
Berat! Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3% Sulit Tercapai
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
08 August 2019 12:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai, target pertumbuhan ekonomi 5,3% pada 2019 sulit terealisasi. Pasalnya, dua kuartal terakhir pertumbuhan ekonomi domestik terus melambat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada triwulan II-2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,05%, melambat dari triwulan I-2019 sebesar 5,07%.
Wakil Direktur Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menjelaskan seharusnya triwulan kedua bisa menjadi salah satu stimulus mendongkrak konsumsi dengan adanya momentum Lebaran, namun fenomena yang terjadi justru melambat dari lebaran tahun lalu.
"Ini menggambarkan stimulasi musiman hari raya dan libur panjang semakin terbatas dalam mendorong perekonomian," kata Eko, dalam acara diskusi bertajuk 'Byar Pet Pertumbuhan Ekonomi: Respons Kinerja Ekonomi Kuartal II-2019', di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Karena itu, menurut Eko, masih sangat berat bila pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3% di akhir tahun ini. Apalagi, 'senjata' pemerintah untuk menggenjot konsumsi seperti belanja sosial melalui bansos sudah habis dan tidak akan terjadi pada triwulan ketiga dan keempat.
Momentum yang bisa diharapkan sepanjang triwulan III-IV ialah libur natal dan tahun baru dan konsumsi masyarakat melalui belanja daring (online).
INDEF hanya memproyeksikan PDB Indonesia tumbuh 5,1% sepanjang tahun 2019 dengan catatan pemerintah harus bekerja lebih keras mendongkrak investasi dan ekspor.
Pada saat yang bersamaan, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mencermati melambatnya ekonomi domestik. Perlambatan ekonomi terjadi karena lesunya beberapa sektor ekonomi seperti pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, pengadaan listrik dan gas serta transportasi dan pergudangan.
Sebagai salah satu contoh, meredupnya pertambangan biji logam disebabkan karena kisruh industri baja nasional dan meningkatnya impor besi dan baja. "Faktor harga dunia juga mempengaruhi sub sektor pertambangan minyak, gas dan bumi," ungkapnya.
(wed/wed) Next Article Pak Jokowi, Target PDB Tumbuh 5,3% di 2020 Nggak Realistis
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada triwulan II-2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,05%, melambat dari triwulan I-2019 sebesar 5,07%.
Wakil Direktur Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menjelaskan seharusnya triwulan kedua bisa menjadi salah satu stimulus mendongkrak konsumsi dengan adanya momentum Lebaran, namun fenomena yang terjadi justru melambat dari lebaran tahun lalu.
Karena itu, menurut Eko, masih sangat berat bila pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3% di akhir tahun ini. Apalagi, 'senjata' pemerintah untuk menggenjot konsumsi seperti belanja sosial melalui bansos sudah habis dan tidak akan terjadi pada triwulan ketiga dan keempat.
Momentum yang bisa diharapkan sepanjang triwulan III-IV ialah libur natal dan tahun baru dan konsumsi masyarakat melalui belanja daring (online).
INDEF hanya memproyeksikan PDB Indonesia tumbuh 5,1% sepanjang tahun 2019 dengan catatan pemerintah harus bekerja lebih keras mendongkrak investasi dan ekspor.
Pada saat yang bersamaan, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mencermati melambatnya ekonomi domestik. Perlambatan ekonomi terjadi karena lesunya beberapa sektor ekonomi seperti pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, pengadaan listrik dan gas serta transportasi dan pergudangan.
Sebagai salah satu contoh, meredupnya pertambangan biji logam disebabkan karena kisruh industri baja nasional dan meningkatnya impor besi dan baja. "Faktor harga dunia juga mempengaruhi sub sektor pertambangan minyak, gas dan bumi," ungkapnya.
(wed/wed) Next Article Pak Jokowi, Target PDB Tumbuh 5,3% di 2020 Nggak Realistis
Most Popular