
Sri Mulyani Cerita Ketegangan di G-20 Soal Kondisi Global
Lidya Julita S, CNBC Indonesia
11 June 2019 13:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan mitra dagangnya China masih jauh dari kata penyelesaian. Hal ini dikatakannya usai menghadiri pertemuan G-20 di Fukuoka, Japan.
Padahal, diharapkan akan ada kesepakatan baik antara keduanya sebelum pertemuan tingkat pimpinan negara di Osaka pada akhir bulan ini.
"Sebelum pertemuan tingkat leaders di Osaka akhir bulan ini harus dibayangkan akan ada semacam jembatan antara AS dan RRT [Republik Rakyat Tiongkok/China] dan negara negara lain. Kalo dilihat suasananya memang masih terasa, bahwa posisi belum berubah. Dalam artian bahwa ketegangan dari perdagangan internasional sisi retorika maupun action masih sama," ujar Sri Mulyani di Kantornya, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
"Bahkan mungkin kita melihat ada kecenderungan lebih bolt atau menguat," tambahnya.
Menurutnya, kedua negara masih jauh dari kesepakatan karena perbedaan persepsi. Dimana China menginginkan penyelesaian secara multilateral yakni diskusi dilakukan di dalam frame rangka yang selama ini sudah ada. Sedangkan, Amerika Serikat (AS)tetap ingin penyelesaian secara bilateral.
"Kemudian harapan-harapan diantara kedua belah pihak saling adanya temuan dari sisi pemikiran policy itu masih cukup jauh. China menganggap bahwa mereka telah melakukan apa yang diminta selama ini, namun dari AS menganggap belum cukup. Sehingga kita melihat memang keseluruhan pembahasan G20 ini risiko global," jelasnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menilai bahwa ketegangan keduanya juga membuat perekonomian global semakin melambat. Ini juga terlihat dari komentar IMF hingga Bank Dunia yang mengatakan ada risiko perlambatan ke bawah untuk perekonomian tahun ini.
"Proyeksi tahun ini menurun itu ya kalau di IMF 3,3%, ini sudah 0,5% lebih rendah dari original project 2019 untuk di WB juga sama penurunannya. Yang mungkin kita juga harus waspadai adalah volume perdagangan internasional juga akan mengalami pelemahan. Bahkan ini mungkin melemah terendah semenjak krisis ekonomi 2008 yaitu hanya tumbuh 2,6%," tegasnya.
Dengan kondisi ini, maka akan berdampak pula bagi Indonesia yang artinya tantangan bagi perekonomian dalam negeri di semester II ini akan semakin besar.
"Ini artinya untuk Indonesia kita akan melihat bahwa tantangan dari growth global yang lemah itu untuk paruh yang kedua menjadi sangat rill atau nyata," ujarnya.
(dru) Next Article Cerita Sri Mulyani: Tiap Kementerian Minta Anggaran Naik
Padahal, diharapkan akan ada kesepakatan baik antara keduanya sebelum pertemuan tingkat pimpinan negara di Osaka pada akhir bulan ini.
"Sebelum pertemuan tingkat leaders di Osaka akhir bulan ini harus dibayangkan akan ada semacam jembatan antara AS dan RRT [Republik Rakyat Tiongkok/China] dan negara negara lain. Kalo dilihat suasananya memang masih terasa, bahwa posisi belum berubah. Dalam artian bahwa ketegangan dari perdagangan internasional sisi retorika maupun action masih sama," ujar Sri Mulyani di Kantornya, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
![]() |
Menurutnya, kedua negara masih jauh dari kesepakatan karena perbedaan persepsi. Dimana China menginginkan penyelesaian secara multilateral yakni diskusi dilakukan di dalam frame rangka yang selama ini sudah ada. Sedangkan, Amerika Serikat (AS)tetap ingin penyelesaian secara bilateral.
"Kemudian harapan-harapan diantara kedua belah pihak saling adanya temuan dari sisi pemikiran policy itu masih cukup jauh. China menganggap bahwa mereka telah melakukan apa yang diminta selama ini, namun dari AS menganggap belum cukup. Sehingga kita melihat memang keseluruhan pembahasan G20 ini risiko global," jelasnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menilai bahwa ketegangan keduanya juga membuat perekonomian global semakin melambat. Ini juga terlihat dari komentar IMF hingga Bank Dunia yang mengatakan ada risiko perlambatan ke bawah untuk perekonomian tahun ini.
"Proyeksi tahun ini menurun itu ya kalau di IMF 3,3%, ini sudah 0,5% lebih rendah dari original project 2019 untuk di WB juga sama penurunannya. Yang mungkin kita juga harus waspadai adalah volume perdagangan internasional juga akan mengalami pelemahan. Bahkan ini mungkin melemah terendah semenjak krisis ekonomi 2008 yaitu hanya tumbuh 2,6%," tegasnya.
Dengan kondisi ini, maka akan berdampak pula bagi Indonesia yang artinya tantangan bagi perekonomian dalam negeri di semester II ini akan semakin besar.
"Ini artinya untuk Indonesia kita akan melihat bahwa tantangan dari growth global yang lemah itu untuk paruh yang kedua menjadi sangat rill atau nyata," ujarnya.
(dru) Next Article Cerita Sri Mulyani: Tiap Kementerian Minta Anggaran Naik
Most Popular