
Data Pemerintah Sering Tak Akur, Jokowi Bikin Aturan 1 Data
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
27 June 2019 11:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi meneken aturan Satu Data Indonesia yang akurat, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk perbaikan tata kelola data. Persoalan data pemerintah memang masih jadi persoalan, antar kementerian dan lembaga sering berbeda-beda.
Terbitnya aturan ini secara tak langsung meminta tak ada lagi data-data yang berbeda antara instansi kementerian pusat maupun daerah. Para pimpinan pusat dan daerah diminta untuk merumuskan implementasi satu data.
Hal tersebur tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 39/2019 tentang Satu Data Indonesia, seperti dikutip melalui laman Sekretariat Kabinet, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Menurut Perpres ini, Satu Data Indonesia harus dilakukan berdasarkan prinsip bahwa data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memenuhi Standar Data, memiliki metadata, hingga dihasilkan oleh produsen data yang memenuhi kaidah interoperabilitas data.
Standar Data untuk Data selain Data Statistik dan Data Geospasial, menurut Perpres ini, ditetapkan oleh Pembina Data lainnya tingkat pusat, yang merupakan salah satu Instansi Pusat yang diberi kewenangan melakukan pembinaan terkait Data.
"Standar Data yang berlaku lintas Instansi Pusat dan/atau Instansi Daerah ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat," bunyi Pasal 6 ayat (1) Perpres ini.
Sementara Menteri atau kepala Instansi Pusat dapat menetapkan Standar Data untuk Data yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi sesuai dengan tugas dan fungsinya, sepanjang ditetapkan berdasarkan Standar Data yang telah ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat.
Data yang dihasilkan oleh Produsen Data, tegas Perpres ini, harus dilengkapi dengan Metadata, yang informasinya mengikuti struktur yang baku dan format yang baku merujuk pada bagian informasi tentang Data yang harus dicakup dalam Metadata, dan merujuk pada spesifikasi atau standar teknis dari Metadata.
Struktur yang baku dan format yang baku untuk Data yang berlaku lintas Instansi Pusat dan/atau Instansi Daerah, menurut Perpres ini, ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat.
Sementara Menteri atau kepala Instansi Pusat dapat menetapkan struktur yang baku dan format yang baku untuk Data yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi sesuai dengan tugas dan fungsinya, sepanjang ditetapkan berdasarkan struktur yang baku dan format yang baku yang telah ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat.
Ditegaskan dalam Perpres ini, Data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memenuhi kaidah Interoperabilitas Data. Untuk itu, Data harus: a. konsisten dalam sintak/bentuk, struktur/skema/komposisi penyajian, dan semantik/ artikulasi keterbacaan; dan b. disimpan dalam format terbuka yang dapat dibaca sistem elektronik.
Adapun mengenai Kode Referensi dan/atau Data Induk, menurut Perpres ini, dibahas dalam Forum Satu Data Indonesia tingkat pusat. Forum Satu Data Indonesia ini akan menyepakati: a. Kode Referensi dan/atau Data Induk; dan b. Instansi Pusat yang unit kerjanya menjadi Walidata atas Kode Referensi dan/atau Data Induk tersebut.
"Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal 44 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 17 Juni 2019.
BPS saat ini sedang menyiapkan Sistem Data Statistik Terintegrasi (SimDaSi) untuk menuju konsep satu data. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengaku pihaknya sering menemukan inkonsistensi data (ketidakseragaman data). Misalnya saja, data terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Suhariyanto mengatakan, tidak jarang data IPM dari Pemerintah Daerah (Pemda) dengan Kementerian/Lembaga terkait, tidak sama atau terdapat selisih jumlah.
"Saat ini forum data belum berjalan dengan baik, masih ada inkonsistensi. Apakah dari metodologi? Perbedaan waktu? Atau karena ketidaktelitian? Ini perlu dikonsep ulang, perbedaan kecil bisa menjadi masalah untuk monitoring, mengambil kebijakan. Apalagi ini tahun politik, hal-hal kecil bisa ribut," kata Suhariyanto dalam sambutannya di Rapat Koordinasi "Satu Data Indonesia Menuju Revolusi Industri 4.0," katanya November tahun lalu.
(hoi/hoi) Next Article Jokowi: Zaman Now, Data Lebih Berharga dari Minyak
Terbitnya aturan ini secara tak langsung meminta tak ada lagi data-data yang berbeda antara instansi kementerian pusat maupun daerah. Para pimpinan pusat dan daerah diminta untuk merumuskan implementasi satu data.
Hal tersebur tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 39/2019 tentang Satu Data Indonesia, seperti dikutip melalui laman Sekretariat Kabinet, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Menurut Perpres ini, Satu Data Indonesia harus dilakukan berdasarkan prinsip bahwa data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memenuhi Standar Data, memiliki metadata, hingga dihasilkan oleh produsen data yang memenuhi kaidah interoperabilitas data.
Standar Data untuk Data selain Data Statistik dan Data Geospasial, menurut Perpres ini, ditetapkan oleh Pembina Data lainnya tingkat pusat, yang merupakan salah satu Instansi Pusat yang diberi kewenangan melakukan pembinaan terkait Data.
"Standar Data yang berlaku lintas Instansi Pusat dan/atau Instansi Daerah ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat," bunyi Pasal 6 ayat (1) Perpres ini.
Sementara Menteri atau kepala Instansi Pusat dapat menetapkan Standar Data untuk Data yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi sesuai dengan tugas dan fungsinya, sepanjang ditetapkan berdasarkan Standar Data yang telah ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat.
Data yang dihasilkan oleh Produsen Data, tegas Perpres ini, harus dilengkapi dengan Metadata, yang informasinya mengikuti struktur yang baku dan format yang baku merujuk pada bagian informasi tentang Data yang harus dicakup dalam Metadata, dan merujuk pada spesifikasi atau standar teknis dari Metadata.
Struktur yang baku dan format yang baku untuk Data yang berlaku lintas Instansi Pusat dan/atau Instansi Daerah, menurut Perpres ini, ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat.
Sementara Menteri atau kepala Instansi Pusat dapat menetapkan struktur yang baku dan format yang baku untuk Data yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi sesuai dengan tugas dan fungsinya, sepanjang ditetapkan berdasarkan struktur yang baku dan format yang baku yang telah ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat.
Ditegaskan dalam Perpres ini, Data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memenuhi kaidah Interoperabilitas Data. Untuk itu, Data harus: a. konsisten dalam sintak/bentuk, struktur/skema/komposisi penyajian, dan semantik/ artikulasi keterbacaan; dan b. disimpan dalam format terbuka yang dapat dibaca sistem elektronik.
Adapun mengenai Kode Referensi dan/atau Data Induk, menurut Perpres ini, dibahas dalam Forum Satu Data Indonesia tingkat pusat. Forum Satu Data Indonesia ini akan menyepakati: a. Kode Referensi dan/atau Data Induk; dan b. Instansi Pusat yang unit kerjanya menjadi Walidata atas Kode Referensi dan/atau Data Induk tersebut.
"Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal 44 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 17 Juni 2019.
BPS saat ini sedang menyiapkan Sistem Data Statistik Terintegrasi (SimDaSi) untuk menuju konsep satu data. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengaku pihaknya sering menemukan inkonsistensi data (ketidakseragaman data). Misalnya saja, data terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Suhariyanto mengatakan, tidak jarang data IPM dari Pemerintah Daerah (Pemda) dengan Kementerian/Lembaga terkait, tidak sama atau terdapat selisih jumlah.
(hoi/hoi) Next Article Jokowi: Zaman Now, Data Lebih Berharga dari Minyak
Most Popular