Bank Dunia Ingatkan Jokowi Bereskan CAD, Yakin Bisa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 September 2019 09:33
Bank Dunia Ingatkan Jokowi Bereskan CAD, Yakin Bisa?
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia menitipkan pesan kepada Indonesia untuk memperkuat ketahanan eksternal. Di tengah situasi global yang tidak pasti, ketahanan eksternal menjadi kunci.

Ketahanan eksternal biasanya dicerminkan dalam transaksi berjalan (current account). Transaksi berjalan dalam salah satu pos dalam neraca pembayaran yang berisikan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa.

Devisa dari pos ini dipandang lebih tahan lama (sustainable) ketimbang kamar sebelah yaitu transaksi modal dan finansial yang didominasi oleh investasi portofolio di sektor keuangan alias hot money. Jadi tidak heran kondisi transaksi berjalan menjadi penting bagi stabilitas nilai tukar mata uang.

"Kondisi ekonomi saat ini sedang melemah, risiko resesi pada ekonomi global meningkat. Cara yang paling baik adalah memperbaiki transaksi berjalan, juga memperbaiki aliran portofolio," kata Rodrigo Chavez, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, usai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (JokowI), kemarin.


Sudah lama Indonesia menderita 'penyakit' defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), tepatnya sejak 2011. Puncaknya terjadi pada kuartal II-2014, di mana kala itu defisit mencapai 4,26% dari Produk Domestik Bruto (PDB).



Saat transaksi berjalan defisit, maka nilai tukar rupiah cenderung melemah. Terlihat sejak 2011 mata uang Tanah Air cenderung terdepresiasi di hadapan dolar Amerika Serikat.



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Ini bukan kali pertama Bank Dunia menyarankan agar Indonesia memperbaiki masalah defisit transaksi berjalan. Dalam laporan Indonesia - Current Account Assessment 2015, isu tersebut sudah digaungkan.

Laporan itu menyebutkan, ada beberapa faktor yang membuat Indonesia terjebak dalam defisit transaksi berjalan. Pertama adalah ekonomi Indonesia terus tumbuh sehingga mau tidak mau ada tekanan impor. Kedua, investasi terus tumbuh tetapi kemampuan pembiayaan domestik begitu-begitu saja.



Ketiga, ekspor Indonesia suka tidak suka terpukul akibat larangan ekspor mineral mentah yang diterapkan sejak 2014, sesuai amanat UU Mineral dan Batu Bara. Ternyata sampai saat ini ketergantungan Indonesia terhadap ekspor komoditas masih sangat besar, belum bisa move on juga.


Pada Januari-Juli 2019, ekspor bahan bakar mineral menyumbang 15,1% terhadap total ekspor nasional. Sumbangan tersebut menjadikan ekspor bahan bakar mineral menjadi yang nomor satu.

Penurunan ekspor mineral mentah akibat kebijakan pemerintah membuat impor seng ada lawan. Akibatnya, transaksi berjalan pun tertekan.

Kini, Bank Dunia kembali mengingatkan bahwa Indonesia perlu menjaga transaksi berjalan. Ada baiknya Indonesia belajar dari Thailand, yang punya transaksi berjalan surplus sehingga ekonominya berdaya tahan tinggi.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular