Goldman Sachs Hingga IMF Peringatkan Risiko Resesi Meningkat

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
14 August 2019 12:32
Perang dagang Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap China bisa membuat keadaan ekonomi global semakin suram dan meningkatkan resesi.
Foto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)
Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang yang dipicu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap China bisa membuat keadaan ekonomi global semakin suram dan meningkatkan risiko resesi. Demikian disampaikan Goldman Sachs, Selasa (13/8/19) dan beberapa lembaga keuangan dunia lainnya.

"Kami telah meningkatkan perkiraan kami tentang dampak perang dagang terhadap pertumbuhan," kata Kepala Ekonom Goldman Sachs Jan Hatzius dalam catatan penelitian yang dirilis akhir pekan.

Goldman juga menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi AS di kuartal keempat bisa turun menjadi 1,8%. Di mana lembaga ini telah memperkirakan bahwa perang dagang membuat produk domestik bruto (PDB) terpengaruh, turun secara kumulatif menjadi 0,6%.


"Kekhawatiran saat ini adalah perang dagang akan memicu peningkatan resesi," kata Hatzius, mengutip NBC News.

Sementara itu Mark Zandi, Kepala Ekonom di Moody's Analytics, mengatakan perang dagang dengan China telah membuat ditutupnya 300.000 pekerjaan dan mengurangi pertumbuhan PDB sebesar 0,3 poin persentase.

"Jika Trump menindaklanjuti dengan tarif impor 10% pada US$ 300 miliar barang China, dan tetap memberlakukan tarif, maka dampaknya pada akhir 2020 akan menjadi 0,7%," katanya. "Itulah perbedaan antara ekonomi yang tumbuh pada potensinya dan yang tumbuh di bawahnya,".


Seperti diketahui, ketegangan dalam hubungan dagang AS-China telah meningkat setelah awal bulan ini Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China. Kebijakan ini rencananya akan mulai berlaku pada tanggal 1 September, meski khusus elektronik aturan akan ditunda di Desember.

Trump mengakui musim natal menjadi alasan mengapa penundaan dilakukan. Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer.

Sebagaimana dikabarkan AFP, pejabat Washington dan Beijing dikabarkan sudah saling berkomunikasi untuk mencairkan suasana. Namun pesimisme tetap membayangi ekonomi global.

Meredith A. Crowley, seorang ekonom di departemen ekonomi di Universitas Cambridge Inggris, mengatakan ragu kesepakatan akan terjadi dalam waktu dekat. "Saya sangat skeptis," ujarnya.

Ia mengatakan situasi akan tetap memburuk, setidaknya hingga 2020. "Saya melihat sedikit alasan untuk optimis bahwa akan ada pembatasan," tegasnya.

Morgan Stanley juga mengatakan bahwa resesi akan terjadi 9 bulan ke depan. "Sebuah resesi akan terjadi dalam waktu sembilan bulan jika Presiden Donald Trump melangkah lebih jauh dalam merealisasikan rencananya untuk mengenakan tarif pada produk-produk konsumen buatan China," ujarnya mengutip Seeking Alpha.

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) David Lipton, menyebut perang dagang AS-China juga berkontribusi terhadap perlambatan ekonomi global. "Sudah waktunya bagi kedua negara untuk berdialog,... karena ekonomi global rapuh," katanya, mengutip CNBC International.

Lebih lanjut, Lipton mengatakan langkah penurunan suku bunga oleh bank sentral termasuk The Fed merupakan bukti awal resesi. Contohnya, The Fed menurunkan suku bunga sebesar 0,25% atau 25 basis point.

[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef) Next Article Sekuel Terbaru Perang Dagang AS-China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular