Maaf, Iuran BPJS Kesehatan Kelas I & II Dipastikan Naik
03 September 2019 09:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Iuran BPJS Kesehatan Kelas I dan II dipastikan naik. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Mardiasmo, memastikan angka kenaikan mengacu pada skema yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya.
"Yang kelas I dan kelas II, 1 Januari 2020 jadi 160 ribu dan 110 ribu sehingga kita bisa sosialisasi untuk masyarakat," ujar Mardiasmo usai mengikuti rapat gabungan Komisi IX dan XI DPR RI, Senin (2/9/2019).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris, mengakui, jika tidak ada kenaikan iuran, kondisi BPJS Kesehatan semakin berdarah. Terlebih, dia tak membantah adanya fraud atau penyimpangan di sesuai temuan BPKP.
Hal ini menjadi faktor adanya defisit yang mencapai triliunan. Jika iuran tak naik, defisit BPJS Kesehatan nyaris mencapai Rp 80 triliun. Fantastis!
"Defisit ini sebagaimana dipaparkan DJSN [Dewan Jaminan Sosial Nasional] sebelumnya, biaya per orang per bulan memang makin ke sini makin lebar perbedaannya dengan premi," tutur Fahmi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR, Senin (2/9/2019).
"Setelah BPKP turun, dilihat ada fraud. Memang akhirnya bahwa secara nyata ditemukan under price terhadap iuran. Rata-rata iuran Rp 36.500/Bulan ada gap Rp 13.000/Bulan," jelas Fahmi.
Selama ini memang per bulan Penerima Bantuan Iuran dibayar Rp 23.000 sedangkan iuran peserta mandiri dibayar Rp 25.500/bulan. Ini yang menurut Fahmi ada gap atau selisih.
Fahmi mengatakan jika tidak ada kebijakan seperti kenaikan iuran maka BPJS Kesehatan bakal makin parah.
"Yang terjadi tahun ke tahun defisit akan makin lebar," katanya.
Berikut rincian perkiraan defisit BPJS Kesehatan dimulai dari 2019 :
2019 : Rp 32,8 triliun
2020 : Rp 39,5 triliun
2021: Rp 50,1 triliun
2022: Rp 58,6 triliun
2023 : Rp 67,3 triliun
2024 : Rp 77 triliun
"Harapannya dengan perbaikan fundamental iuran, persoalan di sini dapat diselesaikan," tegas Fahmi.
(roy/roy)
"Yang kelas I dan kelas II, 1 Januari 2020 jadi 160 ribu dan 110 ribu sehingga kita bisa sosialisasi untuk masyarakat," ujar Mardiasmo usai mengikuti rapat gabungan Komisi IX dan XI DPR RI, Senin (2/9/2019).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris, mengakui, jika tidak ada kenaikan iuran, kondisi BPJS Kesehatan semakin berdarah. Terlebih, dia tak membantah adanya fraud atau penyimpangan di sesuai temuan BPKP.
Hal ini menjadi faktor adanya defisit yang mencapai triliunan. Jika iuran tak naik, defisit BPJS Kesehatan nyaris mencapai Rp 80 triliun. Fantastis!
"Defisit ini sebagaimana dipaparkan DJSN [Dewan Jaminan Sosial Nasional] sebelumnya, biaya per orang per bulan memang makin ke sini makin lebar perbedaannya dengan premi," tutur Fahmi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR, Senin (2/9/2019).
"Setelah BPKP turun, dilihat ada fraud. Memang akhirnya bahwa secara nyata ditemukan under price terhadap iuran. Rata-rata iuran Rp 36.500/Bulan ada gap Rp 13.000/Bulan," jelas Fahmi.
Selama ini memang per bulan Penerima Bantuan Iuran dibayar Rp 23.000 sedangkan iuran peserta mandiri dibayar Rp 25.500/bulan. Ini yang menurut Fahmi ada gap atau selisih.
Fahmi mengatakan jika tidak ada kebijakan seperti kenaikan iuran maka BPJS Kesehatan bakal makin parah.
"Yang terjadi tahun ke tahun defisit akan makin lebar," katanya.
Berikut rincian perkiraan defisit BPJS Kesehatan dimulai dari 2019 :
2019 : Rp 32,8 triliun
2020 : Rp 39,5 triliun
2021: Rp 50,1 triliun
2022: Rp 58,6 triliun
2023 : Rp 67,3 triliun
2024 : Rp 77 triliun
"Harapannya dengan perbaikan fundamental iuran, persoalan di sini dapat diselesaikan," tegas Fahmi.
Artikel Selanjutnya
Iuran BPJS Kesehatan akan Naik Tahun Depan, Ini Skemanya
(roy/roy)