
Walah, Bulog Gagal Ekspor Beras, Harganya Kemahalan
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
02 July 2019 19:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur utama Perum Bulog Budi Waseso menyebut banyak negara luar membutuhkan beras Indonesia. Ada potensi ekspor beras. Namun, hal ini terkendala karena harga beras Indonesia dianggap mahal, tak bisa bersaing dengan negara lain.
"Sebenarnya yang membutuhkan beras kita banyak (ekspor). Tapi tidak ada yang mau karena mahal," kata Budi Waseso di Bulog Coorporate University, Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Demikian juga dengan gabah yang menurut Budi Waseso harganya lebih murah di luar Indonesia.
"Cost produksinya juga mahal. Kita terlalu banyak memakai cara konvensional dengan mengandalkan tenaga manusia," ujarnya pria yang sering disapa Buwas.
Kondisi ini berbeda dibanding dengan negara Vietnam dan Thailand. Menurut Budi Waseso, produksi beras di negara tersebut lebih canggih sehingga bisa menekan biaya produksi.
Terkait impor, Budi Waseso mengatakan Bulog tetap tergantung pada penugasan. Ia memandang harus ada prediksi dan perhitungan sebelum melakukan impor.
"Dari September sampai Desember diprediksi kering, berarti kemungkinan besar ada ancaman pada produksi beras yang akan berkurang," kata Budi Waseso.
Ia mengatakan Bulog tidak bisa memprediksi kapan impor dilakukan termasuk biaya yang dibutuhkan.
"Tidak bisa, wong kita (Bulog) tidak punya biaya," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Bulog Butuh Duit Rp 19 Triliun, Buat Apa Ya?
"Sebenarnya yang membutuhkan beras kita banyak (ekspor). Tapi tidak ada yang mau karena mahal," kata Budi Waseso di Bulog Coorporate University, Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Demikian juga dengan gabah yang menurut Budi Waseso harganya lebih murah di luar Indonesia.
"Cost produksinya juga mahal. Kita terlalu banyak memakai cara konvensional dengan mengandalkan tenaga manusia," ujarnya pria yang sering disapa Buwas.
Kondisi ini berbeda dibanding dengan negara Vietnam dan Thailand. Menurut Budi Waseso, produksi beras di negara tersebut lebih canggih sehingga bisa menekan biaya produksi.
Terkait impor, Budi Waseso mengatakan Bulog tetap tergantung pada penugasan. Ia memandang harus ada prediksi dan perhitungan sebelum melakukan impor.
"Dari September sampai Desember diprediksi kering, berarti kemungkinan besar ada ancaman pada produksi beras yang akan berkurang," kata Budi Waseso.
Ia mengatakan Bulog tidak bisa memprediksi kapan impor dilakukan termasuk biaya yang dibutuhkan.
"Tidak bisa, wong kita (Bulog) tidak punya biaya," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Bulog Butuh Duit Rp 19 Triliun, Buat Apa Ya?
Most Popular