
Tanda Resesi: Orang Kaya Malas Belanja
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
29 August 2019 14:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Inversi yang terjadi pada imbal hasil obligasi ternyata bukan satu-satunya sinyal dari perlambatan ekonomi. Ada lagi yang menjadi tanda resesi yaitu malasnya para crazy rich alias orang kaya untuk mengeluarkan uang guna berbelanja.
Hal ini setidaknya dipercaya oleh para pengamat di Amerika Serikat (AS). Penghematan yang dilakukan para orang kaya dapat merambah ke seluruh sektor perekonomian dan menciptakan hambatan lebih lanjut pada pertumbuhan. Meskipun konsumsi di kelas menengah ke bawah terus tumbuh.
Kepala ekonom di Moody's Analytics Mark Zandi, mengatakan bahwa 10% dari orang-orang dengan pendapatan terbanyak menyumbang hampir setengah dari pengeluaran konsumen. Oleh karenanya, apabila mereka semakin menghemat pengeluaran mereka, maka tidak menutup kemungkinan ekonomi secara luas akan terkena dampak.
"Jika konsumen berpenghasilan tinggi semakin menghemat pengeluaran mereka, itu akan menjadi ancaman signifikan bagi pertumbuhan ekonomi," kata Zandi sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (29/8/2019). Dari data Moody's terdapat penurunan pengeluaran para orang kaya selama dua tahun terakhir.
Lebih lanjut, Zandi menyebut jumlah tabungan kelompok menegah atas juga telah meningkat lebih dari dua kali lipat selama dua tahun terakhir. Ini pertanda bahwa mereka tengah menimbun uang tunai.
"Jika pertumbuhan pekerjaan melambat, lebih lanjut pengangguran akan mulai meningkat, (yang berpenghasilan menengah) akan menabungnya, menghasilkan penurunan ekonomi," jelasnya.
Mengutip CNBC International, sektor real estate mewah tahun ini mencatatkan kinerja terburuk sejak masa krisis keuangan. Di mana, beberapa wilayah perumahan mewah seperti Manhattan mengalami penurunan jumlah pembeli untuk enam kuartal berturut-turut.
Menurut sebuah lembaga broker real estate Redfin, penjualan rumah dengan harga US$ 1,5 juta atau lebih, turun 5% di AS pada kuartal kedua ini. Rumah-rumah mewah dan penthouse yang tidak terjual menumpuk di seluruh negeri, terutama di kota-kota resor mewah. Di beberapa wilayah seperti di Aspen, Colorado, dan Hamptons di New York, sebagian rumah bahkan sudah tidak laku selama hampir tiga terakhir.
Selain itu, berbagai peritel juga terkena imbasnya. Di mana, lembaga penyedia rumah mewah Barney mencatatkan kebangkrutan akibat penurunan pendapatan. Sementara Nordstrom, membukukan tiga penurunan pendapatan triwulanan berturut-turut. Namun begitu, Wal-Mart dan Target melaporkan menerima lebih banyak pengunjung dan pendapatannya tumbuh lebih kuat dari yang diperkirakan.
Mobil-mobil termahal di lelang mobil Pebble Beach juga ditinggalkan pembeli. Bahkan penjualan mobil dengan harga US$ 1 juta atau lebih juga tidak mencapai 50% dari stok yang tersedia. Namun, mobil dengan harga di bawah US$ 75.000 terjual dengan cepat, dengan beberapa di antaranya lebih banyak dari perkiraan penjual.
Pada paruh pertama 2019, penjualan lelang seni juga turun untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun. Penjualan di Sotheby turun 10% dan penjualan lelang Christie turun 22% dari tahun lalu. Ekonom menyebut ada berbagai alasan mengapa penurunan belanja terjadi. Salah satu penyebabnya adalah perubahan aturan pajak di AS.
(sef/sef) Next Article Jepang Resesi, Bukan Ekonomi Terbesar ke-3 Dunia Lagi!
Hal ini setidaknya dipercaya oleh para pengamat di Amerika Serikat (AS). Penghematan yang dilakukan para orang kaya dapat merambah ke seluruh sektor perekonomian dan menciptakan hambatan lebih lanjut pada pertumbuhan. Meskipun konsumsi di kelas menengah ke bawah terus tumbuh.
Kepala ekonom di Moody's Analytics Mark Zandi, mengatakan bahwa 10% dari orang-orang dengan pendapatan terbanyak menyumbang hampir setengah dari pengeluaran konsumen. Oleh karenanya, apabila mereka semakin menghemat pengeluaran mereka, maka tidak menutup kemungkinan ekonomi secara luas akan terkena dampak.
"Jika konsumen berpenghasilan tinggi semakin menghemat pengeluaran mereka, itu akan menjadi ancaman signifikan bagi pertumbuhan ekonomi," kata Zandi sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (29/8/2019). Dari data Moody's terdapat penurunan pengeluaran para orang kaya selama dua tahun terakhir.
Lebih lanjut, Zandi menyebut jumlah tabungan kelompok menegah atas juga telah meningkat lebih dari dua kali lipat selama dua tahun terakhir. Ini pertanda bahwa mereka tengah menimbun uang tunai.
"Jika pertumbuhan pekerjaan melambat, lebih lanjut pengangguran akan mulai meningkat, (yang berpenghasilan menengah) akan menabungnya, menghasilkan penurunan ekonomi," jelasnya.
Mengutip CNBC International, sektor real estate mewah tahun ini mencatatkan kinerja terburuk sejak masa krisis keuangan. Di mana, beberapa wilayah perumahan mewah seperti Manhattan mengalami penurunan jumlah pembeli untuk enam kuartal berturut-turut.
Menurut sebuah lembaga broker real estate Redfin, penjualan rumah dengan harga US$ 1,5 juta atau lebih, turun 5% di AS pada kuartal kedua ini. Rumah-rumah mewah dan penthouse yang tidak terjual menumpuk di seluruh negeri, terutama di kota-kota resor mewah. Di beberapa wilayah seperti di Aspen, Colorado, dan Hamptons di New York, sebagian rumah bahkan sudah tidak laku selama hampir tiga terakhir.
Selain itu, berbagai peritel juga terkena imbasnya. Di mana, lembaga penyedia rumah mewah Barney mencatatkan kebangkrutan akibat penurunan pendapatan. Sementara Nordstrom, membukukan tiga penurunan pendapatan triwulanan berturut-turut. Namun begitu, Wal-Mart dan Target melaporkan menerima lebih banyak pengunjung dan pendapatannya tumbuh lebih kuat dari yang diperkirakan.
Mobil-mobil termahal di lelang mobil Pebble Beach juga ditinggalkan pembeli. Bahkan penjualan mobil dengan harga US$ 1 juta atau lebih juga tidak mencapai 50% dari stok yang tersedia. Namun, mobil dengan harga di bawah US$ 75.000 terjual dengan cepat, dengan beberapa di antaranya lebih banyak dari perkiraan penjual.
Pada paruh pertama 2019, penjualan lelang seni juga turun untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun. Penjualan di Sotheby turun 10% dan penjualan lelang Christie turun 22% dari tahun lalu. Ekonom menyebut ada berbagai alasan mengapa penurunan belanja terjadi. Salah satu penyebabnya adalah perubahan aturan pajak di AS.
(sef/sef) Next Article Jepang Resesi, Bukan Ekonomi Terbesar ke-3 Dunia Lagi!
Most Popular