
Jadi Logam Andalan Dunia, Ini Potensi Rare Earth di Indonesia
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
05 June 2019 12:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Potensi pengembangan logam tanah jarang di Indonesia dinilai masih memiliki prospek strategis di masa depan. Apalagi, rare earth berkaitan dengan produk industri teknologi tinggi.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Kebijakan Publik Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Singgih Widagdo saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (4/6/2019).
Lebih lanjut, ia mengatakan, potensi dan pemanfaatan endapan rare earth, penggunaan logam tanah jarang erat kaitannya dengan produk industri teknologi tinggi, seperti industri komputer, telekomunikasi, nuklir, dan ruang angkasa.
Di masa mendatang, tuturnya, diperkirakan penggunaan logam tanah jarang akan meluas, terutama unsur tanah jarang tunggal, seperti neodymium, samarium, europium, gadolinium.
Singgih menjelaskan, mineral-mineral tanah jarang di Indonesia lebih dihasilkan sebagai produk sampingan penambangan dan pengolahan emas aluvial dan timah aluvial. Produk sampingan sebagai komoditas yang dihasilkan dari pengusahaan komoditas utamanya.
"Meskipun belum mempunyai nilai ekonomi yang signifikan pada saat ini, prospek di masa depan yang akan menunjang pengembangan tekonologi tinggi dan teknologi alternatif perlu untuk ditangani dengan baik," ujarnya.
Dari potensi logam tanah jarang tersebut, Singgih menilai, akan sangat menguntungkan jika Indonesia turut serta untuk mengembangkannya. Terlebih lagi pasir mineral tanah jarang sebagai sumber logam tanah jarang, sebagian hanya dijadikan sebagai sampah buangan tambang timah, atau pemanfaatan pasir darat dan laut untuk bahan urug dari daerah jalur timah yang belum memperhitungkan kandungan mineral tanah jarang.
"Pemanfaatan logam tanah jarang ke depan diharapkan mampu membuka Indonesia terhadap penguasaan dan pengembangan teknologi, terutama teknologi elektronik," kata Singgih.
"Peningkatan kualitas industri metalurgi di Indonesia, dan banyak manfaat yang dapat diperoleh Indonesia dari pengolahan logam tanah jarang terutama meningkatkan perkembangan industri," tambahnya.
Sehingga, ia berpendapat, pemerintah harus segera membuat peta jalan industri pertambangan sehingga peta eksplorasi, ekploitasi dan khususnya target investasi dapat dipetakan prioritasnya antara apa yang dihasilkan dari pertambangan serta kaitannya kebutuhan industri, termasuk REE (rare earth element) yang akan dikembangkan di Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Mining and Metals Industry Indonesia, lembaga riset yang dinaungi Inalum, Ratih Amri menuturkan, pihaknya kini sudah mulai dilakukan pengembangan pada logam tanah jarang tersebut.
Ia mengungkapkan, salah satu contohnya, rare earth dapat digunakan sebagai bahan magnet permanen yang diaplikasikan pada sektor energi baru terbarukan dan industri elektronik.
Ia menuturkan, unsur rare earth dan cobalt yang ditemukan dalam penambangan yang dilakukan oleh anggota holding pertambangan BUMN, PT Timah Tbk dan PT Antam Tbk dapat digunakan sebagai salah satu materi pembuatan baterai untuk kendaraan listrik dan magnet dalam pembangkit listrik tenaga bayu.
Ratih mengatakan, PT Timah Tbk (TINS) saat ini memang sedang mengupayakan eksplorasi untuk menambah cadangan timah, tetapi selain itu juga sekaligus melakukan upaya diversifikasi dari produk timah itu sendiri.
Adapun, menurut pengamat ekonomi dan pertambangan Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, potensi pemanfaatan logam tanah jarang di Indonesia semakin mengecil karena adanya pandangan bahwa rare earth termasuk dalam sumber energi tidak terbarukan.
"Rare earth masih bermanfaat untuk Indonesia, namun kecil potensinya. Pemerintah harus ubah paradigma terlebih dahulu dari yang unrenewable resources menjadi renewable resources," pungkasnya.
(hps/hps) Next Article Ini Daftar Negara Penghasil Rare Earth Terbesar Dunia
Hal itu disampaikan oleh Ketua Kebijakan Publik Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Singgih Widagdo saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (4/6/2019).
Lebih lanjut, ia mengatakan, potensi dan pemanfaatan endapan rare earth, penggunaan logam tanah jarang erat kaitannya dengan produk industri teknologi tinggi, seperti industri komputer, telekomunikasi, nuklir, dan ruang angkasa.
Di masa mendatang, tuturnya, diperkirakan penggunaan logam tanah jarang akan meluas, terutama unsur tanah jarang tunggal, seperti neodymium, samarium, europium, gadolinium.
"Meskipun belum mempunyai nilai ekonomi yang signifikan pada saat ini, prospek di masa depan yang akan menunjang pengembangan tekonologi tinggi dan teknologi alternatif perlu untuk ditangani dengan baik," ujarnya.
Dari potensi logam tanah jarang tersebut, Singgih menilai, akan sangat menguntungkan jika Indonesia turut serta untuk mengembangkannya. Terlebih lagi pasir mineral tanah jarang sebagai sumber logam tanah jarang, sebagian hanya dijadikan sebagai sampah buangan tambang timah, atau pemanfaatan pasir darat dan laut untuk bahan urug dari daerah jalur timah yang belum memperhitungkan kandungan mineral tanah jarang.
"Pemanfaatan logam tanah jarang ke depan diharapkan mampu membuka Indonesia terhadap penguasaan dan pengembangan teknologi, terutama teknologi elektronik," kata Singgih.
"Peningkatan kualitas industri metalurgi di Indonesia, dan banyak manfaat yang dapat diperoleh Indonesia dari pengolahan logam tanah jarang terutama meningkatkan perkembangan industri," tambahnya.
Sehingga, ia berpendapat, pemerintah harus segera membuat peta jalan industri pertambangan sehingga peta eksplorasi, ekploitasi dan khususnya target investasi dapat dipetakan prioritasnya antara apa yang dihasilkan dari pertambangan serta kaitannya kebutuhan industri, termasuk REE (rare earth element) yang akan dikembangkan di Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Mining and Metals Industry Indonesia, lembaga riset yang dinaungi Inalum, Ratih Amri menuturkan, pihaknya kini sudah mulai dilakukan pengembangan pada logam tanah jarang tersebut.
Ia mengungkapkan, salah satu contohnya, rare earth dapat digunakan sebagai bahan magnet permanen yang diaplikasikan pada sektor energi baru terbarukan dan industri elektronik.
Ia menuturkan, unsur rare earth dan cobalt yang ditemukan dalam penambangan yang dilakukan oleh anggota holding pertambangan BUMN, PT Timah Tbk dan PT Antam Tbk dapat digunakan sebagai salah satu materi pembuatan baterai untuk kendaraan listrik dan magnet dalam pembangkit listrik tenaga bayu.
Ratih mengatakan, PT Timah Tbk (TINS) saat ini memang sedang mengupayakan eksplorasi untuk menambah cadangan timah, tetapi selain itu juga sekaligus melakukan upaya diversifikasi dari produk timah itu sendiri.
Adapun, menurut pengamat ekonomi dan pertambangan Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, potensi pemanfaatan logam tanah jarang di Indonesia semakin mengecil karena adanya pandangan bahwa rare earth termasuk dalam sumber energi tidak terbarukan.
"Rare earth masih bermanfaat untuk Indonesia, namun kecil potensinya. Pemerintah harus ubah paradigma terlebih dahulu dari yang unrenewable resources menjadi renewable resources," pungkasnya.
(hps/hps) Next Article Ini Daftar Negara Penghasil Rare Earth Terbesar Dunia
Most Popular