
Petani Sawit RI Dipuji, Malaysia Ikutan Bikin Pelatihan
Efrem Limsan Siregar, CNBC Indonesia
02 September 2019 09:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Deputi Utama Kementerian Industri Malaysia Datuk Seri Shamsul Iskandar mengungkapkan kekagumannya pada petani sawit asal Indonesia. Hal itu diungkapkannya di diskusi Palm Oil for People and Sustainable Development, Jakarta, Minggu (1/9/2019).
"Mereka yang bekerja di ladang, Malaysia, ternyata good harvester [petani yang baik]," kata Shamsul Iskandar.
Ia mengagumi kecakapan petani Indonesia dalam menuai atau memotong buah sawit dari pohon. Tak mau kalah dengan petani Indonesia, pemerintah Malaysia menggelar pelatihan kepada anak-anak muda di negaranya.
"Sekarang kita punya policy, kita menggunakan satu institut latihan untuk anak-anak muda di sana untuk diajar menjadi harvester seperti orang Indonesia," ucapnya.
Sektor perkebunan sawit Malaysia membutuhkan tenaga kerja mengingat sebagian besar para petani asal Indonesia telah kembali ke Tanah Air. Indonesia dan Malaysia merupakan negara produsen sawit terbesar di dunia.
"Saya pikir itu satu perkara yang bisa kita pelajari dari rakyat Indonesia, seorang yang bagus dalam menuai buah sawit," katanya.
Dalam kesempatan diskusi tersebut, Yusmadi Yusoff, pendiri Rights Foundation yang berfokus pada isu pemerintahan regional, hak asasi dan sosial masyarakat, mengatakan perlunya kerja sama baik Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara penghasil sawit terbesar di dunia.
Malaysia dan Indonesia menyumbang hampir 90% dari produksi dunia. Namun, Uni Eropa (UE) memandang ada deforestasi (perusakan hutan) sebagai langkah pembukaan lahan perkebunan sawit di Indonesia dan Malaysia.
Menurutnya, keputusan UE secara tidak langsung telah memberikan dampak terhadap para petani kecil (smallholders) kelapa sawit. Jika masalah sawit ini menyangkut keadilan di Eropa, ia memandang keadilan tersebut harus inklusif atau menyeluruh.
Atas dasar itu, ia memandang bahwa Indonesia dan Malaysia perlu memberikan penjelasan terhadap masyarakat Eropa. Ia yakin jika masalah atas sawit ini merupakan akan dilihat secara objektif oleh masyarakat Eropa.
"Jadi Indonesia dan Malaysia menyatakan yang benar. Bagi saya, satu perkara ini akan punya dukungan di Eropa juga, karena Eropa tidak semua orang [berpandang negatif atas sawit]. Ada yang betul pejuang HAM, demokrasi dan oportunis," ucapnya.
Pemerintah Indonesia dan Malaysia, ujarnya, perlu membuat satu kerja sama antar parlemen untuk fokus membahas isu minyak sawit yang menurutnya sudah menjadi isu yang berdampak pada rakyat.
Cara Eropa adang biodiesel Indonesia.
(tas) Next Article Sejarah Sawit Indonesia: Mulanya Hanya 4 Biji
"Mereka yang bekerja di ladang, Malaysia, ternyata good harvester [petani yang baik]," kata Shamsul Iskandar.
Ia mengagumi kecakapan petani Indonesia dalam menuai atau memotong buah sawit dari pohon. Tak mau kalah dengan petani Indonesia, pemerintah Malaysia menggelar pelatihan kepada anak-anak muda di negaranya.
"Sekarang kita punya policy, kita menggunakan satu institut latihan untuk anak-anak muda di sana untuk diajar menjadi harvester seperti orang Indonesia," ucapnya.
![]() |
Sektor perkebunan sawit Malaysia membutuhkan tenaga kerja mengingat sebagian besar para petani asal Indonesia telah kembali ke Tanah Air. Indonesia dan Malaysia merupakan negara produsen sawit terbesar di dunia.
"Saya pikir itu satu perkara yang bisa kita pelajari dari rakyat Indonesia, seorang yang bagus dalam menuai buah sawit," katanya.
Dalam kesempatan diskusi tersebut, Yusmadi Yusoff, pendiri Rights Foundation yang berfokus pada isu pemerintahan regional, hak asasi dan sosial masyarakat, mengatakan perlunya kerja sama baik Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara penghasil sawit terbesar di dunia.
Malaysia dan Indonesia menyumbang hampir 90% dari produksi dunia. Namun, Uni Eropa (UE) memandang ada deforestasi (perusakan hutan) sebagai langkah pembukaan lahan perkebunan sawit di Indonesia dan Malaysia.
![]() |
Menurutnya, keputusan UE secara tidak langsung telah memberikan dampak terhadap para petani kecil (smallholders) kelapa sawit. Jika masalah sawit ini menyangkut keadilan di Eropa, ia memandang keadilan tersebut harus inklusif atau menyeluruh.
Atas dasar itu, ia memandang bahwa Indonesia dan Malaysia perlu memberikan penjelasan terhadap masyarakat Eropa. Ia yakin jika masalah atas sawit ini merupakan akan dilihat secara objektif oleh masyarakat Eropa.
Pemerintah Indonesia dan Malaysia, ujarnya, perlu membuat satu kerja sama antar parlemen untuk fokus membahas isu minyak sawit yang menurutnya sudah menjadi isu yang berdampak pada rakyat.
Cara Eropa adang biodiesel Indonesia.
(tas) Next Article Sejarah Sawit Indonesia: Mulanya Hanya 4 Biji
Most Popular