Suka Nyinyirin Sri Mulyani Soal Utang? Coba Lihat Faktanya

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 August 2019 11:16
Perekonomian Dunia Sedang Lesu
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Pada saat ini, perekonomian Indonesia sedang lesu dan membutuhkan stimulus guna membuatnya bergairah seperti dulu. Pada periode satu pemerintahan SBY, secara rata-rata perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,94%, sementara dalam empat tahun pertama pemerintahan Jokowi, secara rata-rata perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,01%.

Ada faktor eksternal di sini. Semasa periode satu SBY, perekonomian dunia tumbuh lebih pesat, yakni 3,78% secara rata-rata. Sementara di era Jokowi (2015-2018), perekonomian dunia tumbuh melambat seiring dengan ketidakpastian yang membayangi perekonomian negara-negara dengan nilai raksasa. Jika di rata-rata, pertumbuhan ekonomi dunia dalam periode 2015-2018 adalah sebesar 3,55%.

Di AS dan China, kedua negara sudah lebih dari satu setengah tahun terlibat dalam perang dagang yang begitu panas. Di Inggris, kini potensi No-Deal Brexit alias perceraian antara Inggris dengan Uni Eropa tanpa kesepakatan terbuka dengan sangat lebar.

Dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang lesu, masuk akal jika penerimaan negara menjadi kurang maksimal. Untuk diketahui, mayoritas penerimaan negara Indonesia datang dari penerimaan perpajakan, disusul oleh Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), lalu kemudian penerimaan hibah.

Di era Jokowi, pertumbuhan ekonomi dunia yang relatif lesu (yang pada akhirnya membuat perekonomian Indonesia juga lesu) telah mengakibatkan penerimaan perpajakan menjadi relatif lemah, yang pada akhirnya membuat penerimaan negara secara keseluruhan ikut menjadi rendah juga.

Jika di rata-rata, realisasi penerimaan perpajakan di periode satu SBY adalah sebesar 99,6% dari target. Untuk penerimaan negara secara keseluruhan, nilainya adalah 99,5%. Beralih ke era Jokowi, secara rata-rata dalam periode 2015-2018, realisasi penerimaan perpajakan hanya mencapai 88%, sementara realisasi penerimaan negara secara keseluruhan hanya 92,8%. 

Implikasinya, ya mau tak mau pemerintah harus berutang kalau tak mau belanjanya dipangkas. Untuk diketahui, realisasi belanja di era Jokowi tak kalah jauh dari realisasi di periode satu SBY.

Secara rata-rata, realisasi belanja negara di periode satu SBY tercatat sebesar 95,9% dari target. Di era Jokowi, angkanya hanya turun tipis menjadi 93,6%. Padahal kalau melihat realisasi penerimaan, Jokowi tertinggal jauh dari SBY.



Kalau Sri Mulyani tak mengambil keputusan yang berani untuk mengambil utang dalam jumlah yang besar, dipastikan perekonomian Indonesia akan lebih loyo lagi. 

Nah, bagi Indonesia yang masih masuk ke kategori negara berkembang, pertumbuhan ekonomi memang harus dijaga di level yang relatif tinggi.

Alasannya: kesejahteraan masyarakat. Kala perekonomian tumbuh dengan pesat, penciptaan lapangan pekerjaan akan tumbuh dengan pesat pula sehingga pengangguran menjadi lebih mudah diberantas. Selain itu, upaya pengentasan kemiskinan juga akan lebih mudah dilakukan.

Berbicara mengenai pengangguran, tingkat pengangguran di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Dari beberapa negara di kawasan Asia yang kami kumpulkan datanya, tingkat pengangguran di Indonesia merupakan yang tertinggi ketiga.

BERLANJUT KE HALAMAN 4 -> Utangnya Untuk Apa?

(ank/ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular