Migas RI Bakal Merosot Sampai 2050, Begini Solusi SKK Migas

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
10 July 2019 12:05
Sebagai salah satu tulang punggung perekonomian nasional, industri minyak dan gas (migas) tengah menghadapi tantangan yang tak mudah.
Foto: skkmigas.go.id
Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagai salah satu tulang punggung perekonomian nasional, industri minyak dan gas (migas) tengah menghadapi tantangan yang tak mudah.

Salah satu tantangan utamanya adalah penurunan produksi migas. Setidaknya dalam tiga tahun terakhir, produksi migas Indonesia selalu turun dari tahun ke tahun.

Menurut Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto, penyebabnya adalah rendahnya tingkat temuan cadangan baru. Dalam 10 tahun terakhir, memang tidak ada cadangan migas berkapasitas raksasa yang ditemukan.

Tanpa adanya cadangan baru yang cukup besar, SKK Migas memprediksi produksi migas Indonesia akan terus berada dalam tren penurunan setidaknya hingga tahun 2050.

Sumber: SKK Migas


Untuk itu, SKK Migas sebagai pihak yang punya peranan penting di hulu tengah berupaya untuk mempertahankan tingkat produksi migas Tanah Air.

"Di tengah perkembangan dunia yang sangat pesat, serta kebutuhan atas energi minyak dan gas yang semakin meningkat, penggunaan teknologi dalam usaha hulu merupakan keharusan," ujar Dwi Soetjipto dalam Forum Fasilitas Produksi Migas 2019, Selasa (9/7/2019).

Salah satu aplikasi teknologi yang telah disiapkan oleh SKK Migas adalah Integrated Operation Center (IOC). IOC sendiri merupakan sebuah sistem integrasi data yang terhubung dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Dengan adanya IOC, data migas nasional yang diantaranya adalah produksi, inventori, manajemen fasilitas, dan pengiriman bisa terpantau secara real time.

Dalam forum yang sama, Deputi Operasi SKK Migas, Fatar Yani Abdurrahman memberi contoh saat ini ada 400 kapal pengiriman migas di Indonesia yang hilir mudik di perairan nusantara. Tanpa adanya data yang memadai, proses pengiriman migas oleh kapal-kapal tersebut menjadi sulit dipantau. Dampaknya, seringkali kasus gangguan pengiriman terlambat diantisipasi, sehingga rantai pasokan terhambat.

Ada pula sistem informasi yang bisa diaplikasikan untuk membantu proses perawatan (maintenance) fasilitas produksi. Sistem tersebut nantinya dapat mengetahui dan memprediksi masalah atau kerusakan sejak dini. Dengan begitu, keputusan perbaikan dapat dilakukan dengan segera, sehingga gangguan produksi bisa diminimalisasi.

SKK Migas mengklaim optimalisasi perencanaan perawatan fasilitas bisa menghemat anggaran sebesar US$ 84 juta (setara Rp 1,19 triliun, asumsi kurs rp 14.200/US$) di tahun 2019. Bahkan dalam kajian yang International Energy Agency (IEA), penerapan teknologi informasi berbasis internet pada industri migas berpotensi mengurangi biaya produksi hingga US$ 30/barel.

Fatar juga mengatakan bahwa dengan adanya IOC, setidaknya tingkat produksi migas dapat dipertahankan. Boleh jadi penurunan produksi seperti yang sebelumnya diperkirakan jadi melandai.

Namun saat ini sistem IOC masih dalam tahap pembangunan. Proses awal, yaitu penyediaan fasilitas telah dimulai sejak tahun 2018.

SKK Migas menargetkan pada tahun 2022, seluruh sistem IOC telah rampung dan dapat beroperasi. Nantinya sistem tersebut paling tidak akan memonitor 87% dari seluruh produksi migas di Indonesia.

IOC nantinya juga akan terhubung dengan Program Satu Data Migas yang tengah dibangun oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan adanya Satu Data Migas yang terintegrasi, proses penyediaan dan inventarisasi data bisa dilakukan secara online.

Harapannya, akuntabilitas dan kredibilitas data migas nasional bisa meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan. Selain itu, investasi di juga berpeluang naik karena adanya kemudahan investor untuk melihat kondisi industri migas Tanah Air.

Sejatinya, aplikasi teknologi informasi di Indonesia juga bukan hal baru. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah memulainya lebih dahulu dengan mendorong revolusi industri 4.0 di lima sektor industri prioritas, yaitu: makanan/minuman, tekstil dan busana, otomotif, elektronik, dan kimia. Dengan implementasi internet of things, artificial intelligence, dan augmented reality, Kemenperin optimis bisa meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
(taa/gus) Next Article ESDM Lantik Fatar Yani Jadi Wakil Kepala SKK Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular