Dua Isyarat Tarif Listrik dan BBM Bakal Naik di Tahun Depan

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
03 July 2019 11:13
Janji politik yang kadung dilontarkan bikin harga BBM dan tarif listrik tak bisa naik tahun ini, tapi tahun depan bisa jadi digeber
Foto: Infografis/Proyek Tol Listrik Jokowi/Edward Ricardo
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memang sudah menegaskan berkali-kali dan memastikan kalau tarif listrik dan harga BBM tidak akan naik sampai akhir tahun ini. Tapi, bagaimana di tahun depan?

Untuk tarif listrik, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengakui, penyesuaian tarif listrik memang akan diberlakukan pada 2020 mendatang, untuk 12 golongan pelanggan listrik non-subsidi, yakni Rumah Tangga R-1/TR (1.300 VA dan 2.200 VA), R-2/TR 3.500 VA sampai dengan 5.500 VA dan R-3/TR 6.600 VA keatas, Bisnis Besar, Industri Besar, Pemerintah, dan Layanan Khusus.



"Di 2020, untuk sementara sampai saat ini, agar mengurangi beban APBN, Pak Jonan (Menteri ESDM) ambil kebijakan untuk terapkan tariff adjustment, artinya tidak ditahan lagi. Akan diterapkan tiap tiga bulan, sehingga beban APBN akan berkurang. Tariff adjusment mudah-mudahan lancar dan kompensasi jadi nol," tutur Rida saat dijumpai di kantornya, di Jakarta, Selasa (2/7/2019).

Rida pun menegaskan, penyesuaian tarif bukan berarti tarif listrik akan naik, karena bisa juga turun. Sebabnya yakni menyesuaikan pergerakan kurs dan harga minyak. 

Lalu, apakah penyesuaian tarif tersebut juga akan diterapkan untuk golongan Rumah Tangga Mampu (RTM) 900 vA? Rida menjawab, hal tersebut masih dalam diskusi. Pasalnya, kata Rida, ada 24,4 juta pelanggan golongan tersebut yang menjadi pertimbangannya.



"Untuk yang RTM 900 vA itu masih didiskusikan," pungkasnya.

Sementara untuk harga BBM, seakan memberi gambaran, Kantor Staf Presiden (KSP) angkat bicara tentang kebijakan gebrakan yang siap untuk diambil Jokowi.

"Kita tahu bahwa Pak Jokowi mengatakan kalau itu 'gila' tapi bermanfaat buat masyarakat, ini dikaitkan dengan tidak adanya periode ketiga, yang tidak populis pun diambil. Tapi ini untuk masyarakat," ujar Denni Puspa Purbasari, Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis di KSP.

Kebijakan yang bersifat populis seringkali mengacu pada kebijakan yang disenangi rakyat banyak karena terlihat membela kepentingannya dengan melawan sekelompok elit. Sebaliknya, dalam banyak kasus, kebijakan non-populis dianggap mengorbankan kepentingan rakyat banyak dan menguntungkan segelintir pihak.

Denni mencontohkan, salah satu kebijakan non-populis yang sempat diambil oleh Jokowi adalah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), pada 2014 lalu. Tidak sampai dua bulan setelah dilantik, Jokowi langsung menaikkan harga bensin jenis Premium dari Rp 6.500/liter menjadi Rp 8.500/liter.

Kenaikan harga BBM tentu saja akan membuat banyak rakyat tidak senang sebab akan langsung berdampak pada daya beli masyarakat.


(gus) Next Article Jokowi Presiden Lagi, Tarif Listrik dan BBM Naik Tahun Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular