resign, KPK: Itu Hal yang Wajar
Saat ini proses seleksi calon pimpinan KPK adalah uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR. Ada 10 calon yang menjalani ujian di Senayan.
Namun proses seleksi ini tidak berjalan mulus. Sejumlah nama yang lolos ke tahap uji kepatutan dan kelayakan disebut-sebut bermasalah dengan integritas.
Lalu ada revisi UU KPK, yang oleh banyak kalangan dinilai sebagai upaya pelemahan. Revisi UU ini adalah inisiatif DPR, tetapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengutus pembantunya untuk membahas bersama parlemen.
"Surpes (Surat Presiden) RUU KPK sudah diteken dan dikirim ke DPR," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
KPK berpendapat revisi UU dapat melemahkan kewenangan mereka dalam pemberantasan rasuah. Ada sejumlah hal yang mendukung pendapat tersebut yaitu:
- Penyadapan dipersulit dan dibatasi.
- Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR.
- Sumber penyelidik dan penyidik dibatasi.
- Penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.
- Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria.
- Kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas.
- Kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan.
- Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dipangkas.
KPK boleh mengurusi pemberantasan korupsi, tetapi bukan berarti tidak berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi. Berkat KPK, kualitas pelayanan publik membaik sehingga Indonesia bisa merangkul lebih banyak investor.
"KPK memainkan peran yang tidak terlihat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik dan iklim investasi. Kami percaya bahwa langkah agresif dari KPK untuk memberantas korupsi telah menciptakan efek jera di sektor pemerintahan, mendorong transparansi, dan membuat ekonomi lebih efisien," sebut Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas Indonesia, dalam risetnya.
Jika KPK kuat, maka ekonomi akan sehat. Jargon yang mirip-mirip men sana in corpore sano itu ternyata bukan omong kosong.
Hong Kong sudah membuktikannya, lembaga semacam KPK di wilayah eks koloni Inggris itu berhasil mentransformasi budaya masyarakat menjadi lebih bersih dan taat hukum. Hasilnya, Hong Kong kini menjadi salah satu pusat keuangan dunia yang kaya raya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Di Hong Kong, peran KPK dijalankan oleh Independent Commission Against Corruption (ICAC). Lembaga ini dibentuk pada 1974 untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya.
Sebelum ada ICAC, korupsi adalah budaya sehari-hari masyarakat Hong Kong. Bahkan sampai pemadam kebakaran saja tidak mau memadamkan api kalau belum ada 'uang teh'. Mo chin, mo sui. Tidak ada uang, tidak ada air.
Namun kasus mega korupsi yang mendorong kelahiran ICAC adalah yang melibatkan Peter Godber, Kepala Kepolisian Hong Kong. Sebelum pensiun pada 1973, Gedber memiliki uang HKD 4,4 juta (Rp 7,9 miliar dengan kurs saat ini) yang disebar ke berbagai rekening di Kanada, Australia Singapura, Amerika Serikat (AS), sampai Inggris.
Saat itu, suap di lingkungan kepolisian Hong Kong adalah sesuatu yang normal. Bahkan di setiap kantor polisi ada ruangan dan petugas khusus untuk menerima suap dari berbagai pihak, mayoritas pelaku kejahatan.
"Dulu orang menjadi polisi dan pegawai pemerintah karena memang ingin korupsi," kenang Neil Maloney, pensiunan anggota kepolisian Hong Kong yang kemudian menjadi penyidik di ICAC, seperti dikutip dari South China Morning Post.
Akan tetapi kasus Gedber betul-betul membuat gerah masyarakat Hong Kong. Belajar dari Anti-Corruption Agency (ACA) di Singapura, Hong Kong kemudian membentuk ICAC.
Pada masa-masa awal, ICAC fokus di kasus korupsi oleh kepolisian. Langkah ini bukannya tanpa hambatan, sikap permusuhan dari kepolisian ditunjukkan secara terang-terangan.
Para anggota polisi yang tidak terima 'diacak-acak' menyerbu kantor ICAC, bahkan sempat terjadi baku tembak. Friksi yang memuncak ini kemudian menghasilkan jalan tengah, kasus yang terjadi sebelum 1977 akan diputihkan (kecuali kasus besar).
"Ini menjadi langkah yang sangat brilian. Polisi kemudian sadar dan terus melakukan perbaikan, karena mereka diberikan kesempatan kedua," kata Maloney.
ICAC menjalankan tugasnya dengan baik, dan hasilnya korupsi di Hong Kong berhasil ditekan serendah-rendahnya. Hong Kong adalah negara dengan indeks persepsi korupsi terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari Singapura.
"Sekarang anak-anak muda di pemerintahan hidup dalam lingkungan bebas korupsi. Generasi sekarang melihatnya sebagai sesuatu yang taken for granted, tetapi puluhan tahun lalu pemerintahan dijalankan seperti di Bangkok atau Manila," tegas Maloney.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Berbagai pihak menilai apa yang dicapai Hong Kong saat ini, yaitu salah satu pusat keuangan dunia, tidak lepas dari peran ICAC. Kalau tidak yakin tidak ada korupsi, mana mau investor asing menanamkan modal sampai HK$ 15,19 triliun hingga 2017?
"Dengan mandat ICAC yang begitu kuat, Hong Kong menjadi salah satu negara paling bebas korupsi di dunia. Tidak hanya membuat Hong Kong ramah bagi investor, penerimaan pajak pun semakin meningkat," sebut Bryane Michael dalam riset berjudul Can Hong Kong ICAC Help Reduce Corruption on the Mainland yang diterbitkan oleh University of Hong Kong.
Dalam temuan Michael, kenaikan anggaran ICAC sebesar 10% akan meningkatkan penerimaan pajak sebesar HK$ 18 juta. Jadi masyarakat Hong Kong mendapat manfaat balik ketika anggaran ICAC naik. Tidak hanya ICAC menjadi lebih kuat dalam memerangi korupsi, tetapi penerimaan pajak akan naik sehingga pelayanan publik terus membaik.
![]() |
"Pengalaman Hong Kong bisa dijadikan contoh bagi negara yang menghadapi masalah korupsi yang serius. Dengan niat politik yang kuat, lembaga anti-korupsi yang berdedikasi, dan strategi yang tepat, bahkan tempat yang paling koruptif seperti Hong Kong saja bisa berubah," sebut Tony Kwok Man Wai, mantan Deputi Komisioner ICAC dalam makalah berjudul Effective Measures to Combat Corruption in Hong Kong.
Niat politik yang kuat ya... Jadi bagaimana, Pak Jokowi...?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Puluhan Karyawan Resign, KPK: Itu Hal yang Wajar
Most Popular