Rapor 5 Tahun Kabinet Jokowi

Rapor Menteri Enggar: Pasar Rakyat Oke, Ekspor Hancur Lebur

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
04 July 2019 15:13
Ekspor Berbasis Manufaktur dan FTA Jadi Kunci
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Berdasarkan database dari Asia Regional Integration Center, tercatat Indonesia sedang dalam proses dan atau sudah menandatangani perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) sebanyak 36 kesepakatan.

Perolehan tersebut tidak jauh bereda dengan Malaysia (34 perjanjian) dan Thailand (37 perjanjian). Namun, Vietnam ternyata hanya sedang menjalani negosiasi atau memilik 26 kesepakatan perdagangan bebas, baik bilateral maupun multilateral.

Perbedaannya, dari 26 perjanjian tersebut, sekitar 42% sudah ditandatangani dan terlaksana. Sementara untuk Indonesia, dari 36 kesepakatan baru 25% yang ditandatangani dan terlaksana.

Salah satu perjanjian perdagangan bebas yang sudah dicapai Vietnam, tapi belum dicapai Indonesia adalah kesepakatan dengan negara Euroasia (Armenia, Belarus, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyztan).

Sejak Mei 2016, Vietnam sudah mulai menerapkan perdagangan bebas dengan kelima negara Euroasia tersebut. Akan tetapi di tahun yang sama Indonesia masih dalam proses studi dan pengajuan, yang hingga detik ini belum tercapai.

Melansir situs UN-COMTRADE, pada tahun 2017, Vietnam berhasil memperoleh surplus neraca perdagangan senilai US$ 838,7 juta dari perdagangan dengan Rusia, Kazakhstan, Kyrgyztan.

Lalu, bagaimana perbandingan perolehan neraca perdagangan dari perjanjian yang sama-sama ditandatangani, misalnya ASEAN-CHINA FTA?

Di tahun 2017, Indonesia mencatat defisit neraca perdagangan dari transaksi dengan China sebesar US$ 12,72 miliar. Sedangkan Vietnam membukukan defisit hingga US$ 23,14 miliar.

Meskipun mencatatkan defisit yang lebih besar nilai transaksi ekspor dan impor Vietnam dengan China sekitar 60% lebih tinggi dari Indonesia.

Mengapa nilai transaksi perdagangan Indonesia bisa kalah dengan Vietnam?

Produk yang diekspor oleh Indonesia ke Vietnam mayoritas adalah batu bara dan minyak kelapa sawit, dimana dalam beberapa tahun terakhir harganya menunjukkan tren penurunan. Terlebih lagi, China yang didesak untuk mengurangi emisi karbonnya, tentu berdampak pada penurunan permintaan batu bara.

Sementara itu, Vietnam lebih banyak meng-ekspor bahan baku dan produk elektronik ke Negeri Tiongkok. Terlebih lagi, banyak pabrik China yang sudah dibangun di Vietnam karena biaya tenaga kerjanya yang lebih murah dibanding Indonesia. Alhasil wajar saja, jika banyak dari hasil produksinya yang dikirim ke China.

Belajar dari situasi tersebut, Mendag harus memutar otak dengan lebih mengembangkan ekspor berbasis produk manufaktur, dibandingkan dengan komoditas. Pasalnya, produk manufaktur tentunya memiliki nilai tambah yang lebih besar dibandingkan komoditas, seperti minyak sawit dan batu bara.

(BERLANJUT KE HALAMAN TIGA) (dwa/dru)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular