Studi KPPOD Ungkap Deretan Penghambat OSS, Apa Saja?

Rima Puspasari, CNBC Indonesia
11 September 2019 14:23
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) melakukan studi evaluasi pelaksanaan sistem pelayanan Online Single Submission.
Foto: Dok CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) melakukan studi evaluasi pelaksanaan sistem pelayanan Online Single Submission. Studi itu dilakukan di enam provinsi, yaitu DKI Jakarta, Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan

"Dalam studi yang dilakukan dari Mei hingga Juli 2019 oleh KPPOD ditemukan kondisi yang menghambat OSS pada level pusat dan daerah," ujar peneliti KPPOD Boedi Rheza dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Dari temuan umum, Boedi membeberkan sejumlah aspek regulasi yang tidak selaras dengan PP Nomor 24/2018. Yang paling terlihat di daerah mengenai kelembagaan dan kewenangan, tata ruang dan UU Penanaman modal. Kemudian, lanjut Boedi, dari segi kualitas NSPK (norma, standar, prosedur, dan kriteria) yang diterbitkan belum memadai.

Disharmoni tersebut mengenai kewenangan memberi izin yang sebelumnya di tangan kepala daerah, sekarang berpindah ke OSS. Fungsi lembaga perizinan yang tadinya didelegasikan UU Penanaman Modal kepada pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), sekarang bergeser ke OSS.

Atas evaluasi tersebut, KPPOD merekomendasikan untuk pemerintah pusat perlu meninjau ulang seluruh regulasi terkait OSS (PP 24 tahun 2028 dan NSPK sektoral) sehingga tidak saling tumpang tindih.

Kemudian, pemerintah pusat pun harus cepat mengupayakan integrasi sistem OSS dan memperbaiki fiturnya sehingga dapat meminimalisir kendala teknis yang memperlambat birokrasi pelayanan.
Studi KPPOD Ungkap Deretan Penghambat OSS, Apa Saja?Foto: Diskusi KPPOD terkait OSS (CNBC Indonesia/Rima Puspasari)


Seperti diketahui, OSS adalah perizinan usaha yang terintegrasi secara elektronik, yang diluncurkan pada 9 Juli 2018 yang lalu. Sistem ini berfungsi sebagai cara daftar bagi para pelaku usaha untuk mendapatkan izin usaha dan komersial atau operasional, dengan prosedur yang mudah. Namun, setelah satu tahun beroperasi, terdapat beberapa evaluasi yang menjadi poin penting bagi sistem ini untuk segera ditindaklanjuti.

Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (11/9/2019), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Trikasih Lembong buka-bukaan perihal perkembangan terkini terkait OSS. Menurut Tom, sapaan akrab Thomas Trikasih Lembong, OSS yang merupakan tindak lanjut masih memiliki sejumlah kekurangan.

"Untuk bangun sebuah sistem online untuk menyatukan perizinan surat menyurat antar kementerian/lembaga. Anggaran OSS gak optimal," ujarnya.

Tom mengaku pernah menyampaikan dalam sidang kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo bahwa regulasi di Tanah Air masih jelimet. Baik itu luring (offline) maupun daring (online).

"Ini semua harus di-online-kan, setuju, tapi sepenuhnya untuk memangkas peraturan dan kewajiban yang ada. Kalau gak sama saja, online tetap jelimet," kata eks menteri perdagangan itu.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Ada OSS, BKPM Jamin Investor Tak Diperiksa Sembarangan Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular