
Jokowi Mau Genjot Infrastruktur Pariwisata, Buat Apa Sih?
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
21 August 2019 06:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor pariwisata lagi-lagi menjadi salah satu fokus pemerintah ke depan. Dalam Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 pemerintah telah menyatakan komitmen untuk mempercepat pembangunan di empat destinasi pariwisata super prioritas, yaitu:
Fokus pariwisata ini juga terlihat dari alokasi anggaran untuk pariwisata yang direncanakan sebesar Rp 4,95 triliun dalam RAPBN 2020 atau meningkat dari perkiraan realisasi (outlook) APBN 2019 yang sebesar Rp 3,89 triliun.
Dalam RAPBN 2020 juga disebutkan beberapa program pengembangan empat destinasi wisata super prioritas antara lain:
Nilai Ekonomi Pariwisata
Nilai perekonomian dari sektor pariwisata yang begitu besar memang menjadi salah satu alasan untuk menaruh perhatian lebih.
Secara rata-rata sepanjang 2007-2017, sektor ekonomi menyumbang lebih dari 10% Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF) yang berjudul "The Travel & Tourism Competitiveness Report 2017". Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa satu dari sepuluh pekerjaan yang ada di planet bumi berada di sektor pariwisata.
Hal tersebut juga berlaku untuk Indonesia. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai transaksi ekonomi yang diciptakan akibat kegiatan pariwisata (direct economic transaction) pada tahun 2017 mencapai Rp 634 triliun yang mana meningkat sebesar 8,4% dibanding tahun 2016 yang sebesar Rp 584,89 triliun.
Nilai transaksi tersebut dihasilkan oleh beberapa komponen yaitu konsumsi wisatawan (domestik dan mancanegara), investasi pariwisata, dan pengeluaran pemerintah.
Dari sisi konsumsi, wisatawan domestik masih memegang peranan terbesar, yaitu mencapai Rp 253,47 triliun. Sementara wisatawan mancanegara sebesar Rp 198,89 triliun.
Meski demikian, wisatawan mancanegara mengalami pertumbuhan yang lebih signifikan, yaitu sebesar 12,86% dibanding wisatawan domestik yang sebesar 4,88%.
Selain itu pariwisata juga punya peran yang penting perihal ketenagakerjaan Indonesia. BPS menyebut nilai kompensasi tenaga kerja dari pariwisata di tahun 2017 mencapai Rp 171,66 triliun atau 3,88% terhadap total kompensasi tenaga kerja di Indonesia.
Sementara untuk pajak atas produksi neto, sumbangan sektor pariwisata mencapai Rp 4,18 triliun atau 3,79% terhadap total yang sebesar Rp 110,2 triliun di tahun 2017.
Pariwisata juga menyumbang devisa yang sangat besar. Bank Indonesia (BI) mencatat devisa dari jasa pariwisata yang masuk sepanjang tahun 2018 mencapai US$ 14,1 miliar atau setara dengan Rp 197,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Jumlah tersebut juga tercatat lebih dari separuh total devisa seluruh sektor jasa pada tahun yang sama.
Meski demikian, sejatinya perkembangan pariwisata Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cukup mengecewakan.
Pasalnya, berdasarkan data dari BPS tahun 2017, kontribusi pariwisata terhadap perekonomian Indonesia hanya sebesar 4,11%. Nilai andil ini juga jauh lebih rendah dibanding tahun 2000 yang masih mencapai 9,38%. Sementara pemerintah memasang target andil pariwisata sebesar 8%.
Hal itu menunjukkan bahwa laju pertumbuhan sektor pariwisata di Indonesia tidak secepat sektor-sektor lainnya. Ada hal yang masih menghambat pertumbuhan pariwisata di Indonesia.
Banyak Potensi Belum Dimanfaatkan
Padahal kalau boleh dibilang, Indonesia punya potensi pariwisata yang sangat besar. Ini bisa dilihat dari nilai Indeks ketersediaan sumber daya alam pariwisata Indonesia yang sebesar 4,7 dalam laporan WEF. Dengan nilai sebesar itu, Indonesia hanya kalah dari 14 negara lain di dunia. Sementara di ASEAN, sumber daya alam pariwisata Indonesia hanya kalah dari Thailand yang memiliki nilai 4,9.
Bukti-buktinya juga sudah dapat dilihat dengan jelas. Ada banyak destinasi wisata di Indonesia yang punya potensi untuk menggaet wisatawan. Sepuluh bali baru yang ditetapkan oleh pemerintah hanya segelintir di antaranya.
Selain itu Indonesia memiliki keuntungan yang besar di soal harga. Pariwisata Indonesia menduduki peringkat ke-5 berdasarkan indikator daya saing harga yang dipublikasikan WEF. Faktor ini sejatinya bisa dimanfaatkan oleh pelaku industri pariwisata nasional untuk menarik minat wisatawan asing lebih banyak lagi. Namun nyatanya devisa pariwisata Indonesia pada tahun 2017 yang sebesar US$ 12 miliar masih kalah jauh dari Thailand yang sebesar US$ 54 miliar.
Menilik laporan dari WEF, setidaknya bisa dilihat ada tiga faktor utama yang menjadi penghambat pariwisata Indonesia.
Hal itu adalah masalah lingkungan (environmental sustainability), kesehatan dan kebersihan, serta infrastruktur pariwisata.
WEF mencatat Indonesia sebagai negara dengan peringkat ke 131 dari 136 soal masalah lingkungan. Sementara perihal kesehatan dan kebersihan, Indonesia berada di urutan ke 108 dari 136 negara.
Berdasarkan catatan Bank Dunia, hanya ada 53% rumah tangga yang memiliki akses pipa air bersih di kawasan pariwisata utama Indonesia. Sementara yang memiliki fasilitas sanitasi yang baik dan layanan pengangkutan sampah masing-masing sebesar 66% dan 46%.
Alhasil, limbah-limbah rumah tangga seperti plastik banyak mencemari lingkungan. Terlebih yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS), dimana sampah plastik akan mengalir dan menumpuk di daerah pesisir dan mencemari laut.
Hal itu mengakibatkan sumber daya alam yang sejatinya dapat dimanfaatkan sebagai nilai jual pariwisata menjadi tidak menarik bagi wisatawan. Terlebih hampir sebagian besar kawasan pariwisata Indonesia mengandalkan alam sebagai daya tarik.
Sementara itu infrastruktur pariwisata RI menduduki peringkat ke 96 dari 136 negara. Infrastruktur di sini lebih kepada fasilitas umum, wahana hiburan, dan penunjang kegiatan pariwisata lainnya.
Kurangnya infrastruktur penunjang di daerah-daerah pariwisata Indonesia dapat dilihat dari kontribusi Bali terharap kunjungan wisatawan mancanegara. Bank Dunia mencatat sekitar 40-45% dari total wisatawan asing Indonesia menjadikan Bali sebagai destinasi wisata di tahun 2016. Bahkan porsinya terus mengalami tren kenaikan sejak tahun 1969.
Bali memang sudah lama menjadi primadona pariwisata Indonesia. Namun data tersebut menandakan bahwa pengembangan pariwisata hanya berfokus pada Bali semata. Sementara daerah-daerah lain kurang diperhatikan.
Jika terus bertumpu pada Bali, agaknya sulit untuk berharap pertumbuhan pariwisata bisa terus digenjot. Pada akhirnya Bali akan menemui titik jenuh dimana jumlah kunjungan wisatawan stagnan.
Maka dari itu, komitmen pemerintah untuk mempercepat pembangunan di empat destinasi super prioritas perlu diapresiasi. Namun tidak lupa juga dipantau kalau-kalau tidak berlangsung sebagaimana yang direncanakan.
[Gambas:Video CNBC]
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa) Next Article Jokowi Kebut 4 'Bali Baru', Potensi Devisa Tembus Rp 62,7 T
- DanauToba
- Candi Borobudur
- Labuan Bajo
- Mandalika
Fokus pariwisata ini juga terlihat dari alokasi anggaran untuk pariwisata yang direncanakan sebesar Rp 4,95 triliun dalam RAPBN 2020 atau meningkat dari perkiraan realisasi (outlook) APBN 2019 yang sebesar Rp 3,89 triliun.
Dalam RAPBN 2020 juga disebutkan beberapa program pengembangan empat destinasi wisata super prioritas antara lain:
- Pembangunan/konstruksi kawasan strategis pariwisata nasional, fasilitasi event, dan geosite.
- Pemberdayaan desa wisata
- Pembangunan sarana ruang kreatif yang diberi nama Creative Training and Education (CREATE)
- Pengembangan dan revitalisasi desa adat
- Pembangunan jalan pendukung
Nilai perekonomian dari sektor pariwisata yang begitu besar memang menjadi salah satu alasan untuk menaruh perhatian lebih.
Secara rata-rata sepanjang 2007-2017, sektor ekonomi menyumbang lebih dari 10% Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF) yang berjudul "The Travel & Tourism Competitiveness Report 2017". Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa satu dari sepuluh pekerjaan yang ada di planet bumi berada di sektor pariwisata.
Hal tersebut juga berlaku untuk Indonesia. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai transaksi ekonomi yang diciptakan akibat kegiatan pariwisata (direct economic transaction) pada tahun 2017 mencapai Rp 634 triliun yang mana meningkat sebesar 8,4% dibanding tahun 2016 yang sebesar Rp 584,89 triliun.
Nilai transaksi tersebut dihasilkan oleh beberapa komponen yaitu konsumsi wisatawan (domestik dan mancanegara), investasi pariwisata, dan pengeluaran pemerintah.
Dari sisi konsumsi, wisatawan domestik masih memegang peranan terbesar, yaitu mencapai Rp 253,47 triliun. Sementara wisatawan mancanegara sebesar Rp 198,89 triliun.
![]() |
Meski demikian, wisatawan mancanegara mengalami pertumbuhan yang lebih signifikan, yaitu sebesar 12,86% dibanding wisatawan domestik yang sebesar 4,88%.
Selain itu pariwisata juga punya peran yang penting perihal ketenagakerjaan Indonesia. BPS menyebut nilai kompensasi tenaga kerja dari pariwisata di tahun 2017 mencapai Rp 171,66 triliun atau 3,88% terhadap total kompensasi tenaga kerja di Indonesia.
Sementara untuk pajak atas produksi neto, sumbangan sektor pariwisata mencapai Rp 4,18 triliun atau 3,79% terhadap total yang sebesar Rp 110,2 triliun di tahun 2017.
Pariwisata juga menyumbang devisa yang sangat besar. Bank Indonesia (BI) mencatat devisa dari jasa pariwisata yang masuk sepanjang tahun 2018 mencapai US$ 14,1 miliar atau setara dengan Rp 197,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Jumlah tersebut juga tercatat lebih dari separuh total devisa seluruh sektor jasa pada tahun yang sama.
Meski demikian, sejatinya perkembangan pariwisata Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cukup mengecewakan.
Pasalnya, berdasarkan data dari BPS tahun 2017, kontribusi pariwisata terhadap perekonomian Indonesia hanya sebesar 4,11%. Nilai andil ini juga jauh lebih rendah dibanding tahun 2000 yang masih mencapai 9,38%. Sementara pemerintah memasang target andil pariwisata sebesar 8%.
Hal itu menunjukkan bahwa laju pertumbuhan sektor pariwisata di Indonesia tidak secepat sektor-sektor lainnya. Ada hal yang masih menghambat pertumbuhan pariwisata di Indonesia.
Banyak Potensi Belum Dimanfaatkan
Padahal kalau boleh dibilang, Indonesia punya potensi pariwisata yang sangat besar. Ini bisa dilihat dari nilai Indeks ketersediaan sumber daya alam pariwisata Indonesia yang sebesar 4,7 dalam laporan WEF. Dengan nilai sebesar itu, Indonesia hanya kalah dari 14 negara lain di dunia. Sementara di ASEAN, sumber daya alam pariwisata Indonesia hanya kalah dari Thailand yang memiliki nilai 4,9.
Bukti-buktinya juga sudah dapat dilihat dengan jelas. Ada banyak destinasi wisata di Indonesia yang punya potensi untuk menggaet wisatawan. Sepuluh bali baru yang ditetapkan oleh pemerintah hanya segelintir di antaranya.
Selain itu Indonesia memiliki keuntungan yang besar di soal harga. Pariwisata Indonesia menduduki peringkat ke-5 berdasarkan indikator daya saing harga yang dipublikasikan WEF. Faktor ini sejatinya bisa dimanfaatkan oleh pelaku industri pariwisata nasional untuk menarik minat wisatawan asing lebih banyak lagi. Namun nyatanya devisa pariwisata Indonesia pada tahun 2017 yang sebesar US$ 12 miliar masih kalah jauh dari Thailand yang sebesar US$ 54 miliar.
![]() |
Menilik laporan dari WEF, setidaknya bisa dilihat ada tiga faktor utama yang menjadi penghambat pariwisata Indonesia.
Hal itu adalah masalah lingkungan (environmental sustainability), kesehatan dan kebersihan, serta infrastruktur pariwisata.
WEF mencatat Indonesia sebagai negara dengan peringkat ke 131 dari 136 soal masalah lingkungan. Sementara perihal kesehatan dan kebersihan, Indonesia berada di urutan ke 108 dari 136 negara.
Berdasarkan catatan Bank Dunia, hanya ada 53% rumah tangga yang memiliki akses pipa air bersih di kawasan pariwisata utama Indonesia. Sementara yang memiliki fasilitas sanitasi yang baik dan layanan pengangkutan sampah masing-masing sebesar 66% dan 46%.
Alhasil, limbah-limbah rumah tangga seperti plastik banyak mencemari lingkungan. Terlebih yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS), dimana sampah plastik akan mengalir dan menumpuk di daerah pesisir dan mencemari laut.
Hal itu mengakibatkan sumber daya alam yang sejatinya dapat dimanfaatkan sebagai nilai jual pariwisata menjadi tidak menarik bagi wisatawan. Terlebih hampir sebagian besar kawasan pariwisata Indonesia mengandalkan alam sebagai daya tarik.
Sementara itu infrastruktur pariwisata RI menduduki peringkat ke 96 dari 136 negara. Infrastruktur di sini lebih kepada fasilitas umum, wahana hiburan, dan penunjang kegiatan pariwisata lainnya.
Kurangnya infrastruktur penunjang di daerah-daerah pariwisata Indonesia dapat dilihat dari kontribusi Bali terharap kunjungan wisatawan mancanegara. Bank Dunia mencatat sekitar 40-45% dari total wisatawan asing Indonesia menjadikan Bali sebagai destinasi wisata di tahun 2016. Bahkan porsinya terus mengalami tren kenaikan sejak tahun 1969.
![]() |
Bali memang sudah lama menjadi primadona pariwisata Indonesia. Namun data tersebut menandakan bahwa pengembangan pariwisata hanya berfokus pada Bali semata. Sementara daerah-daerah lain kurang diperhatikan.
Jika terus bertumpu pada Bali, agaknya sulit untuk berharap pertumbuhan pariwisata bisa terus digenjot. Pada akhirnya Bali akan menemui titik jenuh dimana jumlah kunjungan wisatawan stagnan.
Maka dari itu, komitmen pemerintah untuk mempercepat pembangunan di empat destinasi super prioritas perlu diapresiasi. Namun tidak lupa juga dipantau kalau-kalau tidak berlangsung sebagaimana yang direncanakan.
[Gambas:Video CNBC]
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa) Next Article Jokowi Kebut 4 'Bali Baru', Potensi Devisa Tembus Rp 62,7 T
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular