Duh, Tahun 1970-an Vietnam Masih Perang, Kini Permalukan RI

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 September 2019 13:34
Duh, Tahun 1970-an Vietnam Masih Perang, Kini Permalukan RI
Ilustrasi Bendera Vietnam (Reuters)
Jakarta, CNBC Indonesia - "Kita merasa malu tersusul Vietnam di 2012 sehingga sekarang (nilai ekspor tekstil) Vietnam US$ 48 Miliar, kita masih di US$ 13 Miliar"

Curahan Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat soal posisi Indonesia tersalip Vietnam untuk urusan ekspor tekstil memang bisa jadi memalukan. Namun, yang memalukan lagi adalah saat Indonesia kalah bersaing untuk menarik investasi dari China. Dari 33 perusahaan China yang relokasi ke luar negeri, 23 perusahaan memilih Vietnam, dan tak satupun memilih Indonesia.

Sepanjang semester-I 2019, perekonomian Vietnam tumbuh hingga 6,76% secara tahunan, mengalahkan Indonesia hanya bisa tumbuh sebesar 5,06%. Dari torehan positif Vietnam ini memang cukup menjadi perhatian. Apalagi Negeri Paman Ho ini baru beberapa dekade selesai dari perang. Pada 1970-an Vietnam masih berkutat dengan perang, sampai dibuat film oleh Hollywood "Rambo"

Perang saudara Vietnam Utara vs Vietnam Selatan, keterlibatan Amerika Serikat (AS) cs dan Uni Soviet dkk, serta kejantanan John Rambo adalah bumbu-bumbu memori terhadap negara Indochina tersebut. Soal Rambo dan semacamnya boleh rekaan, tetapi Vietnam yang porak-poranda akibat perang adalah sebuah kenyataan.

Perang Vietnam berlangsung selama 20 tahun dari 1955 hingga 1975. Perang itu sering kali dicap sebagai ekses dari perang dingin AS-Uni Soviet yang saling berebut pengaruh sampai ke Asia Tenggara.

Inti dari perang Vietnam adalah antara kubu Utara vs Selatan. Vietnam Utara yang berhaluan kiri disokong oleh Uni Soviet dan sekutunya. Sementara kubu Selatan mendapat dukungan dari AS dan koleganya.

Kubu Vietnam Utara menang, yang kemudian melahirkan Republik Sosialis Vietnam pada 1976. Inilah Vietnam yang kita kenal sekarang.


Pada awal-awal kemerdekaan, Vietnam begitu merana. Maklum, negara ini tercabik-cabik akibat perang selama 20 tahun.

Akibat perang, Vietnam kehilangan sekitar 3 juta penduduk. Belum lagi ada gelombang eksodus keluar dari negara tersebut, terutama para pendukung Vietnam Selatan. United Nations High Commission for Refugees (UNHCR) mencatat sekitar 1 juta orang meninggalkan Vietnam selama periode 1975-1982. Di antara mereka terdapat para pekerja dengan keterampilan tinggi.

Pada masa-masa prihatin tersebut, sekitar 70% penduduk Vietnam hidup dalam kemiskinan. Indonesia masih lebih baik karena pada pertengahan 1970-an angka kemiskinan berada di kisaran 40% (walau sebenarnya tinggi juga sih).

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Namun Vietnam berbenah dan pembenahan itu dilakukan dengan konsisten. Mengutip buku Vietnam: a Country Study terbitan US Library of Congress, pola pembangunan Vietnam mirip-mirip dengan Indonesia, yaitu dengan rencana lima tahunan (Pembangunan Lima Tahun/Pelita) seperti zaman Orde Baru.

'Pelita' I di Vietnam berlangsung pada 1960-1965, tetapi hanya untuk Vietnam Utara sehingga tidak usah dihitung. Pembangunan Vietnam baru benar-benar dimulai pada 'Pelita' II, yang berlangsung pada 1976-1980. 

Pada 'Pelita' II ini, Vietnam memfokuskan ekonomi kepada pembangunan sektor pertanian dan industri. Namun sektor pertanian dijadikan pusat, pengembangan industri adalah untuk mengolah hasil pertanian. Jadi saat sektor pertanian tumbuh, industri akan ikut terangkat.

Ketika itu, Vietnam hampir tidak punya modal untuk mengongkosi pembangunan. Anggaran negara pada 1976 hanya bernilai US$ 2,5 juta sementara kebutuhan pembangunan mencapai US$ 7,5 miliar. Oleh karena itu, Vietnam bergantung kepada bantuan luar negeri baik itu dari Blok Timur maupun Blok Barat.

Saat 'Pelita' II berakhir, ekonomi Vietnam belum menanjak. Ekonomi masih didominasi oleh usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dengan produktivitas tenaga kerja yang rendah. Belum lagi angka pengangguran masih tinggi.

Kegagalan sistem 'Pelita' membuat Vietnam meninggalkan pendekatan ini. Mulai 1982, perencanaan pembangunan menggunakan sistem tahunan meski tetap ada perencanaan lima tahun.

Pada 1982, para pemimpin Vietnam mulai berpikir pragmatis. Dibuat titik temu antara memupuk aktivitas sektor privat dengan tetap dilatarbelakangi oleh negara.

Namun kebijakan yang paling penting adalah integrasi pertanian antara kepemilikan individu dan kolektif dengan memperkenalkan teknologi. Ditambah sistem kontrak, keluarga petani bisa membuat perjanjian dengan pemilik lahan kolektif.

Kalau produksi kurang dari kuota, keluarga itu harus menambal. Sementara kalau lebih, keluarga petani boleh menyimpan kelebihannya untuk dikonsumsi sendiri, dijual ke pasar, atau dilepas ke pemerintah.

Tidak hanya sektor pertanian, industri juga masih mendapat perhatian pemerintah. Bahkan kali ini lebih dibandingkan saat 'Pelita' II. Pada 1982, porsi investasi pemerintah untuk pembangunan industri adalah 53%.

Pada era ini, Vietnam mencoba meletakkan dasar untuk menjadi negara industri manufaktur. UMKM diarahkan untuk memasok bahan baku industri besar-menengah dan produksi industri difokuskan untuk pasar ekspor.



(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Pada periode 1986. Ini baru titik balik Vietnam, tangga untuk menggapai kejayaan ekonomi.

Pada 1986, Vietnam memperkenalkan reformasi struktural yang disebut Doi Moi. Paradigma ekonomi diubah dari terpusat menjadi berbasis pasar (meski tetap menggunakan prinsip-prinsip sosialisme dengan adanya arah kebijakan pembangunan dari pemerintah). Saat inilah Vietnam mulai terbuka terhadap investasi asing, selain mengembangkan industriawan dalam negeri. 

Pada 1990, Doi Moi menuai hasil luar biasa. Lebih dari 30.000 pengusaha sektor swasta lahir dan pertumbuhan ekonomi mencapai level 7%.



Pada 1995, Vietnam bergabung dengan perjanjian perdagangan bebas ASEAN. Kemudian pada 2000 mereka meneken kerja sama perdagangan dengan AS dan pada 2007 bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Dengan berbagai perjanjian ini, bea masuk dan bea keluar bisa ditekan sehingga menurunkan biaya berbisnis. Tentunya ini sangat menarik bagi investor global.

xWorld Economic Forum

World Economic Forum menyebut Vietnam patut dijadikan contoh dalam hal pembangunan ekonomi. Ada tiga pilar yang menopang kemajuan ekonomi Vietnam, yang bisa diterapkan oleh negara-negara lain.

"Pertama, Vietnam mengubah haluan ekonomi dari sentralistis menjadi berbasis pasar. Kedua, Vietnam melakukan deregulasi dan menekan biaya. Ketiga, Vietnam berinvestasi di pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia,"

"Dengan tensi perdagangan dunia yang meninggi, Vietnam justru bisa mendapat keuntungan. Saat AS menerapkan bea masuk produk-produk China, pengusaha memindahkan lokasi produksinya ke negara seperti Vietnam,"

"Bahkan kalau proteksionisme menyulitkan ekspor Vietnam, mereka masih punya kelas menengah domestik untuk menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Saat ini, separuh dari populasi Vietnam berada di usia produktif di bawah 35 tahun," papar kajian World Economic Forum.

Di film, Rambo digambarkan berhasil 'mengacak-acak' Vietnam sendirian. Kini giliran Vietnam yang jadi Rambo di bidang ekonomi, dan berhasil mempermalukan Indonesia yang pada 1970-an yang mulai punya kestabilan politik dan undang-undang investasi.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular