Fit & Proper Test Capim KPK

Capim Nawawi Ibaratkan KPK Seperti Orang yang Pulang Dugem

Redaksi, CNBC Indonesia
11 September 2019 15:49
Komisi III DPR RI memulai rangkaian uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Foto: Nawawi Pomolango (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta, CNN Indonesia - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memulai rangkaian uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Capim pertama yang menjalani ujian adalah Nawawi Pamolango. Ia merupakan hakim di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali. Ia merupakan mantan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Dalam kesempatan itu, Nawawi menilai kinerja KPK sekarang biasa dan tidak memiliki prestasi signifikan dalam melakukan tugas pemberantasan korupsi. Ia bahkan memiliki analogi tersendiri terkait hal itu.

"Maka kalau ekstrem saya sebutkan, kerja KPK seperti orang tengah malam buta pulang dari dugem. Kalau di Ambon saja orang pulang dari klub malam sempoyongan, jalannya kiri kanan nggak pernah lurus, seperti itu saya ibaratkan kinerja itu," kata Nawawi.

"Lembaga yang super power kok hasilnya biasa-biasa aja. Saya sering gambarkan KPK ada di atas treadmill. Kalau dilihat dari kejauhan dia lari kencang tapi jalan di tempat," lanjutnya seperti dilansir CNN Indonesia. 

Analogi itu diutarakan Nawawi karena KPK saat ini benar-benar hanya fokus pada penindakan ketimbang pencegahan. Ia menyarankan agar KPK juga memprioritaskan pencegahan alih-alih mendahului penindakan.

Terkait itu, Nawawi menyinggung lembaga pemberantasan korupsi di Korea Selatan yang dibubarkan karena kerap melakukan aksi penindakan tanpa henti. Penindakan terus menerus itu justru berdampak pada terganggunya kinerja pemerintahan.

"Kini jadi hanya khusus pencegahan seperti Ombudsman. Hasilnya? Indeks korupsi Korea Selatan melambung, karena fokus pencegahan. Di sana ada seperti ombudsman," ujar Nawawi.



Soal SP3
Nawawi juga menyoroti keberadaan Pasal 40 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 40 itu mengatur tentang KPK yang tidak diperkenankan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan SP3 dalam suatu perkara korupsi.

Menurut Nawawi, pasal itu sangat merugikan para tersangka yang kasusnya banyak jalan di tempat. Ia mencontohkan pernah bertemu seorang tersangka yang kasusnya tak kunjung selesai.

Nawawi beranggapan harusnya KPK bisa mengeluarkan SP3 jika tak mampu membuktikan seseorang terkena pidana. Tidak ada SP3 di KPK hanya akan menghambat karier dan hidup serta keluarga dari tersangka yang kasusnya masih jalan di tempat.

"Kalau you cari orang punya salah jangan gantung orang sampai mati. Dia terus tersangka tapi dia punya anak istri dan jabatannya," kata Nawawi.

"Saya baca pernyataan Indriyanto Seno Adji hal itu. Jawab beliau itu hanya sekadar pembeda lembaga penegak hukum lain. Ditambah dengan Prof Romli Atmasasmita menyebutkan untuk karakteristik pembeda," lanjutnya.

"Jadi saya berani bilang Pasal 40 ini dijelmakan dibuat dengan tanpa dasar pertimbangan filosofi hukum," tegas dia.

Padahal, menurut Nawawi, KPK bekerja dengan azas kepastian hukum. Namun pada kenyataannya, karena tidak memiliki kewenangan untuk SP3, KPK malah jadi menggantung nasib sejumlah tersangka.

Contohnya RJ Lino. RJ Lino merupakan mantan Direktur Utama PT Pelindo II yang tersandung kasus tindak pidana korupsi dalam pengadaan quay container crane (QCC) pada tahun 2010. Ia ditetapkan sebagai tersangka sejak tahun 2015. Empat tahun berlalu kasus ini masih jalan di tempat.

"Ini berirama dengan azas kepastian hukum. Seseorang harus diberikan kepastian hukum keadilan. Jangan lagi ada RJ Lino RJ Lino yang baru," tutup dia.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/dob) Next Article Sah! DPR Tetapkan Komisioner KPK 2019-2023

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular