Ini Kata Penambang Soal Alasan Larangan Ekspor Nikel Dikebut

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
22 August 2019 19:15
Pemerintah tiba-tiba larang ekspor nikel, apa alasan di baliknya?
Foto: Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy K Lengkey (CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty)
Jakarta, CNBC Indonesia - Isu pelarangan ekspor bijih nikel membuat gempar sektor pertambangan dalam 2 pekan terakhir. Kebijakan yang semula akan pada 2022, tiba-tiba dipercepat dan direncanakan berlaku pada Oktober mendatang.

Kabar percepatan larangan ini datang pertama kali dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan pada 12 Agustus 2019. Alasannya, ia yakin stok nikel dari larangan ekspor masih bisa diserap dalam negeri oleh smelter (pabrik pemurnian) yang kini beroperasi.



Ia menegaskan tujuan utama pelarangan ekspor adalah untuk menggenjot hilirisasi. Luhut memberi contoh bijih nikel seharga US$ 36 bisa naik nilainya menjadi US$ 100 jika ditingkatkan menjadi feronikel dan metal untuk jadi bahan stainless steel.

Namun, menurut Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), ada alasan lain di balik percepatan larangan ekspor tersebut.

"Pemerintah minta percepatan karena adanya ketakutan, takut kehabisan bahan baku nickel ore," ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy K Lengkey, ketika dijumpai di Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Padahal, lanjut Meidy, kenyataannya tidak seperti itu. Ia pun kemudian membeberkan beberapa fakta, seperti potensi cadangan bijih nikel di Indonesia yang mencapai 60 miliar ton.

"Itu 7 turunan juga belum habis," tutur Meidy.

Lebih lanjut, ia menjabarkan, saat ini pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Indonesia ada 1.278, tersebar di tujuh provinsi, yakni Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, Papua, dan Sulawesi Selatan.

Dari 1.278 IUP tersebut, lanjut Meidy, yang sedang melakukan kegiatan produksi ada 281 perusahaan, paling banyak di Sulawesi Tenggara.

"Potensi cadangan nikelnya, di satu provinsi Sulawesi Tenggara saja ada 38 miliar ton, kalau digabung dengan enam provinsi lainnya, bisa mencapai 60 miliar ton, tapi itu seluruh kadar ya," pungkas Meidy.

Berdasarkan data, nikel tergolong sebagai komoditas logam strategis. Indonesia sendiri merupakan eksportir nikel nomor 6 dari 10 negara produsen nikel terbesar di dunia pada 2016. Potensi cadangan nikel paling banyak ditemukan di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. 

Potensi cadangan nikel RI menguasai 23,7% cadangan dunia, dengan total cadangan sebanyak +9 miliar metric ton. 

Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), jumlah izin pertambangan baik eksplorasi dan produksi nikel di 7 provinsi tercatat sebanyak 1.278 IUP. Per Mei 2019, berdasar data rekonsiliasi ditjen minerba total IUP Nikel tercatat sebanyak 281 IUP. 




(gus) Next Article Nikel Dilarang Ekspor, Pengusaha Kirim Surat ke Jokowi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular