
Neraca Dagang Membaik, Sayangnya Ekspor Masih Loyo!
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
24 June 2019 13:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca dagang Indonesia pada bulan Mei 2019 mampu mencatat surplus sebesar US$ 210 juta. Capaian tersebut jauh lebih baik dibanding bulan April 2019 yang mana defisit sebesar US$ 2,28 miliar. Sebelumnya, konsensus ekonom yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca dagang Mei 2019 akan mengalami defisit hingga US$ 1,3 miliar.
Penyebab surplus kali ini adalah penurunan impor yang cukup tajam. Tercatat pada bulan Mei 2019, impor hanya sebesar 14,53 miliar atau turun hingga 17,71% secara year-on-year (YoY).
Penurunan impor utamanya terjadi pada golongan barang bahan baku/penolong, yaitu sebesar 19,13% YoY. Sementara impor barang modal dan barang konsumsi juga terkontraksi masing-masing sebesar 15,24% dan 10,86%.
Mengingat bahan baku merupakan sebagian besar atau 73,38% dari total impor pada bulan Mei, maka tentu saja akan berdampak signifikan pada kinerja impor secara total.
Adapun ekspor pada bulan Mei 2019 juga mengalami kontraksi, yaitu sebesar 8,99% YoY. Penurunan ekspor paling tajam terjadi pada sektor migas, yaitu sebesar 31,77% YoY menjadi US$ 1,11 miliar. Penurunan ekspor migas masih disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang mana mulai Februari 2019 mewajibkan Pertamina untuk membeli minyak mentah hasil produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Ekspor dari sektor pertambangan juga tercatat mengalami kontraksi hingga 14,33% YoY menjadi US$ 2,15 miliar.
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah ekspor industri pengolahan yang ikut terkontraksi sebesar 4,99% YoY menjadi US$ 11,16 miliar. Itu karena sektor industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar atau 92,44% dari total ekspor Indonesia.
Menurut kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, penurunan ekspor utamanya disebabkan oleh penurunan harga sejumlah komoditas.
Tercatat harga batu bara anjlok hingga 21,9%, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) melemah 14,7%. Dua komoditas tersebut merupakan penyumbang terbesar ekspor Indonesia.
Akumulasi Januari-Mei 2019
Meski mencatat surplus pada bulan Mei, sejatinya neraca dagang Indonesia masih mengalami defisit sebesar US$ 2,14 miliar sepanjang Januari-Mei 2019. Angka defisit tersebut sudah membaik dibanding periode Januari-Mei 2018 yang sebesar US$ 2,86 miliar.
Ekspor
Total nilai ekspor pada periode Januari-Mei 2019 tercatat hanya sebesar US$ 68,46 miliar mengalami penurunan hingga 8,61% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Lagi-lagi, itu disebabkan karena faktor harga komoditas ekspor utama Indonesia yang berjatuhan.
Pasalnya, dilihat dari volumenya, ekspor minyak sawit masih mengalami pertumbuhan sebesar 7,9% YoY. Namun faktor harga menyebabkan nilai ekspor minyak nabati (yang didominasi sawit) anjlok hingga 17,87% YoY. Hal serupa juga dialami oleh komoditas batu bara, dengan penurunan nilai ekspor mencapai 4,59% YoY.
Sebagai informasi, komoditas bahan bakar mineral (yang didominasi batu bara) dan minyak nabati menyumbang lebih dari 25% dari total ekspor non-migas Indonesia periode Januari-Mei 2019.
Jatuhnya harga dua komoditas tersebut tentu saja akan mempengaruhi kinerja ekspor secara keseluruhan.
Impor
Sepanjang periode Januari-Mei 2019, total impor hanya sebesar US$ 70,6 miliar atau turun hingga 9,23% YoY. Ini menunjukkan bahwa ada ada perbaikan dari neraca dagang Indonesia dari sisi impor.
Penurunan nilai impor paling besar sepanjang periode Januari-Mei 2019 ada pada golongan barang besi dan baja (HS 73), yakni mencapai 13,36% YoY. Ada nilai impor pula golongan barang kendaraan dan bagiannya (HS 87) yang juga anjlok hingga 12,21% YoY.
Sementara nilai impor golongan barang mesin/peralatan listrik (HS 85) turun hingga 11,23% YoY. Sebagai informasi, golongan barang HS 85 merupakan penyumbang 12,84% dari total impor sepanjang Januari-Mei 2019.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru) Next Article Migas Jatuh 34%, Total Ekspor Januari 2020 Jadi US$ 13,41 M
Penyebab surplus kali ini adalah penurunan impor yang cukup tajam. Tercatat pada bulan Mei 2019, impor hanya sebesar 14,53 miliar atau turun hingga 17,71% secara year-on-year (YoY).
Mengingat bahan baku merupakan sebagian besar atau 73,38% dari total impor pada bulan Mei, maka tentu saja akan berdampak signifikan pada kinerja impor secara total.
Adapun ekspor pada bulan Mei 2019 juga mengalami kontraksi, yaitu sebesar 8,99% YoY. Penurunan ekspor paling tajam terjadi pada sektor migas, yaitu sebesar 31,77% YoY menjadi US$ 1,11 miliar. Penurunan ekspor migas masih disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang mana mulai Februari 2019 mewajibkan Pertamina untuk membeli minyak mentah hasil produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Ekspor dari sektor pertambangan juga tercatat mengalami kontraksi hingga 14,33% YoY menjadi US$ 2,15 miliar.
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah ekspor industri pengolahan yang ikut terkontraksi sebesar 4,99% YoY menjadi US$ 11,16 miliar. Itu karena sektor industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar atau 92,44% dari total ekspor Indonesia.
Menurut kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, penurunan ekspor utamanya disebabkan oleh penurunan harga sejumlah komoditas.
Tercatat harga batu bara anjlok hingga 21,9%, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) melemah 14,7%. Dua komoditas tersebut merupakan penyumbang terbesar ekspor Indonesia.
Akumulasi Januari-Mei 2019
Meski mencatat surplus pada bulan Mei, sejatinya neraca dagang Indonesia masih mengalami defisit sebesar US$ 2,14 miliar sepanjang Januari-Mei 2019. Angka defisit tersebut sudah membaik dibanding periode Januari-Mei 2018 yang sebesar US$ 2,86 miliar.
Ekspor
Total nilai ekspor pada periode Januari-Mei 2019 tercatat hanya sebesar US$ 68,46 miliar mengalami penurunan hingga 8,61% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Lagi-lagi, itu disebabkan karena faktor harga komoditas ekspor utama Indonesia yang berjatuhan.
Pasalnya, dilihat dari volumenya, ekspor minyak sawit masih mengalami pertumbuhan sebesar 7,9% YoY. Namun faktor harga menyebabkan nilai ekspor minyak nabati (yang didominasi sawit) anjlok hingga 17,87% YoY. Hal serupa juga dialami oleh komoditas batu bara, dengan penurunan nilai ekspor mencapai 4,59% YoY.
![]() |
Sebagai informasi, komoditas bahan bakar mineral (yang didominasi batu bara) dan minyak nabati menyumbang lebih dari 25% dari total ekspor non-migas Indonesia periode Januari-Mei 2019.
Jatuhnya harga dua komoditas tersebut tentu saja akan mempengaruhi kinerja ekspor secara keseluruhan.
Impor
Sepanjang periode Januari-Mei 2019, total impor hanya sebesar US$ 70,6 miliar atau turun hingga 9,23% YoY. Ini menunjukkan bahwa ada ada perbaikan dari neraca dagang Indonesia dari sisi impor.
Penurunan nilai impor paling besar sepanjang periode Januari-Mei 2019 ada pada golongan barang besi dan baja (HS 73), yakni mencapai 13,36% YoY. Ada nilai impor pula golongan barang kendaraan dan bagiannya (HS 87) yang juga anjlok hingga 12,21% YoY.
Sementara nilai impor golongan barang mesin/peralatan listrik (HS 85) turun hingga 11,23% YoY. Sebagai informasi, golongan barang HS 85 merupakan penyumbang 12,84% dari total impor sepanjang Januari-Mei 2019.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru) Next Article Migas Jatuh 34%, Total Ekspor Januari 2020 Jadi US$ 13,41 M
Most Popular