
Panasnya AS-China & AS-Meksiko Rontokkan Bursa Saham Asia
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 May 2019 17:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengakhiri perdagangan terakhir Jumat pekan ini (31/5/2019) di zona merah. Indeks Nikkei amblas 1,63%, indeks Shanghai terkoreksi 0,24%, indeks Hang Seng anjlok 0,79%, dan indeks Straits Times turun 0,8%.
Sentimen negatif perang dagang masih menghantui jalannya perdagangan hari ini. Pertama, perang dagang AS-China. Negeri Tiongkok kini semakin galak dalam menghadapi segala trik yang diambil AS dalam upayanya memenangkan perang dagang, seperti membatasi ruang gerak Huawei di AS.
China dengan tegas menyatakan siap jika perang dagang dengan Negeri Adidaya itu tak terelakkan.
"Kami menolak perang dagang, tetapi kami tidak takut untuk berperang. Provokasi yang dilakukan AS nyata-nyata adalah sebuah terorisme ekonomi, chauvinisme [loyalitas berlebihan] ekonomi, dan penindasan ekonomi," tegas Zhang Hanhui, Wakil Menteri Luar Negeri China, mengutip Reuters.
China juga kini diduga memiliki rencana baru dalam menghadapi AS. Seorang pejabat pemerintahan China memberikan pernyataan yang mengindikasikan bahwa China dapat menggunakan dominasinya atas kepemilikan logam tanah jarang (rare earth) sebagai senjata dalam melawan AS, dilansir dari CNBC International.
Sebagai informasi, tanah jarang merupakan komponen yang sangat penting dalam membuat berbagai macam produk, salah satunya baterai.
"AS, jangan meremehkan serangan balasan China. Apakah rare earth menjadi senjata bagi China untuk balik menekan AS? Jawabannya tentu bukan sebuah misteri. Jangan bilang kami tidak memperingatkan Anda!" tulis tajuk People's Daily, harian terbitan Partai Komunis China.
Sentimen kedua, perang dagang AS-Meksiko yang bisa meletus dalam waktu dekat. Pasalnya, genderang perang dagang sudah ditabuh oleh AS.
Pada hari Kamis (30/5/2019) malam waktu setempat atau Jumat pagi waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump berkicau di Twitter bahwa AS akan mengenakan bea masuk sebesar 5% bagi seluruh produk impor asal Meksiko per tanggal 10 Juni.
"Pada 10 Juni, Amerika Serikat akan mengenakan bea masuk 5% terhadap semua produk yang masuk ke negara kita dari Meksiko, sampai masuknya imigran ilegal dari Meksiko ke negara kita BERHENTI. Bea masuk akan naik secara bertahap hingga masalah imigran ilegal diselesaikan," tulisnya.
Menyusul cuitan Trump tersebut, Gedung Putih dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa bea masuk yang dikenakan terhadap seluruh produk impor asal Meksiko tersebut akan naik setiap satu bulan sekali hingga krisis imigran ilegal diselesaikan.
"Bea impor akan naik menjadi 15% pada 1 Agustus 2019, menjadi 20% pada 1 September 2019, dan menjadi 25% pada 1 Oktober 2019," tulis pernyataan resmi Gedung Putih.
Meksiko pun tak tinggal diam dan sudah menyuarakan perlawanan. "[Pengenaan tarif itu] akan menjadi bencana," kata diplomat top Meksiko untuk Amerika Utara, Kamis (30/5/2019).
Diplomat itu kemudian berjanji untuk membalas apa yang dilakukan pemerintah AS. "Jika ini [tarif] diberlakukan, kita harus merespons dengan penuh semangat," kata sang diplomat, Jesus Seade, Wakil Menteri Luar Negeri untuk Amerika Utara di Kementerian Luar Negeri Meksiko.
Kemudian, rilis data ekonomi yang mengecewakan ikut memantik aksi jual di bursa saham regional. Pada pagi hari ini, Manufacturing PMI China periode Mei 2019 versi resmi pemerintah China diumumkan di level 49,4, lebih rendah dari capaian bulan April yang sebesar 50,1.
Capaian pada bulan Mei juga lebih rendah ketimbang konsensus yang sebesar 49,9, dilansir dari Trading Economics.
Sebagai informasi, angka di bawah 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur mengalami kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Perang Dagang AS dengan China & Meksiko Picu Bursa Asia Jatuh
Sentimen negatif perang dagang masih menghantui jalannya perdagangan hari ini. Pertama, perang dagang AS-China. Negeri Tiongkok kini semakin galak dalam menghadapi segala trik yang diambil AS dalam upayanya memenangkan perang dagang, seperti membatasi ruang gerak Huawei di AS.
China dengan tegas menyatakan siap jika perang dagang dengan Negeri Adidaya itu tak terelakkan.
![]() |
"Kami menolak perang dagang, tetapi kami tidak takut untuk berperang. Provokasi yang dilakukan AS nyata-nyata adalah sebuah terorisme ekonomi, chauvinisme [loyalitas berlebihan] ekonomi, dan penindasan ekonomi," tegas Zhang Hanhui, Wakil Menteri Luar Negeri China, mengutip Reuters.
China juga kini diduga memiliki rencana baru dalam menghadapi AS. Seorang pejabat pemerintahan China memberikan pernyataan yang mengindikasikan bahwa China dapat menggunakan dominasinya atas kepemilikan logam tanah jarang (rare earth) sebagai senjata dalam melawan AS, dilansir dari CNBC International.
Sebagai informasi, tanah jarang merupakan komponen yang sangat penting dalam membuat berbagai macam produk, salah satunya baterai.
"AS, jangan meremehkan serangan balasan China. Apakah rare earth menjadi senjata bagi China untuk balik menekan AS? Jawabannya tentu bukan sebuah misteri. Jangan bilang kami tidak memperingatkan Anda!" tulis tajuk People's Daily, harian terbitan Partai Komunis China.
Sentimen kedua, perang dagang AS-Meksiko yang bisa meletus dalam waktu dekat. Pasalnya, genderang perang dagang sudah ditabuh oleh AS.
Pada hari Kamis (30/5/2019) malam waktu setempat atau Jumat pagi waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump berkicau di Twitter bahwa AS akan mengenakan bea masuk sebesar 5% bagi seluruh produk impor asal Meksiko per tanggal 10 Juni.
"Pada 10 Juni, Amerika Serikat akan mengenakan bea masuk 5% terhadap semua produk yang masuk ke negara kita dari Meksiko, sampai masuknya imigran ilegal dari Meksiko ke negara kita BERHENTI. Bea masuk akan naik secara bertahap hingga masalah imigran ilegal diselesaikan," tulisnya.
![]() |
Menyusul cuitan Trump tersebut, Gedung Putih dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa bea masuk yang dikenakan terhadap seluruh produk impor asal Meksiko tersebut akan naik setiap satu bulan sekali hingga krisis imigran ilegal diselesaikan.
"Bea impor akan naik menjadi 15% pada 1 Agustus 2019, menjadi 20% pada 1 September 2019, dan menjadi 25% pada 1 Oktober 2019," tulis pernyataan resmi Gedung Putih.
Meksiko pun tak tinggal diam dan sudah menyuarakan perlawanan. "[Pengenaan tarif itu] akan menjadi bencana," kata diplomat top Meksiko untuk Amerika Utara, Kamis (30/5/2019).
Diplomat itu kemudian berjanji untuk membalas apa yang dilakukan pemerintah AS. "Jika ini [tarif] diberlakukan, kita harus merespons dengan penuh semangat," kata sang diplomat, Jesus Seade, Wakil Menteri Luar Negeri untuk Amerika Utara di Kementerian Luar Negeri Meksiko.
Kemudian, rilis data ekonomi yang mengecewakan ikut memantik aksi jual di bursa saham regional. Pada pagi hari ini, Manufacturing PMI China periode Mei 2019 versi resmi pemerintah China diumumkan di level 49,4, lebih rendah dari capaian bulan April yang sebesar 50,1.
Capaian pada bulan Mei juga lebih rendah ketimbang konsensus yang sebesar 49,9, dilansir dari Trading Economics.
Sebagai informasi, angka di bawah 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur mengalami kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Perang Dagang AS dengan China & Meksiko Picu Bursa Asia Jatuh
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular