
Betapa Sedih Hati ini, Ekspor tak Lagi Bisa Redam CAD
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 August 2019 15:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang akhir pekan, pelaku pasar keuangan tanah air justru dibuat menelan pil pahit. Pil pahit tersebut adalah rilis angka Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk periode kuartal II-2019.
Kalau pada kuartal I-2019 NPI membukukan surplus senilai US$ 2,42 miliar, pada kuartal II-2019 situasinya berbalik 180 derajat. NPI membukukan defisit US$ 1,98 miliar.
Bagi yang belum tahu, NPI merupakan indikator yang mengukur arus devisa (mata uang asing) yang masuk dan keluar dari tanah air. Jika nilainya positif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke tanah air. Sementara jika nilainya negatif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke luar Indonesia.
Yang lebih membuat geleng-geleng kepala ada pos transaksi berjalan yang merupakan komponen dari NPI itu sendiri. Untuk diketahui, posisi transaksi berjalan menjadi faktor yang sangat penting dalam mendikte pergerakan rupiah.
Pasalnya, arus devisa yang mengalir dari pos transaksi berjalan cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Pada kuartal II-2019, BI mencatat bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) menembus level 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), tepatnya 3,04%. Padahal pada kuartal I-2019, CAD hanya berada di level 2,6%. Secara nominal, CAD pada kuartal II-2019 adalah senilai US$ 8,44 miliar.
CAD pada kuartal II-2019 juga lebih dalam ketimbang CAD pada periode yang sama tahun lalu (kuartal-II 2018) yang sebesar 3,01% dari PDB. Bahkan jika dirunut ke belakang, CAD pada kuartal II-2019 merupakan CAD kuartal II terburuk dalam lima tahun atau sejak 2014.
Ternyata, lesunya ekspor barang menjadi salah satu biang keladi dari jebolnya CAD. Pada tiga bulan kedua tahun ini, ekspor barang tercatat hanya senilai US$ 40,08 miliar, menandai ekspor barang terendah sejak kuartal II-2017.
Jika dihitung secara tahunan (kuartal II-2018 ke kuartal II-2019), ekspor barang membukukan kontraksi sebesar 8,37%. Memang, impor juga turun jika dihitung dari kuartal II-2018 ke kuartal II-2019. Namun, penurunannya lebih kecil yakni sebesar 8,21%.
Alhasil, surplus neraca barang Indonesia pun terpangkas, dari US$ 277 juta pada kuartal II-2018 menjadi US$ 187 juta pada kuartal II-2019. Pada kuartal I-2019, surplus neraca barang mencapai US$ 1,19 miliar, di mana surplus tersebut saja sudah jauh lebih rendah dari surplus yang dibukukan pada kuartal I-2018 senilai US$ 2,32 miliar.
Untuk diketahui, sampai dengan tahun 2017 neraca barang masih bisa diharapkan untuk menopang transaksi berjalan Indonesia karena selalu membukukan surplus. Namun memasuki tahun 2018, ekspor Indonesia yang benar-benar loyo membuat neraca barang tak mampu lagi menjadi pahlawan. Pada tahun 2018, neraca barang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 439 juta.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article 'Manusia Setengah Dewa' Pun Tak Bisa Selesaikan Masalah CAD
Kalau pada kuartal I-2019 NPI membukukan surplus senilai US$ 2,42 miliar, pada kuartal II-2019 situasinya berbalik 180 derajat. NPI membukukan defisit US$ 1,98 miliar.
Bagi yang belum tahu, NPI merupakan indikator yang mengukur arus devisa (mata uang asing) yang masuk dan keluar dari tanah air. Jika nilainya positif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke tanah air. Sementara jika nilainya negatif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke luar Indonesia.
Pasalnya, arus devisa yang mengalir dari pos transaksi berjalan cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Pada kuartal II-2019, BI mencatat bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) menembus level 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), tepatnya 3,04%. Padahal pada kuartal I-2019, CAD hanya berada di level 2,6%. Secara nominal, CAD pada kuartal II-2019 adalah senilai US$ 8,44 miliar.
CAD pada kuartal II-2019 juga lebih dalam ketimbang CAD pada periode yang sama tahun lalu (kuartal-II 2018) yang sebesar 3,01% dari PDB. Bahkan jika dirunut ke belakang, CAD pada kuartal II-2019 merupakan CAD kuartal II terburuk dalam lima tahun atau sejak 2014.
Ternyata, lesunya ekspor barang menjadi salah satu biang keladi dari jebolnya CAD. Pada tiga bulan kedua tahun ini, ekspor barang tercatat hanya senilai US$ 40,08 miliar, menandai ekspor barang terendah sejak kuartal II-2017.
Jika dihitung secara tahunan (kuartal II-2018 ke kuartal II-2019), ekspor barang membukukan kontraksi sebesar 8,37%. Memang, impor juga turun jika dihitung dari kuartal II-2018 ke kuartal II-2019. Namun, penurunannya lebih kecil yakni sebesar 8,21%.
Alhasil, surplus neraca barang Indonesia pun terpangkas, dari US$ 277 juta pada kuartal II-2018 menjadi US$ 187 juta pada kuartal II-2019. Pada kuartal I-2019, surplus neraca barang mencapai US$ 1,19 miliar, di mana surplus tersebut saja sudah jauh lebih rendah dari surplus yang dibukukan pada kuartal I-2018 senilai US$ 2,32 miliar.
Untuk diketahui, sampai dengan tahun 2017 neraca barang masih bisa diharapkan untuk menopang transaksi berjalan Indonesia karena selalu membukukan surplus. Namun memasuki tahun 2018, ekspor Indonesia yang benar-benar loyo membuat neraca barang tak mampu lagi menjadi pahlawan. Pada tahun 2018, neraca barang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 439 juta.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article 'Manusia Setengah Dewa' Pun Tak Bisa Selesaikan Masalah CAD
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular