Lewat Belt and Road, China "Hijrah" & Genjot Ekonomi Syariah?

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
20 August 2019 12:06
BRI China diperkirakan akan semakin memacu perkembangan keuangan syariah
Foto: Tulisan Arab pada tanda halal di luar toko terlihat tertutup, di daerah Niujie di Beijing, Cina, 19 Juli 2019. Foto diambil pada 19 Juli 2019. REUTERS / Stringer
Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya China dalam menjalin hubungan bisnis dan ekonomi dengan Timur Tengah diperkirakan akan semakin memacu perkembangan keuangan syariah di seluruh dunia. Melalui Belt and Road Initiative (BRI), China diperkirakan bisa mendorong pertumbuhan sistem ekonomi dengan syariat Islam tersebut.

Kaitan antara BRI dan pembiayaan syariah adalah bahwa China akan membutuhkan investasi besar untuk mendanai ambisinya guna membangun jaringan koridor ekonomi di darat dan laut, yang melalui Timur Tengah, Afrika, dan Eropa. Para ahli menyebut sebagian besar dana itu bisa dikumpulkan melalui sistem pembiayaan Islam.

"Beberapa proyek (yang merupakan) bagian dari (BRI) akan melalui beberapa negara keuangan Islam utama dan karenanya dapat dibiayai dengan cara yang sesuai dengan aturan Syariah," kata Kepala Keuangan Islam Global S&P Global Ratings Mohamed Damak sebagaimana dilansir CNBC Indonesia dari CNBC International, Selasa (20/8/2019).


Selain itu, beberapa negara yang akan dilalui jalur BRI merupakan negara mayoritas Muslim. Negara itu antara lain Kazakhstan dan Uzbekistan di Asia Tengah.

Di sisi lain, Mei lalu media pemerintah China (CGTN) pernah menerbitkan opini, yang berisi kemungkinan negara itu menggunakan sistem keuangan syariah dalam BRI.

"Mengingat keputusan yang bijaksana dari kepemimpinan China untuk secara signifikan memperluas proyek infrastruktur yang ramah lingkungan dan ramah iklim, ada peluang berbeda untuk membuka sinergi gabungan melalui konvergensi keuangan Islam dan pendanaan BRI," jelas sang penulis dalam artikel tersebut.


Kepala Eksekutif Dubai Islamic Bank Adnan Chilwan mengatakan sebenarnya sejumlah lembaga pemberi pinjaman asal Timur Tengah sudah menyadari potensi ini. "Ketika Anda berbicara tentang pembiayaan proyek-proyek seperti itu, jelas ada peluang besar bagi perbankan Islam. Ini adalah katalisator untuk menyatukan pendanaan publik dan swasta," katanya.

CEO Asuransi Kredit Etihad Massimo Falcioni juga mengatakan BRI akan menjadi hal yang sangat penting untuk mempercepat pertumbuhan sistem keuangan syariah dan perdagangan halal. "Saya pikir mengejar (BRI) adalah peluang besar. Ini akan menciptakan koridor yang belum ada dan yang mencakup 40% dari produk domestik bruto (PDB)," kata Falcioni.

Sementara itu, Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) yang berkantor pusat di China juga telah menunjukkan ketertarikan pada sistem keuangan syariah. Bank ini telah menandatangani nota kesepahaman dengan Islamic Development Bank (IDB), lembaga keuangan yang didukung Arab Saudi.

Kedua bank akan berkolaborasi dalam berbagai bidang termasuk pengembangan keuangan Islam. Namun, kebanyakan emiten China dikabarkan kurang tertarik pada sistem keuangan syariah akibat kompleksitas syaratnya, seperti standar peraturan yang harus sesuai hukum Syariah.

Aturan yang sesuai prinsip syariah berarti mematuhi hukum Islam, yang melarang mendapatkan bunga atas pinjaman dan melarang kegiatan pendanaan yang melibatkan sesuatu yang haram seperti alkohol, babi, pornografi, atau perjudian.

Reuters memperkirakan pasar keuangan Islam akan tumbuh menjadi US$ 3,8 triliun pada tahun 2022. Jumlah ini naik dari US$ 2,2 triliun pada tahun 2016.

Sistem keuangan syariah ini sendiri berpotensi berkembang di luar negara-negara Muslim. Pasalnya, sistem ini berfokus pada kepentingan yang lebih besar untuk mencapai tujuan yang berkelanjutan.

[Gambas:Video CNBC]


(sef/sef) Next Article Selamat! Sri Mulyani Jadi Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular