
Tarif Tiket Pesawat
Tiket Mahal, Maskapai Bukan Satu-satunya yang Tanggung Jawab
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
13 June 2019 13:25

Jika solusi untuk menurunkan harga tiket hanya membebani maskapai dengan menurunkan TBA, kinerja maskapai akan semakin tertekan. Apalagi saat ini maskapai sudah terbebani harga avtur yang tinggi, seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia.
Sepanjang tahun 2018, IATA mencatat adanya kenaikan biaya bahan bakar hingga 20,5% dibanding tahun 2017. Hal itu praktis dipengaruhi oleh harga minyak mentah, dimana rata-rata Brent tahun 2018 berada di posisi US$ 71,61 atau naik hingga 30,9% dibanding tahun sebelumnya.
Mengingat biaya bahan bakar merupakan penyumbang 30-35%% dari total biaya operasi penerbangan, maka tentu saja beban total maskapai penerbangan juga meningkat secara signifikan.
Pun tahun ini, beberapa analis memperkirakan harga Brent secara rata-rata tahunan akan berada di posisi US$ 70/barel, yang artinya mirip dengan kondisi tahun 2018.
Penuh tekanan.
Pemerintah pun sebenarnya sudah sadar akan hal ini. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Polana B. Pramesti juga mengatakan kondisi keuangan sebagian besar maskapai di Indonesia sedang tidak baik.
"Kalau dari laporan keuangan sih. Terakhir ya 2018 banyak yang rugi lah," ujar Polana di kantornya, Senin (10/6/2019). "Tak ada yang untung malahan. AirAsia juga, hampir Rp 1 triliun kalau enggak salah ya [kerugiannya]," ujar Polana.
Terlebih lagi, maskapai penerbangan juga harus menanggung biaya perawatan pesawat. Pada 2018, biaya pemeliharaan dan perbaikan Garuda Indonesia mencapai US$ 529,3 juta.
Tentu saja tidak ada yang mau maskapai penerbangan memangkas biaya perawatan demi menurunkan harga tiket. Biaya ini menyangkut keselamatan penumpang yang tidak bisa diganggu-gugat.
Namun, jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan maka akan banyak industri yang menjadi korbannya. Salah satu yang paling kentara adalah industri pariwisata. Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel pada kuartal I-2019 hanya tinggal 52,26%, turun dari posisi 55,07% di kuartal I-2018. Itu merupakan indikasi bahwa wisatawan domestik semakin berkurang. Padahal industri pariwisata merupakan salah satu tonggak perekonomian Indonesia yang menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB).
TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/taa)
Sepanjang tahun 2018, IATA mencatat adanya kenaikan biaya bahan bakar hingga 20,5% dibanding tahun 2017. Hal itu praktis dipengaruhi oleh harga minyak mentah, dimana rata-rata Brent tahun 2018 berada di posisi US$ 71,61 atau naik hingga 30,9% dibanding tahun sebelumnya.
![]() |
Pun tahun ini, beberapa analis memperkirakan harga Brent secara rata-rata tahunan akan berada di posisi US$ 70/barel, yang artinya mirip dengan kondisi tahun 2018.
Penuh tekanan.
Pemerintah pun sebenarnya sudah sadar akan hal ini. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Polana B. Pramesti juga mengatakan kondisi keuangan sebagian besar maskapai di Indonesia sedang tidak baik.
"Kalau dari laporan keuangan sih. Terakhir ya 2018 banyak yang rugi lah," ujar Polana di kantornya, Senin (10/6/2019). "Tak ada yang untung malahan. AirAsia juga, hampir Rp 1 triliun kalau enggak salah ya [kerugiannya]," ujar Polana.
Terlebih lagi, maskapai penerbangan juga harus menanggung biaya perawatan pesawat. Pada 2018, biaya pemeliharaan dan perbaikan Garuda Indonesia mencapai US$ 529,3 juta.
Tentu saja tidak ada yang mau maskapai penerbangan memangkas biaya perawatan demi menurunkan harga tiket. Biaya ini menyangkut keselamatan penumpang yang tidak bisa diganggu-gugat.
Namun, jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan maka akan banyak industri yang menjadi korbannya. Salah satu yang paling kentara adalah industri pariwisata. Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel pada kuartal I-2019 hanya tinggal 52,26%, turun dari posisi 55,07% di kuartal I-2018. Itu merupakan indikasi bahwa wisatawan domestik semakin berkurang. Padahal industri pariwisata merupakan salah satu tonggak perekonomian Indonesia yang menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB).
TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/taa)
Pages
Most Popular