
Hadapi Persaingan, Transformasi Bisnis BPR Jadi Kunci
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
20 August 2019 16:03

Jakarta, CNBC Indonesia- Untuk menyehatkan kondisi keuangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) harus bisa mengubah model bisnisnya. Dalam hal kepemilikan (ownership), BPR bisa menerapkan model bisnis yang mampu menyerap dana-dana pihak ketiga dengan baik dan menyalurkannya.
"Di sini saat menyalurkan dana, kalau kita suku bunganya mahal, ke sininya juga akan mahal. Kalau dia mahal di sini, dia tidak akan bisa berkompetisi dengan bank lain," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo dalam wawancara dengan CNBC Indonesia.
Menurutnya jika ada program transformasi, yang diutamakan adalah bagaimana transformasi tersebut bisa mengubah bisnis modelnya. Tentunya dengan menerapkan model bisnis yang bagus, sehingga bisa dirasakan dan diakses oleh semua masyarakat.
Edy menyatakan jika BPR memiliki teknologi dengan kemitraan dengan bank lain, maka bisa menjadi channeling sumber bank besar. Dengan begitu, BPR tinggal menyalurkannya saja.
Apalagi bank-bank besar belum tentu memiliki outlet di daerah, sehingga kehadiran BPR bisa berperan besar.
"Competitiveness dari bank itu dari waktu ke waktu kalah bersaing, mau tidak mau harus mencari celah. Nah itu yang terjadi selama ini. Ada juga yang beberapa memang nakal," katanya.
Namun jika bank memang terbukti melakukan fraud ataupun pengelolaannya tidak prudent, maka bisa kena pidana atau terkena masalah finance proper. Bahkan yang terbukti pun harus dicopot dan dilepas jika sebagai pemilik.
"Kalau dia direksi harus dicopot dan diganti. Itu aturan kita jelas kalau soal BPR," kata Edy.
Dengan begitu ketentuan modal minimum inti BPR Rp 6 Miliar pun menjadi relatif. Sebelumnya, ada 32 BPR di Bali belum memenuhi aturan modal minimum Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan POJK Nomor 5/2015.
OJK mencatat, 17 BPR belum memenuhi modal inti Rp 3 miliar, aturan ini harus diikuti paling lambat 31 Desember 2019. Sementara itu, sisanya sebanyak 15 BPR belum memenuhi ketentuan modal inti kurang dari Rp 6 miliar, dalam kurun waktu lima tahun mendatang.
[Gambas:Video CNBC]
(dob/dob) Next Article Izin Dicabut & Merger, Jumlah BPR Menyusut Dalam 8 Tahun
"Di sini saat menyalurkan dana, kalau kita suku bunganya mahal, ke sininya juga akan mahal. Kalau dia mahal di sini, dia tidak akan bisa berkompetisi dengan bank lain," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo dalam wawancara dengan CNBC Indonesia.
Menurutnya jika ada program transformasi, yang diutamakan adalah bagaimana transformasi tersebut bisa mengubah bisnis modelnya. Tentunya dengan menerapkan model bisnis yang bagus, sehingga bisa dirasakan dan diakses oleh semua masyarakat.
Apalagi bank-bank besar belum tentu memiliki outlet di daerah, sehingga kehadiran BPR bisa berperan besar.
"Competitiveness dari bank itu dari waktu ke waktu kalah bersaing, mau tidak mau harus mencari celah. Nah itu yang terjadi selama ini. Ada juga yang beberapa memang nakal," katanya.
Namun jika bank memang terbukti melakukan fraud ataupun pengelolaannya tidak prudent, maka bisa kena pidana atau terkena masalah finance proper. Bahkan yang terbukti pun harus dicopot dan dilepas jika sebagai pemilik.
"Kalau dia direksi harus dicopot dan diganti. Itu aturan kita jelas kalau soal BPR," kata Edy.
Dengan begitu ketentuan modal minimum inti BPR Rp 6 Miliar pun menjadi relatif. Sebelumnya, ada 32 BPR di Bali belum memenuhi aturan modal minimum Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan POJK Nomor 5/2015.
OJK mencatat, 17 BPR belum memenuhi modal inti Rp 3 miliar, aturan ini harus diikuti paling lambat 31 Desember 2019. Sementara itu, sisanya sebanyak 15 BPR belum memenuhi ketentuan modal inti kurang dari Rp 6 miliar, dalam kurun waktu lima tahun mendatang.
[Gambas:Video CNBC]
(dob/dob) Next Article Izin Dicabut & Merger, Jumlah BPR Menyusut Dalam 8 Tahun
Most Popular