Mengintip Rencana Jokowi untuk Orang Miskin di Periode II

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 July 2019 18:23
Mengintip Rencana Jokowi untuk Orang Miskin di Periode II
Pemukiman Penduduk di Kampung Kamal Muara, Jakarta Utara (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam pidato Visi Indonesia, presiden terpilih 2019-2014 Joko Widodo (Jokowi) menyebut pembangunan sumber daya manusia sebagai salah satu prioritas pemerintah. Hal tersebut kemudian dituangkan dalam target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. 

Mengutip dokumen Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024, angka kemiskinan pada akhir masa jabatan Jokowi periode kedua ditargetkan 6,5-7%. Turun dari posisi Maret 2019 yaitu 9,41%. 

 

Sementara angka pengangguran pada 2024 diperkirakan berada di kisaran 4-4,6%. Ini yang agak menantang, karena pada Februari 2019 angka pengangguran tidak berbeda jauh yaitu 5,01%. 

 

"Dalam satu dekade terakhir, ekonomi Indonesia tumbuh positif. Namun, elastisitasnya terhadap tingkat kemiskinan menurun sehingga laju penurunan kemiskinan cenderung melambat. Hal ini terjadi antara lain karena sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi seperti sektor keuangan dan jasa bukan merupakan sektor yang menjadi andalan penghidupan bagi masyarakat miskin dan rentan," sebut dokumen RPJMN. 

Pada 2018, Badan Pusat Statistik mencatat sektor yang tumbuh tinggi adalah jasa lainnya (8,99%), jasa perusahaan (8,64%), serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial (7,13%). Sementara pertumbuhan sektor yang menyerap tenaga kerja secara masif justru tumbuh seadanya, seperti pertanian (3,91%), perdagangan (4,97%), dan industri pengolahan (4,27%). Ketiganya tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi umum yang sebesar 5,17%. 

Situasi semakin pelik karena sektor yang menyerap banyak tenaga kerja justru memberi upah paling sedikit. Pada Februari 2019, BPS mencatat rata-rata upah pekerja di sektor pertanian adalah Rp 2,05 juta per bulan. Lebih rendah ketimbang rata-rata upah buruh nasional yaitu Rp 2,79 juta per bulan. 

Inilah yang kemudian menegaskan istilah yang miskin semakin miskin. Sektor pertanian, yang paling banyak memberikan pekerjaan, justru termasuk yang paling kecil memberikan upah. Jadi sebagian besar pekerja di Indonesia akan sulit meningkatkan konsumsi mereka karena penghasilan yang pas-pasan. 

 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Kunci untuk memperbaiki situasi ini adalah pendidikan. Dengan pendidikan yang memadai, seseorang bisa mencari nafkah dengan layak. Misalnya lulusan perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia, bisa mencari pekerjaan dengan gaji di atas Rp 8 juta per bulan. 

Masalah pendidikan ini tercermin dari proporsi pengangguran di Indonesia. Pengangguran paling sedikit adalah yang berasal dari kelompok berpendidikan SD ke bawah. Mereka ini yang kemudian mengisi sebagian besar pekerja di Indonesia yang mayoritas berada di sektor pertanian dengan upah rendah. 



Namun, harus diakui menempuh jenjang pendidikan formal butuh biaya yang kadang tidak murah. Oleh karena itu, harus ada solusi bagaimana mencetak tenaga kerja terampil tetapi tidak melulu lahir dari pendidikan formal. 

Inilah pentingnya pendidikan dan pelatihan vokasi. Dalam RPJMN 2020-2024, pemerintah menargetkan jumlah lulusan pendidikan vokasi pada 2020 adalah 1,82 juta orang dan pada 2024 naik menjadi 2,16 juta orang. Sementara jumlah lulusan pelatihan vokasi pada 2020 ditargetkan sebanyak 2 juta orang dan naik menjadi 3,8 juta pada 2024. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan posisi 2017 yaitu 472.089 orang. 

Melalui pendidikan dan pelatihan vokasi, peserta didik dapat mengetahui secara langsung keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Dengan keterampilan yang mumpuni, maka pekerja akan 'naik kelas' dan mendapatkan upah lebih layak. 

Membangun pendidikan dan pelatihan vokasi akan sulit jika hanya menjadi tugas pemerintah. Dunia usaha juga harus ikut serta, mengingat mereka juga berkepentingan untuk mendapatkan tenaga kerja terampil. 

Untuk merangsang keterlibatan industri membangun vokasi, sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) No 45/2019 yang sering disebut sebagai insentif super deductible tax. Bagi perusahaan yang mengembangkan sumber daya manusia, termasuk pendidikan dan pelatihan vokasi, maka bisa mendapat insentif pengurangan penghasilan kena pajak sampai 300%. 

Baca:
Di Balik Terbitnya Aturan Insentif 'Super' A La Jokowi

Semoga insentif ini, yang masih harus menunggu peraturan pelaksanaan, membuat korporasi terdorong untuk ikut mengembangkan pendidikan dan pelatihan vokasi. Dampaknya, pekerja di Indonesia akan semakin berkualitas dan kesejahteraannya meningkat.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular